Mohon tunggu...
Theresia sri rahayu
Theresia sri rahayu Mohon Tunggu... Guru - Bukan Guru Biasa

Menulis, menulis, dan menulislah

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[JOKOWI] Narasi Terakhir

18 Desember 2015   22:44 Diperbarui: 18 Desember 2015   23:16 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kokok ayam jago di ujung kampung, memecah keheningan Yang sepanjang malam terisi dengan dialog di televisi mini Banyak argumen yang dilontarkan                                         Tetapi kami terduduk dalam rumah dengan keheranan       Ketika Bapak mentri berkoordinasi dengan para pejabat berdasi, yang katanya dipilih dari daerah kami                           Tapi kami tak pernah turut merasakan hasil berdemokrasi

Malam itu kami tidur dengan gelisah                                     Entah karena menahan dingin yang tak karuan,               Sambil menyepak nyamuk - nyamuk yang bernyanyian             di dekat telinga, 

Atau karena menahan lapar, akibat semalam tak dapat makan. Kata Bapak, hidup lagi susah. Kemarau yang panjang sangatlah tak bersahabat dengan kami,  lahan kering samping rumah tak lagi bisa kami tanami.                                 Yang bisa kami lakukan sehari - hari mengais rezeki di lahan orang kaya. Padahal waktu kedatangannya, dia pun sama seperti kami, tak punya apa - apa. Agaknya, yang dia punya adalah nasib yang berbeda. Buktinya, kini ia menuai di tempat ia tidak pernah menanam. Sementara jejak - jejak lumpur bercampur keringat, itulah hal yang kami ingat setiap saat

Mata kecilku mengintip di sela langit - langit berlubang,           bermain lincah menari - nari, menggapai bintang yang terang

Kupandang wajah tua bapakku, yang tertidur menahan dingin dan beban tanggung jawabnya di pundaknya.                             Kutarik selimut usang satu - satunya, peninggalan almarhumah ibu saat dipulangkan dari rantauan di negeri orang. Aku masih kecil saat itu, ketika ibu tiba - tiba pulang     tanpa bawa banyak uang, katanya kerja di negeri orang           tapi hanya namanya sendiri yang dibawa pulang                       kini baru aku tahu, ibuku lari dikejar agensi, dituduh jadi TKW tak resmi, karena uang setoran dimakan sendiri

Benarkah hidup di zaman sekarang ini susah ? 

Ahh, aku tak percaya. 

Kawanku bercerita, ada orang yang gajinya ratusan juta         entah apa pula kerjanya. Yang aku dengar dia makan gaji buta. 

Bapakku belum lagi terbangun. Padahal kokok ayam bertalu - talu. Ku goncang badannya yang makin kurus.                           Dan ku bimbing bapak duduk perlahan di atas selembar tikar alas tidur kami yang berlubang digigit tikus

Nak, kau tak tidur semalam ? Ujarnya lirih. Aku menggeleng dan tersenyum dalam diam. Bibirku bergerak perlahan,         Pak, hari ini aku ambil raport di sekolah. Bapak mengamati wajahku yang kusembunyikan dalam rasa ragu. 

Sudah lebih dari sebulan lalu, itupun seingatku  ...                   Saat aku menemukan bapak tergeletak di gundukan tanah merah yang ada di samping rumah. Tempat istirahat terakhir dari ibuku yang sudah almarhumah

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun