Perjalanan saya ke Filipina ini ilhami oleh buku pertama mbak Trinity, Naked Traveller. Entah kenapa saya seperti tertarik dengan kota manila dan kota-kota lain di Filipina yang menurut penggambaran mbak Trinity, sangat mirip dengan Indonesia, baik kota maupun orang-orangnya. Filipina itu terdiri dari banyak pulau. Dari hasil ngobrol dengan orang sana, katanya yang paling bagus untuk pantai adalah di el nido (puerto princessa) dan Boracay island. Dua tempat itu membutuhkan perjalanan lagi dengan penerbangan lokal. Kalo el nido berada di pulau Palawan, maka pulau Boracay lebih ke arah selatan lagi dari Manila dan Pulau Luzon. Karena saya tidak persiapan untuk itu, jadinya hanya menjelajahi pulau Luzon dari Manila hingga ke utara, ke arah Pagudbud, provinsi Ilocos Norte. Kota manila sendiri terdiri dari banyak bangunan tua yang sangat menarik untuk dikunjungi. Seperti gereja, museum, dan benteng peninggalan masa lalu. Sebuah daerah ditengah kota yang bernama Intramuros, merupakan kompleks kota tua di manila yang terintegrasi dan berada dalam satu kawasan yang luas. Ada Santiago Fort, National Museum of Manila, gereja tertua Saint Agustin, Manila Cathedral, dan lain sebagainya. Berjalan jalan disekitar tempat ini juga cukup menarik dan terdapat banyak objek untuk hunting foto. Di Filipina itu kebanyakan penduduknya kristen. Jadi jangankan mesjid, warung makan yang 100% halal juga jarang. Bagi yang muslim, harus rajin bertanya sebelum memesan makanan untuk memastikan tidak adanya babi (pork). Penduduk lokal, terutama yang didaerah, sama sekali tidak mengerti bahasa inggris dan mereka hanya bisa bahasa tagalog, bahasa asli Filipina. Sementara itu, masyarakat yang terpelajar biasanya bisa berbahasa inggris karena mereka diwajibkan belajar bahasa tersebut dari bangku Sekolah Dasar sebagai dampak negara bekas jajahan portugis. Bahasa inggrisnya pun dengan logat tagalog dan biasa disebut Tag-lis. Yang agak menyusahkan disini, karena orang Indonesia itu berasal dari ras yang sama dengan penduduk asli Filipina, mereka sering salah mengira kita adalah orang Filipina asli dan diajak ngobrol bahasa lokal. Harus sering-sering bilang "i cant speak tagalog" atau "sorry, english please" sambil menyunggingkan senyum yang lebar :D. Tim backpack kali ini anggotanya cukup random. Kebetulan ada promo cebu airlines dari Manila ke berbagai negara termasuk Jakarta dan Seoul. Untuk tiket PP Jkt - Manila saya hanya perlu membayar 250rb rupiah. Dari total 9 orang, 3 orang hanya transit di Manila untuk meneruskan perjalanan ke Korea. 2 orang sudah memesan tiket ke Laoag, Vigan, dengan penerbangan lokal ke utara pulau Luzon. 1 orang sudah ada janji dengan host homestay di Manila, dan 1 orang lagi akan lanjut ke boracay. Saya dan seorang teman berencana untuk explore Luzon dari utara ke selatan, dari pagudbud hingga tagaytay, jalur darat! Pagudbud berada di area Ilocos Norte, semacam provinsi di Utara pulau Luzon. Disini ada peraturan yang ketat tentang kebersihan dan kerapihan kota, termasuk untuk tidak membuang sampah sembarangan. Yang buang sampah akan kena denda yang cukup besar. Hal ini dikarenakan kesadaran penduduknya bahwa turisme adalah sebuah mata pencarian andalan bagi mereka yang harus dipertahankan. Suasana disini cukup damai, tenang, dan rilex. Tidak ada ketergesaan dan keterburuan seperti halnya dikota besar. Untuk menyokong perekonomian, makanya mereka mengembangkan turisme dan usaha perdagangan souvenir. Sebut saja Vigan, yang terkenal sebagai kota tua dengan berbagai bangunan masa penjajahan, lengkap dengan angkutan seperti pedati yang dinamai calesa. Selain itu ada Batad, daerah yang terkenal dengan rice terrace, atau sawah yang berjenjang jenjang yang telah dibangun sejak 2000 tahun lalu. Tempat ini bahkan termasuk kawasan heritage dalam list UNESCO. Saya dan teman saya naik bus malam ke Pagudbud. Perjalanan selama hampir 12 jam benar-benar membuat pantat pegal. Sesampai dipagudbud, suasana sangat sepi. Sepertinya sedang low season dan turis asing hanya kami berdua. Sebuah becak motor mendekat, namanya Mr. Ferdinand, dia menawarkan tour lengkap ke utara dan selatan ilocos norte, yang mencakup sekitar 10 objek wisata. Semuanya hanya perlu membayar 1000 peso atau sekitar 20 dollar untuk berdua. Pagi itu hujan, sehingga kami memutuskan untuk sarapan dulu diwarung dekat penghentian bus. Sayangnya, ternyata orang Filipina ada juga yang licik. Sarapan biasa banget a.k.a pop mie dan teh, dipatok harga yang mungkin nyampe 2x lipat. Teman saya sempat numpang cas kamera sebentar juga disuruh bayar. Itu adalah komedi pagi terlucu yang kami alami. Sepanjang hari menyesali kebodohan karena tidak bertanya dulu sebelum makan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H