Tanaman padi merupakan tanaman yang paling banyak ditanam oleh para petani di Indonesia dikarenakan beras merupakan makan pokok dari masyarakat. Permasalahan yang dihadapi saat ini ialah tanaman padi merupakan tanaman yang menyerap unsur hara dari dalam tanah dalam jumlah yang banyak. Tanah sawah dipandang sebagai salah satu sumber utama emisi gas rumah kaca terutama metana.
Tanah sawah menyumbang emisi gas rumah kaca dalam bentuk metana (CH4) dan dinitrogen oksida (N2O) sebesar 70% di sektor pertanian. Dengan pendekatan praktek budidaya padi sawah secara tepat dan berkelanjutan, emisi gas rumah kaca dapat dikurangi antara lain dengan memanfaatkan jerami padi yang dikomposkan. Balai Penelitian Lingkungan Pertanian melaporkan bahwa pemberian kompos jerami 5 t/ha dapat menurunkan emisi metana 13,8% lebih besar dibandingkan pemberian jerami segar 5 t/ha secara langsung ke dalam tanah sawah tadah hujan. Kompos jerami padi dapat menurunkan emisi gas N2O sebesar 58,9% dibandingkan tanpa pemberian jerami padi di lahan sawah tadah hujan. Maka dari itu hal yang harus dilakukan oleh para petani ialah setidaknya mengembalikan apa yang bisa dikembalikan kembali kelahan. Apa yang bisa dikembalikan lagi kelahan? Â jerami, Jerami merupakan sumber bahan organik in situ yang murah untuk memperbaiki mutu tanah namun banyak petani yang menyepelekan pentignya jerami sebagai bahan organic yang lambat laun akan mengembalikan kesuburan tanah dan dapat membantu memperbaiki struktur tanah. Penggunaan jerami padi ke dalam tanah sawah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan pupuk anorganik. Jerami padi sebanyak 5 ton mengandung 38 kg N, 3 kg P, 113 kg K, dan 209,5 kg Si. Bilamana jerami padi dikembalikan ke dalam tanah maka dapat mengurangi kebutuhan pupuk K anorganik yang relatif banyak, dan ketersediaan K akan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit tanaman. Hasil penelitian Wihardjaka (1998) yang menyatakan bahwa dengan dilakukannya pemberian kompos jerami padi 5 t/ha akan meningkatkan hasil gabah padi sawah tadah hujan sebesar 38,150,5% dibandingkan dengan tidak memberi bahan organik. Pemberian kompos jerami padi bersamaan dengan pupuk K dapat menurunkan tingkat serangan penyakit bercak coklat dan bercak coklat sempit.
Namun kenyataan dilapangan para petani lebih memilih jerami padi dikumpulkan dan digunakan untuk pakan ternak atau bahkan tidak sedikit petani yang setelah dipanen jerami dijemur dilahan lalu dibakar dengan alasan agar jerami padi tersebut tidak mengganggu proses pengolahan lahan yang akan segera dilakukan. Dengan jerami yang dibakar maka menandakan bahwa petani tidak menyadari bahwa dengan membakar jerami, akan terjadi kehilangan bahan organik pada lahannya disamping itu, pembakaran jerami juga akan menghasilkan asap dan CO2 yang kurang baik bagi kesehatan. Dengan membakar jerami berarti sama saja dengan membakar uang, karena jerami yang dibakar dalam satu lahan tersebut sebenarnya dapat membantu menggantikan pupuk KCl sebanyak 1 sak atau sebanyak 50 kg. Dengan hal yang sepele yaitu mengembalikan jerami padi ke lahan sawah, petani tidak perlu lagi memberikan pupuk KCl sehingga akan membantu menghemat biaya produksi dalam pembelian pupuk. Harus dilakukannya edukasi dan praktek langsung kepada para petani untuk mengetahui pentingnya jerami yang dianggap tidak memiliki manfaat menjadi sesuatu yang memiliki manfaat besar bagi kesuburan tanah.
Namun disisi lain dari jerami yang langsung dikembalikan kelahan akan merugikan petani karena proses pengolahan lahan akan menjadi lebih lama dikarenakan jerami tersebut akan membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu jerami berubah menjadi bahan organic. Maka dari itu hal yang harus dilakukan ialah membuat jerami sudah dalam bentuk bahan organic sehingga tidak akan mengganggu proses pengolahan lahan yang akan segera dilakukan.
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan kompos jerami ialah jerami, sabit/parang, Cetakan yang dibuat dari bambo. Cetakan ini dibuat seperti pagar yang terdiri dari 4 bagian (Dua bagian berukuran 2 x 1 m dan dua bagian yang lain berukuran 1 x 1 m), Ember/bak untuk tempat air, Air yang cukup untuk membasahi jerami, Aktivator pengomposan, Ember untuk menyiramkan aktivator, Tali dan Plastik penutup.Â
Berikut merupakan tahap-tahap yang dilakukan dalam pembuatan kompos jerami padi
- Siapkan air dalam ember, larutkan aktivator sesuai dosis yang diperlukan, aduk hingga aktivator tercampur rata.
- Â Siapkan cetakan dari bambu. Pasang cetakan tersebut. Sesuaikan ukuran cetakan dengan jerami dan seresah yang tersedia. Apabila jerami cukup banyak cetakan dapat berukuran 2 x 1 x 1 m. Namun bila jerami sedikit cetakan bisa dibuat lebih kecil dari ukuran tersebut.
- Masukkan satu lapis jermai ke dalam cetakan. Jika tersedia dapat dimasukkan pula kotoran ternak. Jerami atau seresah yang berukuran besar dipotong-potong terlebih dahulu dengan parang.
- Siramkan aktivator yang telah disiapkan merata dipermukaan jerami, Injak-injak agar jerami padat.
- Tambahkan lagi satu lapis jerami/seresah dan Siramkan kembali aktivator ke tumpukan jerami tersebut dan jangan lupa injak-injak agar tumpukan menjadi padat.
- Ulangi langkah-langkah diatas hingga cetakan penuh atau seluruh jerami/seresah telah dimasukkan ke dalam cetakan.
- Setelah cetakan penuh, buka tali pengikatnya dan lepaskan cetakannya dan tutup tumpukan jerami tersebut dengan plastik yang telah disiapkan, Ikat plastik dengan tali plastik agar tidak mudah lepas.
- Kalau perlu bagian atas jerami diberi batu atau pemberat lain agar plastik tidak tebuka karena angin.
- Lakukan pengamatan suhu, penyusutan volume, dan perubahan warna tumpukan jerami.
- Inkubasi/fermentasi tumpukan jerami tersebut hingga kurang lebih satu bulan.
selamat mencoba mengembalikan apa yang bisa dikembalikan untuk alam yang lebih baikÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H