Apa yang pertama kali terlintas di pikiran kita ketika mendengar kata disiplin?Â
Hukuman, konsekuensi, taat, takut atau kata yang lainnya?Â
Diane Gossen dalam bukunya yang berjudul "Restructuring School Discipline, 2001, menyatakan bahwa kata disiplin berasal dari Bahasa Latin,'disciplina', yang artinya 'belajar'. Kata 'discipline' juga berasal dari akar kata yang sama dengan 'disciple' atau artinya murid/pengikut. Diane menyatakan lebih lanjut bahwa untuk menjadi seorang murid atau pengikut, sesorang harus paham betul alasan mengapa mereka mengikuti suatu aliran atau ajaran tertentu sehingga motivasi yang terbangun adalah motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.Â
Jadi sebenarnya disiplin tidak terikat maknanya dengan hukuman atau konsekuensi apalagi rasa takut. Melainkan sebagai upaya pembelajaran itu sendiri. Lantas apa yang dapat dipelajari ? Mari kita temukan jawabannya bersama-sama.Â
Seringkali ketika kita menghadapi suatu permasalahan di sekolah yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap peraturan yang telah dibuat, kita memberikan hukuman pada murid atau konsekuensi dengan tujuan mendisiplinkan mereka. Namun, ternyata apapun bentuk hukuman dan konsekuensi tersebut tidak sejalan dengan tujuannya. Alih-alih mendisiplinkan, tindakan tersebut justru membuat murid menjadi trauma, semakin memberontak, merasa gagal, dan jauh dari tujuan itu sendiri.
Tindakan terhadap suatu pelanggaran pada umumnya memang berbentuk hukuman atau konsekuensi. Namun, dalam konsep disiplin positif, ada solusi yang lebih efektif untuk mengatasi permasalahan yaitu melalui 'restitusi'. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (ChelsomGossen, 1996).
Di bawah ini adalah ciri-ciri restitusi yang membedakannya dengan program disiplin lainnya:Â
- Restitusi bukan untuk menebus keslaahan, namun untuk belajar dari kesalahanÂ
- Restitusi memperbaiki hubungan
- Restitusi adalah tawaran, bukan paksaan
- Restitusi menuntun untuk melihat ke dalam diri
- Restitusi mencari kebutuhan dasar yang mendasari tindakanÂ
- Restitusi diri adalah cara yang paling baik
- Restitusi fokus pada karakter bukan tindakanÂ
- Restitusi menguatkanÂ
- Restitusi fokus pada solusiÂ
- Restitusi mengembalikan murid yang berbuat salah pada kelompoknyaÂ
Perhatikan tabel di bawah ini mengenai 5 posisi kontrol guru dalam menerapkan restitusi berikut ini:Â
Jika kita ingin menerapkan restitusi sebagai solusi dalam mengatasi permasalahan di sekolah, maka kita dapat mengambil peran sebagai 'manajer'.Â