Mohon tunggu...
Theresya Mamangkey
Theresya Mamangkey Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Bhayangkara Jakarta Raya

Saya Lahir di Bekasi, pada tanggal 01 Oktober 2004. Sekarang saya tinggal di Kota Bekasi. Saya Berkuliah di Universitas Bhayangkara Jakarta Raya Jurusan Ilmu Komunikasi. Saya memiliki hobi membaca buku dan suka mencoba hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam Konteks Demokrasi di Indonesia: Tantangan dan Prospek ke Depan

7 Juli 2024   12:26 Diperbarui: 7 Juli 2024   12:26 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Metode Penelitian Unutuk makalah ini, Peneliti menggunakan Pendekatan Analisis Kebijakan. Dengan pengumpulan data secara mendalam dan observasi. Dengan melakukan analisis kebijakan secara mendalam dan lengkap, peneliti dapat mengidentifikasi masalah-masalah dalam perlindungan HAM di Indonesia, mengevalusasi kebijakan-kebijakan yang ada. Dan merumuskan rekomendasi konkret dan berkelanjutan
Dengan memperhatikan beberapa rincian mulai dari:
a). Identifikasi Kebijakan yang Relevan: Analisis Kebijakan dimulai dengan mengidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan HAM di Indonesia, termasuk Undang-undang, regulasi, dan keputusan pemerintah yang relevan.
b). Evaluasi Implementasi Kebijakan: Selanjutnya adalah mengevaluasi sejauh mana kebijakan-kebijakan tersebut diimplementasikan dalam praktek Perlindungan Ham melalui Demokrasi ini. Yang juga melibatkan penelitian terhadap efektivitas, konsistensi, dan kesesuaian kebijakan dengan standar HAM internasional dan kebutuhan masyarakat Indonesia.
c). Analisis Terhadap Faktor-faktor Penghambat: Dilakukan analisis terhadap faktor-faktor yang menghambat implementasi kebijakan perlindungan HAM.
d). Studi Kasus Pelanggaran HAM: Analisis kasus-kasus konkret pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, termasuk konteks, penyebab dan respons pemerintah terhadap pelanggran tersebut.

Demokrasi dan Hak Asasi Manusia di Indonesia

Demokrasi berasal dari bahasa Yunani "Demokratia" yang berarti kekuasaan Rakyat. Demokrasi berasal dari kata "Demos" dan "Kratos". Demos yang memiliki Arti rakyat dan Kratos yang memiliki arti kekuasaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Demokrasi adalah gagasan atau pandangan hidup yang Mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua Warga negara.
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang diberikan kepada setiap manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang tidak dapat diragukan lagi eksistensinya. Hakhak tersebut melekat pada manusia sejak lahir karena mereka diciptakan sebagai makhluk Tuhan. Setiap individu memiliki martabat dan derajat yang sama. Manusia pada masa lalu menindas satu sama lain karena tidak mengakui derajat manusia yang berbeda. Penjajahan antara negara adalah contoh yang paling jelas. Kaum kolonialisme menjajah Indonesia dengan sangat tidak berperikemanusiaan, menindas, dan menyengsarakan rakyatnya. Oleh karena itu, hak asasi manusia terus diperjuangkan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah yang harus dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap individu demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Prinsip perlindungan hukum termasuk prinsip pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Di Indonesia, istilah "hak asasi manusia" sering dibandingkan dengan "hak-hak alam" atau "hak dasar manusia".
Menurut Philipus M Hadjon, di dalam hak (Rights), terkandung suatu tuntutan (Claim). Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26

Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, hak asasi manusia adalah hak yang terkait dengan hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan harus dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan dan perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dalam buku Komunikasi Politik, Media dan Demokrasi, Menjelaskan Secara teoretis, tingkat partisipasi politik suatu negara akan dipengaruhi oleh tingkat demokrasinya. Demokrasi tidak akan mengharapkan warga negara untuk tidak melakukan apa pun selain berpartisipasi politik. Itu adalah teori rasionalitas aktivis (Almond Colleman, 1960). Semakin banyak warga negara yang terlibat secara aktif dalam proses politik, semakin baik demokrasi sebuah negara. Sejarahnya dimulai pada awal tahun 60-an dengan partisipasi politik yang sukses di beberapa negara yang mulai mengalami proses demokrasi. Pemerintah dan politisi serta publik dan warga negara selalu mengadakan pertemuan dan kampanye yang bersifat terbuka dan memberikan akses kepada khalayak yang akan terlibat dalam kegiatan kampanye. Model in yang disebut dengan "konvensi" yang digunakan untuk memberikan ruang terbuka bagi warga negara yang akan ter-libat dalam proses pemilihan politik. Pada akhir tahun 1960-an dan awal 1970-an, semakin tumbuhlah gerakan kelompok komunitas dan warga negara secara individual yang terlibat dalam partisipasi politik yang lebih diwakili oleh opini publik dan kepentingan publik yang muncul. Opini publik kemudian menjadi "institusi" yang terlibat dalam partisipasi politik. (Eko Hidayat, 2016).

Tantangan Utama

Di Indonesia, perlindungan HAM berkelanjutan sering kali dihadapkan pada tantangan-tantangan yang kompleks. Salah satunya adalah masalah kebebasan berekspresi dan pers. Meskipun Indonesia memiliki undang-undang yang melindungi kebebasan pers, tetapi masih sering terjadi intimidasi, penangkapan, dan tindakan represif terhadap wartawan, aktivis, dan kelompok masyarakat sipil lainnya yang berani menyuarakan pendapat mereka. Selain itu, isu ketimpangan akses terhadap keadilan juga menjadi tantangan serius. Meskipun ada lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan hukum dan keadilan, namun masih banyak masyarakat yang tidak memiliki akses yang sama terhadap sistem hukum, terutama mereka yang berasal dari golongan ekonomi lemah atau minoritas.

Tantangan lainnya adalah perlindungan HAM yaitu:
1. Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi tantangan serius dalam perlindungan HAM di Indonesia. Meskipun telah ada upaya legislasi dan program- program pemerintah untuk melawan kekerasan gender, namun tingkat insiden kekerasan terhadap perempuan tetap tinggi. Kekerasan ini dapat berupa pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, perdagangan manusia, dan praktik-praktik lain yang merugikan perempuan secara fisik, psikologis, dan sosial.
2. Diskriminasi juga menjadi masalah utama dalam perlindungan HAM di Indonesia, terutama terhadap minoritas etnis, agama, dan kelompok lainnya. Diskriminasi ini tercermin dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari akses terhadap pendidikan, pekerjaan, hingga sistem hukum. Minoritas sering kali mengalami perlakuan tidak adil dan terbatasnya hak-hak mereka dalam berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan sosial dan politik.
3. Pembatasan sipil terutama terkait dengan kebebasan beragama dan kepercayaan. Meskipun Indonesia mengakui kebebasan beragama dalam konstitusi, namun masih terjadi kasus-kasus pembatasan terhadap praktik keagamaan bagi kelompok-kelompok agama minoritas. Pembatasan ini dapat berupa regulasi yang membatasi pembangunan tempat ibadah, kebijakan yang memaksa identitas agama pada dokumen resmi, hingga intimidasi dan kekerasan terhadap umat beragama yang berbeda keyakinan.
Dengan demikian, untuk mencapai perlindungan HAM yang lebih efektif, Indonesia perlu terus mengatasi tantangan-tantangan ini dengan upaya-upaya nyata dalam memperkuat demokrasi, memperbaiki sistem keadilan, dan mempromosikan perdamaian serta rekonsiliasi di seluruh wilayah.

Analisis Faktor-faktor

Faktor-faktor yang memengaruhi perlindungan HAM di Indonesia meliputi kebijakan publik, budaya politik, dan kepatuhan terhadap hukum,
Pertama, kebijakan publik yang kurang progresif atau implementasi yang lemah dapat menjadi hambatan bagi perlindungan HAM. Meskipun ada undang-undang dan kebijakan yang bertujuan untuk melindungi HAM, namun terkadang implementasinya

tidak efektif karena kendala birokrasi, kurangnya sumber daya, atau bahkan kepentingan politik tertentu.
Kedua, budaya politik yang otoriter atau tidak inklusif juga dapat menghambat perlindungan HAM. Ketika kekuasaan terkonsentrasi pada elit politik atau kelompok tertentu, maka ada risiko bahwa kebebasan berekspresi, hak asasi, dan partisipasi politik masyarakat sipil akan terbatas.
Terakhir, tingkat kepatuhan terhadap hukum juga memainkan peran penting dalam perlindungan HAM. Ketika aparat penegak hukum tidak bertindak secara adil atau ketika aturan hukum tidak ditegakkan secara konsisten, maka hak-hak individu rentan terancam. Selain itu, ketidakpatuhan terhadap hukum juga dapat mendorong sikap impunity dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum secara keseluruhan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan perlindungan HAM, perlu ada upaya untuk memperbaiki kebijakan publik, membangun budaya politik yang inklusif, dan memastikan kepatuhan yang konsisten terhadap hukum dan standar HAM internasional.

Proyeksi Kedepan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun