Mohon tunggu...
Theresia RE Manurung
Theresia RE Manurung Mohon Tunggu... Mahasiswa - A simple binoculars

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Diary

Lihat Aja Dulu, Kami Tunggu

28 Agustus 2021   07:59 Diperbarui: 28 Agustus 2021   08:18 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Setelah sekian waktu, jelas baru waktu ini yang berbeda. Dahulu, anak-anak banyak yang tidak sekolah karena ketidakmampuan orang tua, hingga timbul masalah buta huruf. Namun kini, ketika berbagai jenjang dan bidang pendidikan sudah terpacu untuk meningkat, dan berbagai generasi sedang berpacu meraih pendidikan tertinggi, justru sekolahnya yang di tutup, hingga timbul sekolah on-line. 

Model pendidikan yang cerdas, tapi belum tentu menghasilkan didikan yang berwawasan. New life, hadir menjadi kehidupan baru, yang dominan menjadikan manusia harus hidup personal. Namun, dari sini juga ditunjukkan manusia tidak mampu hidup sendiri. 

Akibatnya, perintah pemerintah yang menyatakan untuk stay at home, berjaga jarak dan lain sebaginya itu sangat sulit terwujud. Terlebih- lebih lagi permainan politik yang bergejolak, menambah sulitnya diterima masyarakat bahwa pandemic ini ada. 

Kembali ke pendidikan, yang sama hal nya dengan masyarakat yang sulit menerima kenyataan hidup sekarang. Pendidikan yang kini di lakukan dengan serba-serbi alat digital, membuat anak didik kurang memaknai pendidikannya. Proses yang dihadapi ketika menerima pendidikan, dimasa sekarang kurang dan bahkan tidak dirasakan oleh anak didik. 

Sedangkan sekalipun alat digital itu begitu cerdas, tetap saja itu tidak bisa membangkitkan ambisi belajar, atau mematahkan rasa malas seseorang. Pada akhirnya, murid atau mahasiswa tidak jelas berada di posisi pendidikan mana. 

Ketika pendidikan yang ingin dicapai begitu sulit, akan tetap berusaha dicapai dengan harapan selepasnya dari perjuangan sulit ini, akan menerima hal yang baru dan menyenangkan. Akan tetapi, realitanya perjuangan itu belum selesai, kemenangan mencapai pendidikan itu bukanlah kemenangan sesungguhnya. Dan bahkan setelah itu akan lebih menyiksa, jadi timbul lah pemikiran "mengapalah kemarin aku memilih ini?."

Ooouu...

Beginikah hidup? Berada ditengah-tengah arah yang menyakitkan, berjalan ke kanan masuk rumah sakit, berjalan kiri masuk api neraka. Kadang ditengah-tengah pun menjadi seperti lampu yang dinyalakan di hari yang cerah, serba salah. 

Jadi pendidikan yang bagaimana harus di bentuk. Hidup memang harus disyukuri, karna di tengah kesusahan ada juga enak atau keuntungan nya. Tapi apa menjadi salah untuk berharap. 

Jika ditanya lagi, siap untuk tatap muka? Dari dampak yang ditimbulkannya sekolah on-line, sebenarnya antara siap dengan tidak. Siap karena tidak kuat dengan realita sekolah on-line, namun tidak siap juga jika mengingat apa yang akan terjadi setelah udah sampai tingkat ini. 

Pada akhirnya, hidup akan berjalan dengan sendirinya. Manusia akan sibuk dengan kehidupan, tanpa sadar dengan tujuan berada ditengah-tengah kehidupan itu. Anak didik perlu pendidikan, sekolah on-line perlu jaringan internet, ketidak jelasan perlu kejelasan. Agar kata semangat tidak hanya berada dalam ketikan chat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun