Mohon tunggu...
Eka Thermopoliz
Eka Thermopoliz Mohon Tunggu... -

Rabbit lover, Sometimes Photographer, Sometimes writer, and a princess Thermopoliz wanna be

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Backpacker #7 - Phillippine

5 Juli 2012   14:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:16 7085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan saya ke Filipina ini ilhami oleh buku pertama mbak Trinity, Naked Traveller. Entah kenapa saya seperti tertarik dengan kota manila dan kota-kota lain di Filipina yang menurut penggambaran mbak Trinity, sangat mirip dengan Indonesia, baik kota maupun orang-orangnya. Filipina itu terdiri dari banyak pulau. Dari hasil ngobrol dengan orang sana, katanya yang paling bagus untuk pantai adalah di el nido (puerto princessa) dan Boracay island. Dua tempat itu membutuhkan perjalanan lagi dengan penerbangan lokal. Kalo el nido berada di pulau Palawan, maka pulau Boracay lebih ke arah selatan lagi dari Manila dan Pulau Luzon. Karena saya tidak persiapan untuk itu, jadinya hanya menjelajahi pulau Luzon dari Manila hingga ke utara, ke arah Pagudbud, provinsi Ilocos Norte. Kota manila sendiri terdiri dari banyak bangunan tua yang sangat menarik untuk dikunjungi. Seperti gereja, museum, dan benteng peninggalan masa lalu. Sebuah daerah ditengah kota yang bernama Intramuros, merupakan kompleks kota tua di manila yang terintegrasi dan berada dalam satu kawasan yang luas. Ada Santiago Fort, National Museum of Manila, gereja tertua Saint Agustin, Manila Cathedral, dan lain sebagainya. Berjalan jalan disekitar tempat ini juga cukup menarik dan terdapat banyak objek untuk hunting foto. Di Filipina itu kebanyakan penduduknya kristen. Jadi jangankan mesjid, warung makan yang 100% halal juga jarang. Bagi yang muslim, harus rajin bertanya sebelum memesan makanan untuk memastikan tidak adanya babi (pork). Penduduk lokal, terutama yang didaerah, sama sekali tidak mengerti bahasa inggris dan mereka hanya bisa bahasa tagalog, bahasa asli Filipina. Sementara itu, masyarakat yang terpelajar biasanya bisa berbahasa inggris karena mereka diwajibkan belajar bahasa tersebut dari bangku Sekolah Dasar sebagai dampak negara bekas jajahan portugis. Bahasa inggrisnya pun dengan logat tagalog dan biasa disebut Tag-lis. Yang agak menyusahkan disini, karena orang Indonesia itu berasal dari ras yang sama dengan penduduk asli Filipina, mereka sering salah mengira kita adalah orang Filipina asli dan diajak ngobrol bahasa lokal. Harus sering-sering bilang "i cant speak tagalog" atau "sorry, english please" sambil menyunggingkan senyum yang lebar :D. Tim backpack kali ini anggotanya cukup random. Kebetulan ada promo cebu airlines dari Manila ke berbagai negara termasuk Jakarta dan Seoul. Untuk tiket PP Jkt - Manila saya hanya perlu membayar 250rb rupiah. Dari total 9 orang, 3 orang hanya transit di Manila untuk meneruskan perjalanan ke Korea. 2 orang sudah memesan tiket ke Laoag, Vigan, dengan penerbangan lokal ke utara pulau Luzon. 1 orang sudah ada janji dengan host homestay di Manila, dan 1 orang lagi akan lanjut ke boracay. Saya dan seorang teman berencana untuk explore Luzon dari utara ke selatan, dari pagudbud hingga tagaytay, jalur darat! Pagudbud berada di area Ilocos Norte, semacam provinsi di Utara pulau Luzon. Disini ada peraturan yang ketat tentang kebersihan dan kerapihan kota, termasuk untuk tidak membuang sampah sembarangan. Yang buang sampah akan kena denda yang cukup besar. Hal ini dikarenakan kesadaran penduduknya bahwa turisme adalah sebuah mata pencarian andalan bagi mereka yang harus dipertahankan. Suasana disini cukup damai, tenang, dan rilex. Tidak ada ketergesaan dan keterburuan seperti halnya dikota besar. Untuk menyokong perekonomian, makanya mereka mengembangkan turisme dan usaha perdagangan souvenir. Sebut saja Vigan, yang terkenal sebagai kota tua dengan berbagai bangunan masa penjajahan, lengkap dengan angkutan seperti pedati yang dinamai calesa. Selain itu ada Batad, daerah yang terkenal dengan rice terrace, atau sawah yang berjenjang jenjang yang telah dibangun sejak 2000 tahun lalu. Tempat ini bahkan termasuk kawasan heritage dalam list UNESCO. Saya dan teman saya naik bus malam ke Pagudbud. Perjalanan selama hampir 12 jam benar-benar membuat pantat pegal. Sesampai dipagudbud, suasana sangat sepi. Sepertinya sedang low season dan turis asing hanya kami berdua. Sebuah becak motor mendekat, namanya Mr. Ferdinand, dia menawarkan tour lengkap ke utara dan selatan ilocos norte, yang mencakup sekitar 10 objek wisata. Semuanya hanya perlu membayar 1000 peso atau sekitar 20 dollar untuk berdua. Pagi itu hujan, sehingga kami memutuskan untuk sarapan dulu diwarung dekat penghentian bus. Sayangnya, ternyata orang Filipina ada juga yang licik. Sarapan biasa banget a.k.a pop mie dan teh, dipatok harga yang mungkin nyampe 2x lipat. Teman saya sempat numpang cas kamera sebentar juga disuruh bayar. Itu adalah komedi pagi terlucu yang kami alami. Sepanjang hari menyesali kebodohan karena tidak bertanya dulu sebelum makan.

Setelah hujan mereda, kami memulai perjalanan, pertama ke Bangui windmills, kincir angin di daerah Bangui. Sangaat besar. Katanya digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik. Letaknya pun dipinggir pantai. Banyak yang menjual miniatur windmills dan kalung ataupun gelang lucu lucu. Pantainya berpasir coklat, sehingga tidak begitu menarik untuk bermain. Kami lanjut ke Cafe Bojeador lighthouse. Sebuah mercu suar yang sudah tidak berfungsi namun tetap menawarkan pemandangan yang sangat menarik, jauh ke laut lepas. Angin disini sangat kencang mengingat posisi mercu suar ini memang ditempat yang paling tinggi.
Tour utara ini memang lebih banyak pantai dan area konservasi. Ada kabigan waterfalls yang membutuhkan  jalan kaki sejauh 2 km. Kemudian ada  Patapat viaduct, yang terlihat seperti jalanan bebas hambatan dengan view yang super menakjubkan. Langit cerah, matahari bersinar terik, dan dihiasi dengan laut biru jernih dan bersih. Sopir becak kami pun berhenti ditengah jalan dan membiarkan kami menikmati view sambil berfoto dan bermandi matahari. Teman saya sampai memakai kapucong untuk menutupi kulit muka.
Tak kalah menarik adalah sebuah tempat rekreasi yang bernama Agua Grande. Ketika musim liburan, tempat ini akan sangat ramai oleh keluarga-keluarga yang piknik dan bermain. Karena kami datang saat low season, jadilah kami pengunjung satu-satunya. Penjaganya saja baru muncul ketika kami mau keluar, kirain gratis ternyata tetap harus bayar :P. Biayanya 50 peso per orang. Cukup murah sih.
Belum sah kalo belum ke pantai. Akhirnya kami berhenti disebuah pantai pasir putih yang, kalo menurut saya pribadi, sangat setipe dengan Nusa Dua yang di Bali. Namanya blue sea lagoon. Memang terlihat seperti laguna dengan air yang tenang, pasir putih, laut biru dan resort mewah diberbagai sisi. Terdapat juga beberapa kapal nelayan yang bersiap untuk turun kelaut. Menyenangkan sekali, walaupun matahari bersinar terik, sambil duduk dipantai dan memainkan pasir dikaki sekaligus memanjakan mata dengan pemandangan yang menenangkan dan iringan suara gemericik ombak. Malam itu juga kami kembali ke Manila, dengan bus malam dan memanfaatkan waktu tidur di bus (sekalian menghemat biaya hostel). Pagi-pagi, sesampai di Manila, numpang bersih-bersih di pull bus, dan sarapan di Mc Donalds, kami sepakat untuk melanjutkan perjalanan menuju selatan pulau Luzon, tepatnya ke Tagaytay, yang terkenal sebagai daerah adem, seperti puncaknya bogor, dan disana terdapat sebuah danau dengan gunung aktif ditengahnya, Taal Volcano.
Dari Manila kita naik bus ke tagaytay, baru melanjutkan perjalanan ke danau Taal, lanjut menyeberang ke kawasan gunung yang berada ditengahnya. Semacam danau Toba dan pulau Samosir. Cukup mahal sih, karena harus sewa boat pulang pergi, kemudian bayar permit untuk masuk pulau dan sewa guide. Mereka juga agak memaksa kami menyewa kuda untuk mendaki menuju mulut kawah. Namun karena kocek yang menipis, kamipun ngeles dan bilang pengen olah raga dan berjalan kaki. Selain itu, salah satu teman yang bergabung ke tagaytay ini juga takut kuda. Jadilah kami bertiga berjalan kaki naik naik ke puncak gunung. Lumayan, 4o menit satu arah, silahkan dikalikan dua untuk pulang pergi. Tapi yaa..view yang disajikan cukup membayar semua usaha tersebut. Ketika hampir mencapai puncak gunung, pemandangan ke arah lingkar luar sungguh menakjubkan. Danau Taal dengan background kota tagaytay yang tampak seperti miniatur. Kamipun berfoto dulu sambil melepas lelah. Dan sesampai dipuncak, kawah Taal Volcano juga tak kalah menakjubkan. Beberapa bagian batu yang berada dimulut kawah bahkan masih mengeluarkan asap panas berbau belerang.
Sebuah pengalaman yang menarik dari perjalanan kali ini adalah, bahwa kita menginap (homestay) di apartemen seorang Filipina asli. Orangnya sangat baik dan supel. Dia juga seorang traveller dan telah mengunjungi 17 negara. Disinilah baru kami menikmat tidur nyenyak dan mandi bersih setelah beberapa hari tidur dan berberes ala kadarnya. Hari terakhir di Filipina itu kami nikmati dengan mengunjungi Makati, yang sangat mirip dengan Jakarta (setiap sudut ada mall), dan mencari oleh-oleh (lagi-lagi ke mall) yang sejenis ITC dan memberikan harga miring. Di airport, tim backpacker kembali bertemu untuk bersama sama kembali ke Jakarta. Masing-masing menceritakan pengalamannya, dan yah, senang rasanya bisa ngobrol bebas lagi dengan bahasa Indonesia. 3 orang yang melanglang di Korea baru akan kembali 3 hari kemudian. Kamipun menunggu cerita mereka :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun