Akhir-akhir ini marak terjadi berbagai tindak pidana dalam bidang pemerintahan Indonesia ini. Bahkan sebenarnya banyak pejabat pemerintahan yang tersangkut dengan kasus korupsi dan juga narkoba. Bukankah seharusnya pemerintah itu menjaga dan melindungi rakyatnya dari segala hal yang bertentangan dengan nilai Pancasila? Bukankah seharusnya pemerintah membuat negara Indonesia menjadi negara yang lebih baik? Tetapi kenapa semuanya menjadi semakin runyam dan tidak teratur? Bahkan pejabat yang mencoba membantu pemerintahan di negeri ini menjadi baik malah dicaci maki dan difitnah. Apa jadinya negara ini bila masyarakat sendiri tidak dapat membuka pikirannya dan hanya memiliki pengetahuan yang sempit.
Tidak hanya pejabat pemerintah yang bermasalah tetapi juga oknum aktris Indonesia yang akhir-akhir ini sedang booming di kalangan masyarakat Indonesia. Karena aktris tersebut selain di cap sebagai "pelakor", Â juga pernah tertangkap polisi sebab terlibat kasus narkoba 2 kali sebelumnya saat aktris tersebut masih dibawah umur. Semua hal atau bahan yang bersangkut paut dengan kasus-kasus ini akan dikumpulkan menjadi satu lalu menjadi sebuah berita yang akan menjadi konsumsi masyarakat.
Oleh karena itu, baik apabila kita dapat lebih sering-sering membaca koran atau menonton televisi. Tidak ada salahnya bukan untuk lebih up to date mengenai hal yang terjadi di sekitar kita? Di samping itu, banyak juga resiko dan bahaya menjadi seorang wartawan, bahkan dapat berisiko kematian apabila berita yang kita beritakan merupakan kasus kejahatan tingkat tinggi. Pasti kalangan atas yang bersangkutan akan berusaha untuk mencegah para wartawan menyebarkan berita kasus mereka di kalangan masyarakat. Untuk melindungi hak pers beserta orang-orang di dalamnya, pemerintah membuat peraturan mengenai kebebasan pers di Indonesia.
Dalam bahasa inggris kebebasan pers disebut dengan freedom of the press yang diartikan sebagai hak yang diberikan oleh konstitusional atau perlindungan hukum yang berkaitan dengan media dan bahan-bahan yang dipublikasikan seperti menyebarluaskan, pencetakan dan penerbitkan surat kabar, majalah, buku atau dalam material lainnya tanpa adanya campur tangan atau perlakuan sensor dari pemerintah.
Kebebasan pers merupakan perwujudan dari kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebesan untuk menceritakan suatu peristiwa. Atau, kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan pikiran, dengan cara menyampaikan suatu informasi kepada massa, dalam semua kondisi. Kode etik jurnalistik mendefinisikan kebebasan pers sebagai kebebasan seseorang untuk menulis apa yang dia mau dan menyebarluaskannya melalui Koran, buku, atau media cetak lain, untuk dikonsumsi secara umum.
Jika mengikuti jalan fikiran Karl Kraus, maka kebebasan per situ tidak boleh dibatasi oleh wilayah kekuasaan Negara, Pers bebas melintasi batas kedaulatan Negara tanpa hambatan politik, ekonomi, social, budaya dan system hukum. Di Indonesia selain diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, kemerdekaan pers juga telah menjadi Hak Asasi Manusia yang diakui dan diatur dalam konstitusi[14]
Jika mengikuti pola fikir Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, maka kemerdekaan/kebebasan pers merupakan hak asasi warga Negara yang merupakan perwujudan dari kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Selain itu kemerdekaan pers merupakan pilar demokrasi ke-4 setelah eksekutif, legislative dan yudikatif. Karenanya kebebasan per menjadi salah satu alat ukur untuk melihat kualitas dari demokrasi.
Dalam menjalankan kebebasan pers bukan berarti tanpa batas, keberadaan Undang-Undang Pers menjadi salah satu rambu-rambu bagi pelaksanaan kemerdekaan pers itu sendiri, selain itu lapisan kedua dari batasan kebebasan pers itu adalah kode etik jurnalistik. Dengan demikian jelaslah sebenarnya batasan dalam memaknai kemerdekaan/kebebasan pers di Indonesia.
Pelaksanaan kebebasan perspun tidak dapat dipisahkan dari tanggungjawab pers kepada masyarakat. Untuk mempertegas tanggung jawab pers tersebut, maka pada tahun 1949 commission on the freedom of the press yang diketuai oleh Robert Hutchins, mengajukan 5 (lima) persyaratan, yaitu:[15]
1. Â Â Â Media harus menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas dalam konteks yang memberikannya makna;
2. Â Â Â Media harus berfungsi sebagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik;