Perjalanan ke Ahlen-VorhelmÂ
Pada bulan Agustus lalu, saat pameran batik di acara Indonesia Culture Festival di Frankfurt, Mbak Dr. Jofi Puspa, ketua Penyelenggara ICAF dan kolektor batik mengatakan bahwa Bulan September nanti akan ada pameran batik lagi.
Saat itu spontan saya katakan saya akan ikut membantu.
Saat itu sama sekali tidak terpikirkan bahwa pameran batik di kota Ahlen-Vorhelm bertepatan dengan hari batik Nasional di tanah air.
Kecintaan akan batik semakin membara setelah mengenal batik lebih jauh.
Karena kecintaan akan batik inilah maka kami dengan senang hati menempuh jarak 400 Kilometer untuk datang dan membantu pameran batik.
Meskipun hari Sabtu saya harus kerja sampai jam 14.00. Sepulang kerja langsung jemput Mbak Anti di rumahnya.
Hujan rintik-rintik, kami pelan-pelan melaju dari Frankfurt arah Ahlen- Vorhelm berada di Negara Bagian Nordrhein-Westfalen .Â
Mbak Jofi dan suami telah datang sejak hari Sabtu pagi. Mbak Jofi menyiapkan semuanya Sendirian. Menggelar dan memasang koleksi-koleksi batik tulisnya.
Saat kami datang hampir selesai tinggal membantu sedikit dan memasang lampu-lampu dan menyiapkan kain, malam, canting, dan kompor kecil untuk Workshop.
Perkenalan dan mulai mencintai batik
Sedikit tahu tentang batik dan mengenakan kain batik sudah dimulai sejak kecil.
Misalnya saat belajar menari di kampung kelahiran Ganjuran Bantul. Bila ada kesempatan pentas menari selalu mengenakan kain batik Parang Garudo bila pentas tari Golek Kenyo Tinembe.
Untuk perayaan di Gereja Ganjuran yang sangat Jawa itu kami anak-anak perempuan kecil penabur bunga, selalu mengenakan kebaya putih dan kain batik motif parikesit atau motif Kawung.
Ketika beranjak remaja sering diminta jadi domas atau pengiring pengantin jadi berkain panjang batik, berkebaya dan bersanggul Jawa.
Selain itu ketika masih kuliah pernah belajar paes manten. Pada saat kursus paes manten Jawa juga diperkenalkan macam-macam motif batik.
Tahun lalu Merpati e.V mengadakan kursus membatik di KJRI Frankfurt. Â Mbak Yanthi mengundang saya untuk ikut kursus batik. Tidak menimbang-nimbang lagi langsung mendaftar.
Kursus diberikan oleh mbak Dr. Jofi Puspa. Mbak Dr. Jofi, pencinta dan kolektor batik, pernah belajar batik juga di tanah air.
Wah benar-benar membuat bangga dan cinta batik semakin berkobar-kobar.
Mbak Jofi menguraikan bagaimana proses pembuatan batik tulis, Motif-motif dan filosofinya.
Wow amat menakjubkan.
Ibu Haake, penulis buku tentang batik dalam bahasa Jerman hadir juga. Ibu Haake yang usianya sudah 92 tahun itu tetap semangat menerangkan batik dan menceritakan petualangan belajar batik di Indonesia.
Jadi Mbak Jofi tertular oleh ibu Haake. Sekarang Ibu Haake, mbak Jofi menulari kami semua peserta kursus batik.
Pameran Batik
Kota Ahlen-Vorlem, merupakan kota kecil cantik. Seperti kota-kota lain di Jerman utara rumah-rumahnya pendek, dindingnya dari batu bata merah, pagarnya hampir semua berpagar tanaman hijau.Â
Kota kecil Ahlen-Vorlem berpenduduk sekitar 4000 orang.
Tempat berlangsungnya pameran batik adalah bekas menara kincir angin gaya Belanda tua.
Menara kincir angin yang dibangun tahun 1830 tersebut telah disulap sebagai tempat Heimat Verein, atau semacam organisasi pencinta budaya lokal.
Jadi acara ini merupakan acara Heimat Verein dan mengundang organisasi Merpati e.V untuk memeriahkan pesta mereka.
Pameran batik dibuka pukul 11.00. Semakin siang pengunjung semakin banyak.
Kamipun semakin sibuk. Kami bertiga, mbak Jofi, mbak Anti dan saya sibuk menerangkan dan menjelaskan pertanyaan-pertanyaan pengunjung dan membantu mempraktikan bagaimana membatikÂ
Selain pameran batik, diadakan juga Workshop membatik.
Jadi pengunjung selain menikmati, mengagumi kain-kain batik tulis koleksi ibu Jofi, pengunjung boleh ikut mencoba membatik.
Mbak Anti juga telah menyiapkan gending-gending Jawa yang lembut dalam ruang pameran.
Hemmm bau malam panas untuk membatik, gending Jawa dari Kebogiro dan gending lain menambah suasana pameran serasa di tanah air.
Suasana yang mengingatkan saat-saat mantenan di Jawa.
Wah tidak menyangka pengunjung pameran banyak dan banyak juga yang tertarik ikut Workshop batik.
Mereka antusias mendengarkan dan mengagumi penjelasan kami tentang proses pembuatan kain batik. Baik itu batik tulis, maupun batik cap.
Banyak dari mereka tertarik untuk ke Indonesia atau bahkan pernah ke Indonesia.
Amat menyenangkan menceritakan bagaimana dari sepotong kain katun putih menjadi kain batik cantik.
Menceritakan motif-motif batik, artinya dan dari mana.Â
Misalnya motif batik Parang, motif batik Sidomukti, Sidoluhur dan lain sebagainya.
Mengapa batik Surakarta berlatar belakang warna coklat Sogan dan batik Yogyakarta berlatar belakang putih.
Mengapa batik-batik pesisiran kaya warna dan motif-motif Naga, burung-burung, tanaman dan bunga-bunga atau buketan.
Pengunjung dan saya sendiri menjadi mengerti dan memahami dan menghargai selembar kain batik yang indah dan penuh makna.
Batik-batik koleksi mbak Jofi ada yang dibuat tahun 1920, 1950 jadi memang sudah tua dan harus hati-hati sekali menanganinya.
Sekitar jam 18.00 kami mulai menutup pameran kami.Â
Batik-batik kami lipat lagi dengan amat hati-hati, karena semakin bagus batik tulis kainnya semakin tipis.
Selain itu juga usia kain batik yang sudah tua harus diperlakukan amat hati-hati supaya tidak robek.
Meskipun capek kami puas dan bahagia, batik dikenal ke Negeri Jerman yang amat jauh dari Indonesia.
Selamat hari batik dan bangga mengenakan batik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H