Mereka berlari kecil, melompat dan kemudian menghilang di balik rerimbunan hutan.
Perjalanan masih berlanjut. Kali ini saya dan rombongan harus menapaki anak tangga yang dibangun dari semen dan ada juga yang merupakan tumpukan batu-batu.Â
Jalan semakin menanjak. Saya harus melewati banyak tangga. Jika ada yang landai, tidak memerlukan banyak tenaga. Akan tetapi jika tangga itu cukup tinggi, saya harus mengeluarkan tenaga ekstra.
 Akhirnya tepat di tangga ke-359 saya menemukan sebuah tulisan penunjuk makam di tembok batu besar dan tinggi.
Itulah tempat yang sudah lama ingin saya lihat, makam Siti Nurbaya. Namun, belum nampak jelas bentuk makamnya.Â
Ada sebuah lubang yang harus saya lewati untuk sampai ke makam yang sebenarnya. Lubang itu di kiri kanan dan atasnya adalah batu.Â
Saya harus menunduk agar kepala tidak terantuk batu. Setelah itu ada jalan menurun dengan dilengkapi oleh tangga yang sempit.Â
Dari tangga itulah makam Siti Nurbaya dengan nisan berwarna putih itu terlihat. Saya tak berani mendekat, tempatnya curam, tidak terawat, sehingga ada bermacam bau yang mengganggu hidung.
Oh, lega. Akhirnya saya bisa melihat makam Siti Nurbaya. Terlepas itu nyata atau tidak, namun saya bisa melihat makam tersebut meskipun harus menempuh jalan panjang dan terjal.
Makam Siti Nurbaya ini rupanya bukan tepat di puncak Gunung Padang. Masih ada 90 anak tangga lagi yang harus dilalui untuk sampai di puncak.Â
Di sanalah mata bisa melihat keindahan laut dari atas gunung. Laut dan gunung yang menyimpan banyak cerita, salah satunya adalah makam Siti Nurbaya.