Berdua kami pun bersepeda, beriringan sambil berangkulan menyusuri puluhan kilometer, sampai habis keringat tercecer.
Bagi bapak, mengayuh sepeda puluhan kilometer jauhnya   adalah hal yang biasa                                Namun bagiku, tentunya ini luar biasa.                     Bapak menitipkan padaku semangat yang tak kunjung reda, diusianya yg senja
Sepenggal kisah di perjalanan kali ini, mewakili suara hati bapak yang lirih                                        dan kesedihannya itu menyeretku jauh ke dasar pengharapan Dan aku sendiri yang memutus impian - impian yang selama ini bertebaran dalam angan dan khayalan                  Â
Senyum yang mulai menghilang itu, kini tampak di sudut bibirnya. Ada terselip rasa bangganya padaku. Saat lembaran raport itu dibuka dihadapan guruku. Nilai tinggi mendulang prestasi. Mengajak jiwaku melacak keluasnya samudra ilmu. Aku bersimpuh di kaki bapakku, memohon doa restu tuk menimba ilmu lebih maju                              Â
Riuh rendah sayup - sayup ku dengar, seperti seseorang     yang pernah ku kenang ...                                suara merdu merayu melantunkan ayat suci                sinar terang putih cemerlang, menghadirkan aneka warna warniÂ
Bapak ??? Tergeletak ... tak bergerak ...                   Raport merah itu ... penuh darah                          Raport yang mengukir banyak prestasi dengan nilai tinggi    Kini hancur terkoyak                                   Seiring pilunya nyanyian hati                              Ibu pergi, bapak berpulang                  Â
Raport merah itu ditulis dengan deskripsi                  yang mengukir banyak prestasi                          bukan karena dibeli dengan gengsi, tapi ditulis dengan mimpi mimpi seorang anak negeri yatim piatu                  yang ingin meraih bintang di langit yang baru              mimpi seorang bapak tentang anaknya                  yang sorot matanya seakan berkata,Â
"Bermimpi dan bertindaklah besar, anakku sayang .. anakku malang ... walau ibu pergi dan bapak berpulang, takkan putus doa - doa kami yang boleh kau kenang"
Raport merah itu ...                                    tak bisa kutukar dengan rupiah                          saat bapak tergolek lemah dengan penyakitnya yang makin parah dan terbaring dengan pasrah                     Â
Pagi itu bapak terbangun, sorot matanya mengamati wajahku yang kusembunyikan dalam keraguan                   bapak tak ingin aku hancur dalam lamunan              memikirkan prestasi dan cita - cita sendiri                 mengayuh sepeda beriringan                          menahan rasa sakit sendirian                           ketika senyum kebanggaan ku mengembang             bapak akhirnya memilih berpulang
Bapak memang sudah berpulang, tapi semangatnya tak pernah hilang. Bapak memang tak menyisakan harta. Tapi bapak mewariskan segudang ilmu tuk anak tercinta