Mohon tunggu...
Theresia Iin Assenheimer
Theresia Iin Assenheimer Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu dari dua putra

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Meraih Rindu di Pulau Kreta Yunani di Masa Pandemi

1 September 2021   18:59 Diperbarui: 3 September 2021   13:58 973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gang-gang di kota tua Chania di malam hari

Sudah hampir tiga tahun, kami tidak pulang ke tanah air. Semoga situasi semakin baik, sehingga suatu saat bisa pulang ke tanah air tanpa rasa takut dan tidak harus dikarantina.

Sebenarnya liburan kali ini kami tidak ingin pergi jauh, atau di Eropa yang tidak harus naik pesawat.

Anak-anak bilang, Mama ich habe Fernweh" Mama saya kangen negeri jauh" Mereka pengin terbang dan pergi jauh ke Indonesia, seperti maminya. 

Setelah kami berdikusi dan melihat kemungkinan di mana yang aman, akhirnya kami memutuskan untuk berlibur ke Kreta, Yunani. Saat ini di Jerman dan di Kreta tingkat terkena Covid-19 rendah, sehingga kami tidak harus di karantina. 

Selain aman Kreta memiliki pantai-pantai yang indah dan air laut yang hangat, cuaca yang bagus, selalu ada matahari terutama di musim panas seperti saat ini dan suhu udara yang panas. Kreta juga hanya 3 jam penerbangan dari Frankfurt.

Kreta merupakan pulau terbesar Yunani, terletak 100 kilometer sebelah selatan dari daratan Yunani di laut Tengah. Ibu kota Kreta adalah Iraklio atau Herakion, terletak di Kreta tengah dan juga merupakan kota terbesar ke empat di Yunani. 

Luas pulau Kreta 8261 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 623.000. Pulau ini terdiri dari pegunungan. Pada musim panas seperti saat ini Kreta panas dan kering, suhu udara sekitar 30 derajat, sedangkan di musim dingin sekitar 15 derajat dan sering hujan. 

Bahasa yang digunakan bahasa Yunani baru dengan dialek Kreta.

Kali ini anak-anak yang mengurus liburan kami, mulai memesan tiket pesawat, tempat menginap dan penyewaan mobil. Di masa pandemi ini kami sengaja menyewa rumah atau apartemen dan tidak tinggal di hotel, supaya tidak harus bersama tamu lain, misalnya saat sarapan atau pada saat menggunakan fasilitas lain, misalnya kolam renang dan sarana lainnya.

Beberapa syarat-syarat yang diperlukan untuk berlibur ke Kreta, Yunani di masa pandemi:

1. Tiket pesawat, tentu saja karena kita menggunakan pesawat sebagai tranportasi kami.

2. Paspor dan izin tinggal yang masih berlaku.

3. Sudah divaksin penuh atau dua kali dan minimum 2 minggu tanggal vaksin ke 2 sebelum tanggal keberangkatan.

4. Mendaftarkan diri ke pemerintah Yunani dengan mengisi formulir kunjungan ke Yunani.

Semua persyaratan tersebut di atas sudah kami penuhi. Ada pengalaman lucu saat mengisi formulir pendaftaran di pemerintah Yunani, yaitu saat mengisi alamat rumah. 

Rumah yang kami sewa berada di kota kecil Stalos, tidak ada nama jalan. Sehingga kami hanya mengisi nama villa dan kotanya. Mirip di desa simbahku di Ganjuran, juga tidak ada nama jalan, apabila memberi alamat atau mengisi alamat hanya nama desa dan kadang diberi penjelasan di belakang rumah sakit.

Tiba saat liburan kami, kami terbang dari Frankfurt jam 07.30 dan dua jam sebelumnya kami harus sudah di bandara. Kami telah memesan taksi sejak kemarin malam, jam 05.00 tepat, pak taksi yang orang Pakistan itu dengan sapaan ramahnya telah menjemput kami. Kami memakai masker sejak keluar rumah, di bandara, di pesawat dan baru kami lepas saat kami duduk di mobil sewaan kami.

Di bandara sudah mulai ramai, tetapi tidak seramai musim liburan sebelum pandemi. Antrean di loket check in juga sudah lumayan panjang, maklum kami harus jaga jarak paling tidak 1,5 meter. 

Akhirnya semua beres dan kami pun duduk di pesawat menuju Kreta. Pesawat lumayan penuh, tidak heran karena Kreta merupakan salah satu tujuan wisata favorit juga bagi orang-orang Jerman. Kami terbang dengan pesawat kecil, sehingga mengingatkan kami saat terbang di tanah air.

Setelah 3 jam terbang sampailah kami di Kreta. Begitu turun dari pesawat anak-anak langsung bilang, "Serasa di Yogya", suhu udara yang 30 derajat dan bandara Chania Kreta yang kecil dan sederhana mengingatkan kami akan bandara Adisucipto Yogyakarta, bandara Chania lebih sederhana lagi. 

Wah berlibur beneran, kalau tidak bisa terbang ke Yogya paling tidak kami terbang ke Kreta dimana suasananya mirip Yogya. Suami langsung bilang, "Di sini lebih panas dari Yogya", suami selalu membandingkan suhu udara dimana saja dengan di Yogya, dengan melihat whetter app.

Keluar dari bandara kami dikejutkan oleh suara nahe, suara serangga yang biasa kita dengar di desa-desa tanah air di sore hari, orang jawa bilang suara orong-orong, tapi ini jam 12.00 siang hari, suara keras orong-orong yang bersembunyi di batang-batang pohon oliven. 

Pulau Kreta dengan laut birunya dan gereja kecil dimana-mana, mirip puranya orang Bali/dokpri
Pulau Kreta dengan laut birunya dan gereja kecil dimana-mana, mirip puranya orang Bali/dokpri

Dengan diiringi suara orong-orong kami berjalan dengan menyeret kopor kami masing-masing menuju tempat penyewaan mobil yang berada kurang lebih 100 meter dari bandara. Panas dan berdebu itu kesan saya, tidak heran kalau mobil-mobil juga berdebu.

Kami berjalan diatas trotoar yang sederhana dan terdapat lubang disana-sini. Penyewaan mobil menempati suatu tanah lapang tanpa pengeras tanah, tidak heran kalau mobil lewat debu beterbangan.

Kantor penyewaaan mobil, merupakan rumah dari kontainer, sederhana sekali. Karena kantor penyewaan mobil kecil antrean sampai ke halaman, hanya boleh dua orang ada di dalam ruangan supaya jarak tetap terjaga. Selain kami, telah mengantri keluarga tourist dari Rusia, keluarga muda dengan bayi yang tertidur pulas di pangkuan ibunya.

Tidak lama kemudian kami mendapatkan mobil dan meneruskan perjalanan kami ke Stalos, rumah sewaan kami. Perjalanan dari bandara ke rumah sewaan kami hanya 30 menit. 

Di kiri kanan jalan yang kami lewati, perkebunan oliven, perkebunan jeruk, pohon -pohon kaktus, pohon ara, panas kering dan berdebu, di kejauhan sana pantai yang biru.

Sampai di rumah penginapan pegawai penyewaan rumah, seorang ibu-ibu yang ramah telah menunggu kami. Segera kami ditunjukan segala ruangan dan fasilitas yang boleh kami gunakan, dari kolam renang, meja tenis, sampai dapur dan mesin cuci juga grill yang boleh kami gunakan.

Hasan-Pascha Mosche di Chania, Kreta (foto oleh Nadia Baumgart)
Hasan-Pascha Mosche di Chania, Kreta (foto oleh Nadia Baumgart)

Sebagai sambutan selamat datang, kami menerima sebotol air dingin, sekeranjang buah-buahan lokal, seperti jeruk, persik dan anggur, juga sebotol minyak oliven dan sebotol anggur merah produk setempat. 

Setelah menjelaskan semuanya ibu itupun pergi dengan mengucapkan selamat berlibur, memesan apa bila ada masalah, menelpunnya dan menyampaikan hari rabu atau kamis, seprei diganti, rumah , halaman, kolam renang dan kamar- kamar dibersihkan.Supaya tidak terganggu kita boleh memesan kapan rumah dibersihkan.

Kamipun segera membereskan kopor, kami istirahat sebentar, ternyata melelahkan juga, karena kemarin saya masih bekerja sampai jam 24.00 , membereskan segala macam sampai jam 02.00 dini hari dan jam 4.30 weker sudah berbunyi membangunkan kami.

Setelah istirahat sebentar dan makan buah-buahan, kami menyejukan diri di kolam renang dan besyukur telah sampai disini.

Sore ini bila hari tidak lagi terlalu panas kami akan jalan-jalan ke kota Chania, kota terbesar ke dua di Kreta setelah kota Iraklio. Selain melihat kota tua Chania, kami juga akan makan malam makanan tradisional Kreta di kota pelabuhan tua Chania.

Perjalanan dari Stalos ke Chania hanya sekitar 20 menit. Karena kami belum tahu di mana rumah parkir mobil, kami putar- putar di kota tua dan sulit sekali mendapatkan tempat parkir. Akhirnya kami mendapatkan tempat parkir di pinggir jalan. 

Kami berjalan- jalan di kota Chania yang sudah di penuhi tourist, seakan - akan pandemi sudah berlalu.

Kami menuju kota tua dengan gang- gangnya yang cantik. Toko- toko dan restaurant di gang-gang kota tua. Udara yang panas di malam hari membuat orang- orang lebih suka duduk di luar dari pada di dalam ruangan. 

Seperti di Jerman, di masa pandemi ini hanya restaurant dengan tempat duduk di luar ruangan yang diijinkan menerima tamu tanpa menunjukan tes negativ atau vaksin penuh, tetapi di Kreta yang panas tidak ada orang duduk di dalam ruangan.

Gang-gang di kota tua Chania di malam hari
Gang-gang di kota tua Chania di malam hari

Chania merupakan kota pelabuhan , orang menyebutnya venesia di timur. Di sepanjang pelabuhan tua saat ini berderet restaurant dan hotel. Di pelabuhan tua ini ada suatu mercusuar dengan bentuk minaret, karena dibangun pada jaman pendudukan Turki. 

Di pinggir pantai di dekat pelabuhan terdapat masjid Hasan-Pascha. Mesjid ini di bangun saat Chania di bawah kekuasaan Turki pada tahun 1645.

Di pelabuhan tua Chania penuh tourist terlebih saat malam hari, seniman-seniman jalanan menyuguhkan pentas seninya dan karya seninya, penjual sauvenir berderet bahkan ada yang menarik perhatianku, toko souvenir yang mengapung, jadi kapal di gunakan sebagai toko.

Setelah capek jalan-jalan kami masuk ke restaurant, yang terletak di pelabuhan tua Chania. Menurut rekomendasi masakan di restauran ini masakan tradisional Kreta dan enak. Rumah tua bertingkat dua, restaurant ini dan terasenya di tingkat atas dan bawah penuh, juga halamannya penuh dengan tamu pengunjung restauranT. 

Meskipun demikian kami bertanya kepada pegawai restaurant apakah ada 4 tempat untuk kami. Dengan sopan pegawai restaurant mengatakan "Apakah kami mau menunggu sekitar 10 menit sampai 15 menit?" Kami katakan Ya" Kemudian pegawai restaurant mempersilakan kami menunggu di bangku panjang di pinggir restaurant dan memberikan daftar menu, dalam dua bahasa dan dua tulisan, sebelah kiri tulisan dan bahasa Yunani, sebelah kanan berbahasa Inggris dan tulisan Latin. 

Tak lama kemudian pegawai restauran itu datang lagi dengan membawa nampan berisi air putih dingin. Hmm mereka merasakan juga kami kepanasan dan kehausan setelah menyusuri kota tua yang cantik di malam hari.

Meskipun kami menunggu, tetapi sama sekali tidak bosan, sambil duduk mengamati tourist yang lalu lalang, mereka datang dari mana-mana, terdengar dari berbagai bahasa Gang digunakan, tetapi sebagian besar dari Yunani, mungkin dari daratan Yunani. Saat ini sedang liburan sekolah di Yunani dan di Eropa, sehngga banyak orang tua dan anak-anak. 

Restaurant di pinggir pelabuahan tua Chania/dokpri
Restaurant di pinggir pelabuahan tua Chania/dokpri

Menarik perhatianku, para wanitannya berpakaian dan berdandan sangat feminim, dengan gaun dan sepatu tinggi, beda dengan wanita Jerman yang berdandan sangat sportLich. Aku Ingat saat kursus bahasa Jerman, teman-teman kursusku dari Eropa timur pernah menyampaikan pendapatnya "Tidak heran kalau pria Jerman melirik wanita-waniata asing, karena wanita asing lebih feminim“.

Kembali ke menunggu tempat duduk, akhirnya pelayan restauran yang ramah itu mempersilakan kami duduk di tempat yang sudah kosong. Jam sudah menunjukan 21.30, tetapi masih saja banyak tamu keluar masuk restaurant dan jalanpun masih banyak tourist yang keluar masuk. 

Seandainya di Jerman, pelayan restaurant pasti telah mengingatkan, kalau dapur tutup jam 22.00 dan tidak menerima pesanan lagi. Benar kata Siddi, tetanggaku orang Yunani, bahwa malam hari justru orang-orang keluar dan makan di luar sedangkan siang hari siesta, atau istirahat siang, karena siang hari di musim panas memang panas sekali, lebih dari 30 derajad.

Pelayan restaurant, menanyakan apa yang kami minum sebelum kami memutuskan apa yang kami makan. Kami memesan air jeruk peras segar, jeruk hasil petani Kreta, sebotol besar air dan anggur merah, anggur dari kebun dan Winzer atau pembuat anggur Kreta. Setelah melihat-lihat daftar menu, akhirnya kami memutuskan untuk memilih macam-macam makanan pembuka dan makanan utama, supaya kami cicipi bersama-sama.

Makanan pembuka saya memilih bunga zukini goreng yang diisi nasi berbumbu, Philipp anak pertamaku memilih telor yang digoreng dengan keju domba atau kambing, Michael anak ke duaku memilih Satziki, yaitu Joghurt domba atau kambing dengan bawang putih dan parutan mentimun. Biji oliven mendapatkan gratis dari restaurant. 

Tidak lama kemudian, pelayan pun datang membawa pesanan makanan pembuka kami lengkap dengan roti khas Kreta, mirip roti tawar indo, tetapi berwarna coklat dan diiris tebal. Roti tersebut diletakkan dalam kranjang roti kecil tetapi masih dalam bungkusan kertas roti. Hal ini aneh dan berbeda dari biasanya, mungkin supaya roti tidak cepat kering, karena udara di Kreta, panas dan kering. 

Garpu dan pisaunya pun dibungkus dalam kertas roti. Mungkin supaya tetap bersih. Hal ini logis karena selain suhu udar di Kreta, panas, kering juga berdebu. Jadi dengan dibungkus kertas garpu dan pisau tetap bersih.

Untuk makan utama kami memesan, beberapa macam dan kami makan bersama untuk saling mencicipi. Karena di Kreta banyak domba dan kambing, kami memesan kambing panggang, khas Kreta yang dibumbui dengan berbagai rempah-rempah yang tumbuh di pegunungan Kreta, seperti, Thymian, rosmarin, oregano, salbai dan lain-lain. 

Untuk sayurnya kami memilih paprika hijau kecil panggang dan dibumbui dengan bawang putih dan minyak oliven. Sebagai pengganti nasinya kami memilih kentang kecil - kecil bakar yang dibumbui dengan rosmarin dan minyak oliven. 

Di restaurant ini tidak menyediakan ikan, kalau pengin makan ikan harus ke restaurant yang menyajikan ikan. Salat Yunani yang terdiri dari tomat yang dipotong besar-besar, mentimun, paprika segala warna, oliven dan tidak lupa keju kambing atau domba. Salat ini juga sangat enak, daging tomatnya tebal dan manis, pasti hasil panen petani setempat.

Semua masakan dari makan pembuka enak sekali, terasa kalau semua bahan lokal dan segar. Di Jerman saya hati-hati untuk menikmati keju, joghurt dan segala produk dari susu kambing dan domba karena baunya yang khas, tetapi di sini, di Kreta, meskipun hampir semua menggunakan keju, susu, joughurt dari kambing, tetapi enak. 

Demikian juga suami yang tidak suka makan daging domba dan kambing karena baunya yang khas, di sini mencicipi juga. Daging kambing panggang yang dipotong kecil-kecil bersama tulangnya, bukan filet seperti di Jerman, terasa lebih enak dan empuk. Mungkin karena bermacam-macam rempah sebagai bumbunya sehingga kambing panggang ini enak sehinga bau liarnya tidak terasa.

Setelah selesai menikmati hidangan khas Kreta yang enak, kamipun minta untuk membayar, sebelum memberikan kwitansinya, pelayan restaurant memberikan makanan penutup gratis, yaitu kue baklawa, kue manis yang ada pengaruh dari jaman pendudukan Turki dan minuman Raki. Raki ini sebenarnya juga minuman orang Turki, tetapi orang Kreta akan mengatakan, tidak ini minuman asli dari kami. Dari makanan dan minumannya terasa sekali pengaruh Turki, meskipun sudah bebas dari Turki sejak tahun 1645.

Setelah membayar kamipun pamitan dengan kesan yang menyenangkan, akan enaknya masakan khas Kreta dan keramah-tamahannya. 

Kami berjalan meninggalkan restaurant, baru beberapa menit berjalan ada orang terengah-engah memanggil kami, ternyata pelayan restaurant yang mengejar kami sambil menyerahkan tas pinggang anakku yang tertinggal. Kami kaget karena kamipun belum merasa kehilangan. Saking kagetnya akan kebaikan dan kejujuran mereka , kami hanya mengucapkan terimakasih tanpa memberikan sedikit hadiah. 

Sambil berjalan kami besyukur dan bergembira telah sampai di negri yang ramah dan indah. Kaki pun mulai terasa penat, kamipun menuju mobil dan kembali ke rumah sewaan kami untuk istirahat dan besuk memulai petualangan dan liburan kami di pulau Kreta.

Gute Nacht.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun