Miris sekali melihat kasus kekerasan seksual yang dilakukan predator seksual yang belakangan ini terjadi. Kasus yang sedang diburu massa tersebut, terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan seorang pelaku yang differently abled (difabel). Pada kasus tersebut kondisi pelaku difabel yakni tidak memiliki kedua tangan.
Modus yang dilakukan pelaku yakni menggunakan kata-kata dengan menjual belas kasihan atas keadaan difabel pelaku, kemudian memainkan pikiran calon korbannya dengan berbagai dalih, seperti pura-pura mau bunuh diri, ilmu hitam, pembersihan dosa, dan sebagainya. Korban yang ditarget ternyata sudah dilakukan profiling oleh pelaku yakni anak sekolah perempuan dan mahasiswi yang sedang duduk termenung sendirian di sebuah taman. Korban biasanya sedang memiliki masalah hidup.
Setelah diajak komunikasi oleh pelaku dan calon korban merasa iba, pelaku lanjut mengajak korban ke tempat penginapan. Korban pun diancam dan ditakut-takuti dengan hukum adat setempat atau ingin dibunuh, lalu terjadilah tindak seksual. Ada satu korban yang berhasil lolos dan menceritakan kejadian tersebut di media sosial.
Dari kejadian tersebut, kita dapat memahami bahwa kurangnya pengetahuan para perempuan mengenai pendidikan seksual. Tidak hanya mengenai alat reproduksi dan proses seksual. Penting juga mengetahui bagaimana predator seksual mengincar korban, menghasut, dan melancarkan aksinya.
Sebelum kasus kekerasan seksual ini mencuat ke publik, sudah banyak kasus lain yang akhir-akhir ini juga viral. Kasus seorang guru mencabuli belasan siswa di Jakarta. Kasus seorang ustadz di pesantren mencabuli belasan satriwatinya di Bandung. Kasus seorang anak sekolah dicabuli oleh puluhan laki-laki secara bergilir di Sulawesi, dan sebagainya.
Jika diperhatikan dari kasus-kasus di atas, yang menjadi korban ialah perempuan yang berpendidikan. Timbul pertanyaan, mengapa perempuan yang notabene berpendidikan dan bisa dikatakan memiliki sumber daya manusia (SDM) yang tinggi, justru menjadi korbannya?
Berita tersebut mudah sekali diakses di media dengan kata kunci kasus seksual terkini. Kondisi ini bisa dikatakan sudah darurat dan harus segera dilakukan pencegahan. Pemerintah, institusi pendidikan, dan keluarga harus segera mengambil langkah untuk memberikan pendidikan seksual kepada anak sedini mungkin.
Mengajarkan Seksual untuk Anak
Kapan waktu yang tepat untuk mengajarkan pendidikan seksual kepada anak? Jawabannya adalah pada saat anak bertanya mengenai alat kelamin atau organ seksual atau aktivitas seksual atau fenomena sosial mengenai seks, dan apapun yang berhubungan dengan seksualitas. Lalu bagaimana cara mengajarkan anak tentang seks sejak dini?Â
Sesungguhnya seks adalah hal yang alamiah bagi makhluk hidup, yang diberikan Tuhan sebagai sarana untuk berkembang biak dan meneruskan generasi.
Pada umumnya anak-anak usia dua sampai dengan delapan tahun tidak mengerti tentang seks. Bagi mereka seks seperti bermain. Mereka belum memahami konsep seks, namun tidak begitu bagi orang dewasa.