"Aku ingin jadi koruptor, Ma!"
"Apa?"
"Aku ingin jadi koruptor!'
"Apa kau bilang, anakku?"
"Mama yang cantik, aku mau jadi koruptor!"
Wanita muda yang dipanggil Mama itu mendelik mendengar kata-kata anaknya. Tak pernah terbersit di benaknya akan mendengar kata-kata itu. Dalam angannya ia akan memiliki anak yang bercita-cita tinggi. Setinggi dan seindah bintang di langit.
Banyak skeali pekerjaan mulia yang pantas untuk dicita-citakan.
- Menjadi guru, yang selalu siap sedia membimbing dan menyiapkan generasi penerus bangsa.
- Menjadi karyawan, yang selalu berkarya dengan pakaian rapi.
- Menjadi wirausaha, yang bisa memberi lapangan kerja kepada banyak orang.
- Menjadi konglomerat, yang punya penghasilan berlebih sehingga bisa menolong orang banyak
- Menjadi artis, yang selalu tampil cantik dengan gaji yang besar, bisa berbagi harta dengan rakyat kecil.
Pokoknya anak semata wayang itu harus menjadi orang yang berhasil. Ia harus lebih daripada dirinya yang hanya lulusan SMA. Ia harus pintar, lebih mapan, lebih berhasil, lebih terhormat.
Mendengar kata-kata dari anaknya tadi sore, hati wanita itu mulai gamang. Dari mana anaknya mendapatkan cita-cita yang aneh sedunia ini. Apa yang membuatnya punya keinginan tersebut. Mana ada orang tua yang mengizinkan anaknya bercita-cita seperti itu.
        "Boleh enggak Ma?"
        "Apa anakku?"
        "Yang tadi, Ma?"
        "Kenapa kamu punya cita-cita yang aneh ini, Nak?" suaranya bergetar. Hatinya mulai berguncang.
        "Enggak aneh, Ma. Biasa aja."
        "Cita-cita itu mbok ya jadi guru, dokter, polisi, direktur, PNS, presiden. Nah kamu ..."
        "Itu kan dulu, Ma. Sekarang zaman sudah berbeda. Aku bisa terkenal kok, Ma. Tiap hari masuk TV. Ke mana-mana dikawal. Tidak perlu bekerja tetap bisa makan. Kalau sakit aku dibawa ke rumah sakit. Enak kan, Ma?"
        "Ya ampun anakku!"
Gadis berwajah ayu  itu mundur beberapa langkah. Tak pernah rasanya wanita yang setiap hari bersamanya itu mengeluarkan kata-kata keras. Baru sekali ini ia mendengarnya dari bibir yang penuh senyum  itu. Hari ini bagaikan singa yang siap menerkam musuhnya.
        "Kenapa Ma?"
        "Koruptor memang terkenal, bahkan viral, ke mana-mana dikawal, mau ini itu tinggal ngomong dengan pengawal, tapi tahukah kamu bahwa dirinya bikin kesal dan sebal?"
        "Terus, Ma?"
        "Hidup bukan sekedar untuk terkenal. Suksesmu tidak dari seberapa banyak uangmu, namun dari seberapa kamu meringankan beban orang lain (brilio.net). Setiap umur yang kamu punya sangat berharga."
        Gadis itu mengangguk-angguk seolah sangat memahami dan memaklumi.
        "Ma, .... "
Wanita muda itu pun tersenyum bersama tetes air matanya. Kembali angan melambung ingin menggapai bintang di langit nan jauh.
        Dua wanita beda generasi itu lambat laun hilang dari pandanganku. Televisi di depanku telah mengakhiri siarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H