Mohon tunggu...
Theresia sri rahayu
Theresia sri rahayu Mohon Tunggu... Guru - Bukan Guru Biasa

Menulis, menulis, dan menulislah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Tak Peduli] BBM Turun Lagi

5 Januari 2016   17:07 Diperbarui: 5 Januari 2016   17:07 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hanif ... Hanif ... Beberapa hari yang lalu, aku masih ingat, kau berjalan tergesa - gesa ke warung kopi ini untuk menemuiku."

Aku menunduk malu. Tatapan matanya semakin menajam. Sorot matanya yang teduh itu, menyelisik ke dalam hatiku seolah - olah bermain - main dengan kemudaanku. 

"Kau bilang waktu itu, pemerintah sudah kalah. Minta disubsidi oleh rakyat. Bahkan pemerintah akan menetapkan Dana Ketahanan Energi yang dipungut dari rakyat yang membeli BBM."

"Kau lupa Hanif ... Kau lupa tampaknya." Ia menghela nafasnya di sela - sela kegiatan meniup kopi di hadapannya.

Aku mengumpulkan segenap keberanianku, dan entah bagaimana aku memulainya, aku menjawab, "Kali ini tidak, Pak Tua, berita hari ini, pemerintah akan menurunkan tarif BBM dan produk - produk lain dari Pertamina." Besarannya pun berbeda - beda untuk BBM jenis premium dan solar, bahkan pertalite dan harga gas pun turun." Ujarku pada Pak Tua.

Kali ini, Ia menyimpan gelas kopinya di atas alas gelas dan menutupnya rapat - rapat. 

"Hanif, sebenarnya bukan aku tak peduli dengan penurunan BBM ini. Kau tahu Hanif, untuk orang - orang semacam kita, penurunan harga BBM itu tak seberapa artinya, dibandingkan penurunan harga sembako."

"Kau lihat, orang - orang di kampung ini. Hanya beberapa saja yang mempunyai kendaraan bermotor. Perkara memasak, mereka pun menggunakan kayu bakar. Lantas, apa dampaknya bila harga BBM turun ?"

Pak Tua menegakkan posisi duduknya. Lalu ia lanjut bercerita. "Hanif, ketika harga BBM naik, seperti berita yang kau beritahukan waktu itu, kita memang merasakan dampaknya. Kau tahu Hanif ?" Ia memandangku lekat - lekat.

"Si Mbok dengan tega menaikkan harga segelas kopi di warung ini. Dari yang tadinya Rp 3.000,00 menjadi Rp 5.000,00. Dan harga pisang goreng yang semula Rp 500,00 menjadi Rp 700,00."

Si Mbok melirik ke arah kami sambil tersenyum malu. Namun, Si Mbok hanya terdiam. Merasa hanya tamatan SR, Si Mbok tak mampu ikut - ikutan berdiskusi dengan kami. Yang Si Mbok pikirkan adalah anak semata wayangnya, si Tinah. Sudah belasan tahun daftar jadi TKW, tak pernah kirim uang, kirim kabar pun tak pernah. Selain itu, pekerjaannya hanyalah mengurus warung kopi miliknya yang sudah semakin reyot.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun