Saya hidup di antara tiga lelaki di rumahku, suami dan dua anak. Sebuah potensi yang kuat untuk diriku menyaksikan, mengisap, kepulan asap dari sebatang atau berbatang-batang rokok.
Ketika usia muda, suamiku tak bisa lepas dengan batang berasap itu. Pada saat bekerja, memang rokok bisa ia tinggalkan. Namun jika pekerjaan sudah selesai, ia akan memegang sebatang rokok, mengisapnya, membuang puntungnya, kemudian mengambilnya lagi. Jika ada orang termasuk diriku menyarankan untuk mengurangi rokok dengan senang hati ia melakukannya, dengan cara mengambil satu persatu rokok dari bungkusnya, menyulutnya dan mengisapnya. Itulah cara mengurangi rokok menurut versi dia.
Pada waktu anak-anak sudah bersekolah di SD, anakku yang sering mengingatkan bapaknya untuk berhenti merokok. Namun, itu bukanlah hal yang perlu dipatuhi menurutnya. Anakku yang mulai belajar menulis puisi, membuatkan sebuah puisi tentang bahayanya merokok kemudian ditempelkan di dinding, tetapi tetap juga tidak ada manfaatnya.
Hingga suatu ketika semuanya berubah. Waktu itu menjelang hari raya Paskah. Ada waktu di mana kami menjalani masa pantang dan puasa. Kami sekeluarga menentukan sendiri tentang apa yang mau dipantang. Suamiku memilih untuk pantang merokok. Artinya dia tidak akan merokok sepanjang masa puasa itu. Maka dijalanilah niat itu.
Ia melakukan selama empat puluh hari sebelum hari raya Paskah. Perjuangan itu mungkin sangat berat bagi perokok yang biasa setiap harinya mengisap berkali-kali. Entah bagaimana ternyata dia berhasil melampaui waktu yang ia tetapkan sendiri. Niat yang kuat yang tumbuh dari dalam diri sendiri merupakan motivasi utamanya.
Setelah Paskah, saya pikir kebiasaan merokok itu akan kembali. Akan tetapi, ternyata tidak. Tidak merokok ia lanjutkan setiap hari sepanjang bulan dan tahun. Sampai saat ini suamiku sudah dua puluh tahun tidak merokok atas kemauan sendiri.
Berhenti dari kebiasaan merokok memang memerlukan niat dan tekad yang bulat, yang keluar dari dalam diri sanubari, tanpa tekanan dan tanpa paksaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H