Mohon tunggu...
Putra Saputra
Putra Saputra Mohon Tunggu... -

I am

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ketika Saya Sering Disangka Orang Thai (Backpacker ke Thailand ; Part 2)

24 Januari 2015   10:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:28 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_365866" align="aligncenter" width="300" caption="The Grand Palace (1)"]

14220427681744016992
14220427681744016992
[/caption]

[caption id="attachment_365867" align="aligncenter" width="300" caption="The Grand Palace (2)"]

1422042828378398141
1422042828378398141
[/caption]

[caption id="attachment_365868" align="aligncenter" width="300" caption="The Grand Palace (3)"]

14220428881066095951
14220428881066095951
[/caption]

[caption id="attachment_365869" align="aligncenter" width="300" caption="The Grand Palace (4)"]

14220430471196068637
14220430471196068637
[/caption]

Perjalanan mengelilingi Wat Arun, Wat Pho, dan The Grand Palace lumayan melelahkan. Namun itu hanya setengah perjalanan dari rencana hari ini. Selanjutnya saya akan mengelilingi Bangkok dengan berjalan kaki. Saya sudah memegang peta yang saya tandai rute jalannya untuk menuju objek-objek yang ingin saya lihat. Rutenya bakal jauh, tapi saya rasa saya masih bisa menaklukannya. Objek-objek tersebut meliputi monumen kota, pagoda, dan pusat keramaian. Urutan perjalanan saya adalah The City Pillar – Sanam Luang Park – Khaosan Road – Democracy Monument – Golden Mount – Giant Swing, lalu kembali ke The Grand Palace. Fyuh!

The City Pillar letaknya di seberang sudut The Grand Palace. Monumen ini adalah salah satu monumen penting di Bangkok. Keberadaannya dipercaya sebagai monumen penjaga kota, sekaligus pembawa keberuntungan bagi Bangkok.

[caption id="attachment_365870" align="aligncenter" width="300" caption="The City Pillar"]

14220431071821125835
14220431071821125835
[/caption]

Di seberang The City Pillar terdapat Sanam Luang Park, sebuah taman yang cukup luas di pusat Bangkok. Sanam Luang Park ini berhadapan dengan The Grand Palace di Na Phra Lan Road. Nah, di ruas jalan inilah saya bisa melihat gerbang masuk yang sesungguhnya untuk masuk ke The Grand Palace. Hahaha. Banyak sekali turis ataupun bus-bus rombongan yang berlalu-lalang di Na Phra Lan Road ini.

[caption id="attachment_365871" align="aligncenter" width="300" caption="Sanam Luang Park"]

1422043206968795844
1422043206968795844
[/caption]

Saya beristirahat sebentar di Sanam Luang Park. Tamannya sangat nyaman, adem, dan banyak tempat duduknya. Keberadaannya benar-benar menyegarkan suasana di tengah hiruk-pikuknya lalu-lintas serta panasnya cuaca Bangkok.

Lantas saya berjalan lagi mencari Khaosan Road yang dikenal sebagai pusat backpacker dari seluruh dunia. Saya sempat sedikit kesasar karena banyaknya persimpangan jalan di sekitar Sanam Luang Park yang cukup membingungkan. Berbekal bahasa isyarat untuk bisa berkomunikasi dengan warga lokal yang saya jumpai di jalanan, akhirnya saya bisa menemukan Khaosan Road.

Khaosan Road ini lumayan lebar jalannya. Di kanan kirinya dipenuhi penjual souvenir seperti kaos, tas, dsb. Tak hanya itu, di Khaosan Road juga mudah ditemui kafe, hostel, massage centre, dsb. Di tengah perjalanan, saya merasa senang karena akhirnya menemukan kedai pinggir jalan yang menyediakan makanan halal. Dari pagi saya hanya makan roti dan buah, jelas membuat perut cukup lapar, apalagi dengan aktifitas yang lumayan menguras tenaga. Setelah memastikan bahwa menu-menunya bebas babi, saya pun mulai memesan. Menu yang tersedia adalah nasi goreng, pad thai, dan sejumlah jajanan semacam kentang goreng. Saya memilih pad thai, yang katanya makanan khas Thailand selain tom yum. Tersedia pad thai ayam ataupun telur. Saya memesan pad thai telur seharga 30 baht per porsi. Nah ini dia, tempat makan halal dengan harga miring yang dari kemarin saya cari. Bahkan harga minuman yang saya pesan di kedai sebelah masih jauh lebih mahal dari harga makanan disini. Segelas jus kiwi saya beli dengan harga 80 baht. O iya, bentuk dan rasa pad thai mirip kwetiau goreng kalau di Indonesia. Hanya saja, pad thai ini ditambah lebih banyak tauge.

[caption id="attachment_365872" align="aligncenter" width="300" caption="Khaosan Road"]

14220438371072002266
14220438371072002266
[/caption]

[caption id="attachment_365873" align="aligncenter" width="300" caption="Pad Thai"]

1422043889106705636
1422043889106705636
[/caption]

Tujuan saya berikutnya adalah Democracy Monument. Dari Khaosan Road, saya berjalan melalui Ratchadomnoen Road untuk mencapai lokasinya. Ketika memutuskan untuk berjalan kaki mengelilingi Bangkok di siang bolong, sebaiknya anda juga menyiapkan topi ataupun kacamata hitam sebagai pelindung dari teriknya matahari. Jangan seperti saya yang cuma mengandalkan secarik peta untuk menutupi kepala. Untung trotoarnya lebar serta jalanannya sangat bersih sehingga masih terasa nyaman.

Democracy Monument adalah monument yang sengaja didirikan untuk mengenang peristiwa kudeta militer yang sempat mengancam kerajaan Siam. Perancangnya berasal dari Italia. Bangunannya berupa empat pilar yang sama persis, mengelilingi sebuah pilar lain yang lebih kecil ukurannya. Sekarang ini, kawasan Democracy Monument sering dipakai sebagai lokasi demonstrasi di Bangkok.

[caption id="attachment_365874" align="aligncenter" width="300" caption="Democracy Monument"]

1422043952991414323
1422043952991414323
[/caption]

Saya melanjutkan perjalanan mencari Golden Mount. Kalau melihat di peta, lokasinya dari Democracy Monument lumayan jauh. Tapi nanggung kalau mesti naik kendaraan, akhirnya saya putuskan tetap berjalan kaki. Setelah menjumpai sebuah jembatan dengan sungai kecilnya, tinggal belok kanan kurang lebih 200 meter.

Golden Mount adalah pagoda yang letaknya di atas bukit. Harga tiket masuknya 20 baht. Saat saya hendak membayar tiket, petugasnya malah balik berbicara sangat panjang lebar dalam bahasa Thai yang sama sekali tidak saya mengerti. Ketika dia sudah menyelesaikan kalimatnya, saya cuma bisa menjawab “Sorry, I can’t speak Thai”. Petugasnya yang terdiri dari 2 orang perempuan nampak tak percaya saya bukan orang Thai, lalu cuma tersenyum dan melayani pembelian tiket saya. Habis itu keduanya saling tertawa dan bersahut-sahutan kencang dalam bahasa Thai yang lagi-lagi tak saya mengerti. Kalau menurut ke-sotoy-an saya, petugas tadi sebenarnya mempersilahkan saya masuk secara gratis kalau memang tujuannya mau beribadah, namun akhirnya mereka sadar kalau ternyata saya bukan orang lokal. Mestinya saya tadi langsung masuk saja, tidak perlu berbelok ke bagian loket biar bisa gratis. Ah, sudahlah.

[caption id="attachment_365875" align="aligncenter" width="300" caption="Golden Mount"]

14220440061832107327
14220440061832107327
[/caption]

Untuk mencapai puncaknya, kita mesti mendaki lebih dari 300 anak tangga secara memutar. Dari puncak Golden Mount yang juga terdapat pagoda emas ini, saya bisa melihat pemandangan kota Bangkok. Termasuk pula, saya bisa melihat Wat Arun. Ya Tuhan, Wat Arun terlihat sangat jauh sekali disana. Berarti saya telah berjalan kaki sedemikian jauhnya hingga ke puncak Golden Mount. Ini mah bukan jauh lagi, tapi jauh banget. Gila. Bagi anda yang tidak doyan jalan kaki, sebaiknya jangan meniru ittenary saya ini. Apalagi sekarang baru setengah perjalanan, karena selanjutnya saya masih akan berjalan kaki untuk kembali ke The Grand Palace. Hehehe.

[caption id="attachment_365876" align="aligncenter" width="300" caption="Tangga Menuju Puncak Golden Mount"]

14220440581871267221
14220440581871267221
[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun