Mohon tunggu...
Muaz
Muaz Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Pemerhati Kehidupan

Berlatar belakang Pendidikan Psikologi, menyukai musik, membaca buku, memahami kehidupan, dan kini menulis untuk menjelajah Negeri

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kejahatan Seksual dengan Memainkan Pikiran, Bagaimana Mencegahnya?

17 Desember 2024   08:17 Diperbarui: 17 Desember 2024   13:25 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Pexels.com/Cottonbro Studio)

Miris sekali melihat kasus kekerasan seksual yang dilakukan predator seksual yang belakangan ini terjadi. Kasus yang sedang diburu massa tersebut, terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan seorang pelaku yang differently abled (difabel). Pada kasus tersebut kondisi pelaku difabel yakni tidak memiliki kedua tangan.

Modus yang dilakukan pelaku yakni menggunakan kata-kata dengan menjual belas kasihan atas keadaan difabel pelaku, kemudian memainkan pikiran calon korbannya dengan berbagai dalih, seperti pura-pura mau bunuh diri, ilmu hitam, pembersihan dosa, dan sebagainya. Korban yang ditarget ternyata sudah dilakukan profiling oleh pelaku yakni anak sekolah perempuan dan mahasiswi yang sedang duduk termenung sendirian di sebuah taman. Korban biasanya sedang memiliki masalah hidup.

Setelah diajak komunikasi oleh pelaku dan calon korban merasa iba, pelaku lanjut mengajak korban ke tempat penginapan. Korban pun diancam dan ditakut-takuti dengan hukum adat setempat atau ingin dibunuh, lalu terjadilah tindak seksual. Ada satu korban yang berhasil lolos dan menceritakan kejadian tersebut di media sosial.

Dari kejadian tersebut, kita dapat memahami bahwa kurangnya pengetahuan para perempuan mengenai pendidikan seksual. Tidak hanya mengenai alat reproduksi dan proses seksual. Penting juga mengetahui bagaimana predator seksual mengincar korban, menghasut, dan melancarkan aksinya.

Sebelum kasus kekerasan seksual ini mencuat ke publik, sudah banyak kasus lain yang akhir-akhir ini juga viral. Kasus seorang guru mencabuli belasan siswa di Jakarta. Kasus seorang ustadz di pesantren mencabuli belasan satriwatinya di Bandung. Kasus seorang anak sekolah dicabuli oleh puluhan laki-laki secara bergilir di Sulawesi, dan sebagainya.

Jika diperhatikan dari kasus-kasus di atas, yang menjadi korban ialah perempuan yang berpendidikan. Timbul pertanyaan, mengapa perempuan yang notabene berpendidikan dan bisa dikatakan memiliki sumber daya manusia (SDM) yang tinggi, justru menjadi korbannya?

Berita tersebut mudah sekali diakses di media dengan kata kunci kasus seksual terkini. Kondisi ini bisa dikatakan sudah darurat dan harus segera dilakukan pencegahan. Pemerintah, institusi pendidikan, dan keluarga harus segera mengambil langkah untuk memberikan pendidikan seksual kepada anak sedini mungkin.

Mengajarkan Seksual untuk Anak

Kapan waktu yang tepat untuk mengajarkan pendidikan seksual kepada anak? Jawabannya adalah pada saat anak bertanya mengenai alat kelamin atau organ seksual atau aktivitas seksual atau fenomena sosial mengenai seks, dan apapun yang berhubungan dengan seksualitas. Lalu bagaimana cara mengajarkan anak tentang seks sejak dini? 

Sesungguhnya seks adalah hal yang alamiah bagi makhluk hidup, yang diberikan Tuhan sebagai sarana untuk berkembang biak dan meneruskan generasi.

Pada umumnya anak-anak usia dua sampai dengan delapan tahun tidak mengerti tentang seks. Bagi mereka seks seperti bermain. Mereka belum memahami konsep seks, namun tidak begitu bagi orang dewasa.

Saat terjadi kasus pelecehan seksual pada anak yang marak diberitakan media, yang dilakukan oleh predator anak, mungkin anak menganggapnya seperti bermain, namun sang predator sebagai orang yang telah mengerti, menganggapnya lebih dari bermain. Pendidikan seksual ini sudah darurat harus segera dilakukan, mengingat kasus-kasus yang terjadi, dimana tidak melapornya anak meskipun telah berkali-kali terjadi pada dirinya.

Elly risman, seorang Psikolog menjelaskan bahwa dalam membekali anak kecil mengenai seks, ajarkan kepadanya tiga macam sentuhan, yakni:

  • Sentuhan baik (dari bahu ke atas, dari lutut ke bawah)
  • Sentuhan bingung (dari bawah bahu ke atas lutut)
  • Sentuhan buruk (yang ditutup pakaian renang)         

Jika anak mengalami sentuhan bingung atau buruk, ajarkan untuk langsung teriak "Tidak" atau "Tidak boleh".

Kemudian jika anak sudah mulai bisa memahami konsep dalam menjelaskan sesuatu (biasanya di atas delapan tahun), tahap selanjutnya adalah jelaskan pemahaman yang lebih dalam. Secara berurutan, penjelasan pendidikan seksual menurut Dr. Ratna Mardiati (psikiater), yakni:

  • Jelaskan tentang fungsi anatomi dan faali tubuh
  • Penyakit menular seksual
  • Cara mencegah dan mengobati

Mengajarkan Seksual untuk Remaja

Dilansir dari Kompas.com (Untar untuk Indonesia), pendidikan seksual bagi remaja umumnya melibatkan beberapa topik penting seperti :

  • Pengenalan tubuh pada masa pubertas. Informasi mengenai apa yang harus dilakukan seorang remaja saat memasuki masa pubertas. Pembelajaran untuk mempersiapkan diri memasuki masa reproduksi atau pubertas.
  • Pengenalan alat-alat kontrasepsi
  • Menjaga kesehatan tubuh
  • Sisi negatif dari akses internet yakni konten berbau pornografi
  • Pengaruh teman dalam perilaku seksual

Mengajarkan Seksual untuk Dewasa

Ketiadaan pendidikan seks yang komprehensif di sekolah, mendorong banyak orang dewasa mengikuti kelas khusus untuk mempelajari hal-hal seputar seksualitas. Salah satu kelas pendidikan seks untuk dewasa yang diberi nama 'Pleasure 101' yang dijalankan oleh Vanessa Muradian, seorang seksolog karismatik dan juga guru yoga mengajarkan beragam topik seputar seks (news.detik.com/Australia Plus ABC). Materi yang diajarkan Muardian dalam kelasnya, yakni: 

  • Anatomi dasar
  • Pentingnya hubungan seksual yang saling menghormati
  • Cara mengkomunikasikan hasrat seksual dengan percaya diri
  • Seks bagian dari kesehatan 
  • Labiaplasty (prosedur kewanitaan)
  • Pornografi 
  • Ketidaksetaraan gender

Penutup

Pada dasarnya, pendidikan seksual mengajarkan cara hidup sehat dengan perangkat reproduksi yang dimiliki. Sementara pornografi adalah gambaran tidak sehat, seperti hubungan seks bebas,  sadomasochism (menikmati seksual dari rasa sakit), kekerasan seksual, pelecehan, incest (hubungan seksual sedarah), group sex, voyeurism (menikmati seksual dari mengintip orang tidak berbusana atau sedang melakukan seksual), exhibitionism (memperlihatkan alat kelamin secara tiba-tiba di ruang publik), bestiality (hubungan seksual antara manusia dengan hewan).

Pada prinsipnya, penjelasan yang baik mengenai seks adalah dengan menjelaskan berdasarkan sudut pandang ilmu kedokteran mengenai seks, bukan dengan hal-hal erotis tentang seks. Materi tentang seks menjadi cabul pada orang yang kendali dirinya sangat didominasi oleh aktivitas seksual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun