Mohon tunggu...
Theresia kristia
Theresia kristia Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW

Your seed dertermines your harvest

Selanjutnya

Tutup

Nature

(Pangan 2019) Thiwul Gajel Weteng

30 Oktober 2019   17:26 Diperbarui: 30 Oktober 2019   17:39 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ditanya mengenai bahan pangan atau bahan pokok di fikiran kita langsung terbesit beras sebagai bahan pokok. Padahal jagung, sagu, umbi-umbian juga dapat dikatakan sebagai bahan pokok. Pola pikir masyarakat yang hanya mengenal beras sebagai bahan pokok saat ini disebakan pada era pemerintahan presiden Soeharto, munculnya kebijakan swasembada beras. 

Kebijakan ini diwajibkan kepada seluruh petani Indonesia dimita untuk menanam padi, tanpa memperdulikan bahwa di Indonesia memiliki keanekaragaman pangan yang banyak. Padahal dilapangan tidak semua daerah mengkonsumsi beras untuk bahan pokok ada sagu, singkong, jagung, kentang, talas, ubi jalar dan lain-lain.

Selain itu pola pikir masyarakat yang masih berfikir bahwa makanan pokok selain beras hanya dimakan oleh orang yang kurang mampu untuk membeli beras. Padahal dibeberapa daerah masyarakat masih menjadikan jagung diolah menjadi nasi jagung dan singkong yang diubah menjadi tiwul, sagu, juga merupakan makanan pokok.

Miris ketika rakyat Indonesia saat ini hanya mengetahui beras sebagai bahan pokok padahal banyak keanekaragaman pangan yang beraneka macam di bumi pertiwi. Dimana setiap 16 Oktober peringatan hari pangan diadakan setiap tahunnya dan menganggap kecukupan dan kebutuhan pangan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan pekerja di bidang pertanian untuk menyediakan pangan di Indonesia. Dari tema yang di angkat pada hari pangan sedunia tahun 2019 ialah "Tindakan Kita adalah Masa Depan Kita. Pola Makan Sehat untuk #zerohunger 2030" dan pada hari pangan dunia kali ini Salatiga dipilih sebagai tuan rumah hari pangan se-Jawa Tengah yang dilaksanakan pada tanggal 25-27 Oktober 2019. Pada pameran kali ini terdapat berbagai stand sektor pertanian baik itu berasal dari pemerintahan yaitu dinas ketahanan pangan provinsi Jawa Tengah dan dinas pertanian dan pangan setiap daerah yang ada di Jawa Tengah yang menampilkan bahan pangan apa yang menjadi unggulan pada daerah-daerahnya.

Selama saya mengelilingi stand yang ada di kampus III IAIN Salatiga mata saya tertuju pada stand dari dinas pertanian dan pangan Kabupaten Wonogiri yang meletakan singkong atau ubi kayu yang sangat besar sebagai ikon pangan untuk menarik masyarakat untuk mampir ke stand dinas pertanian dan pangan Kabupaten Wonogiri. 

Dinas pertanian dan pangan Kabupaten Wonogiri sengaja memilih singkong atau ubi kayu sebagai ikon dari pangan karena Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu sentra produksi ketela pohon di Jawa Tengah dan ada potensi besar yang dapat dikembangkan mengenai ketela pohon di Kabupaten Wonogiri. Karena secara factual ketela pohon dapat dibudidayakan di lahan kering seperti di tegalan bahkan dipekarangan. Jenis ubi kayu yang dibudidayakan sebagian besar merupakan ketela pohon lokal antara lain: kretek, vandemir, berlin putih, karet, mentega dan lain-lain dengan sistem budidaya semi intensif.

Setelah masuk ke stand dari dinas pertanian dan pangan Kabupaten Wonogiri seluruh isi stand menjajakan berbagai jenis olahan dari singkong mulai dari kripik singkong, slondok, gethuk, singkong siap goreng, singkong rebus dan tiwul. Yang membuat tertarik untuk dicoba ialah thiwul instan dimana thiwul yang biasanya hanya bisa kita beli di pasar-pasar tradisional kini bisa dibuat dirumah dengan membeli thiwul instan. Thiwul instan yang dijual dalam bentuk tepung.

Bebrapa kota seperti di Lampung, Pacitan, Trenggalek, Wonogiri tiwul merupakan makanan pilihan atau makanan pengganti nasi. Namun kembali lagi karena dominasi nasi membuat warga kini menjadikan thiwul hanya sebagai selingan saja. Pola pikir masyarakat yang menganak tirikan thiwul hanya untuk kalangan masyarakat yang tidak mampu membeli beras adalah salah besar karena thiwul baik apabila dikonsumsi oleh penderita diabetes karena kandungan karbohidrat kompleks yang mudah diserap tubuh.

Maka dari itu inovasi yang ditampilkan dalam penciptaan thiwul instan ini merupakan suatu inovasi yang sangat baik untuk meningkatkan ketersedian pangan singkong guna menunjang program ketahanan pangan dengan cara yang praktis dengan tersedianya thiwul instan dan bisa menciptakan makanan yang biasa dirindukan oleh sebagian masyarakat berada di kota yang merindukan thiwul, selain untuk mencukupi kebutuhan pangan didalam negeri diharapkan thiwul instan dapat go internasiona...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun