Beberapa pekan terakhir, saya mendampingi beberapa teman yang sedang kesulitan karena anggota keluarganya kritis akibat infeksi Covid-19.
Reaksi awal mereka biasanya syok dan terkejut karena merasa pasien kemarin baik-baik saja tetapi kenapa tiba-tiba drop dan harus masuk bangsal isolasi Intensive Care Unit (ICU).
Mereka bingung, cemas, menangis dan tidak tahu harus berbuat apa. Pikiran negatif selalu membayangi dan membuat mereka semakin cemas dan tertekan.
Gelombang virus corona yang kedua ini sangat mengguncangkan negeri kita tercinta ini.
Seperti yang dilansir oleh sebuah media online (cnnindonesia,2021), Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menyatakan pandemi virus corona di Indonesia telah memasuki gelombang kedua. Kondisi itu ditandai dengan kasus konfirmasi Covid-19 yang tembus 21.342 orang pada Minggu (27/6).Â
Sebagai perbandingan, pada puncak kasus pertama pada Januari-Februari 2021, kenaikan dari titik kasus terendah sebesar 283 persen dan sampai puncaknya dalam waktu 13 pekan.
Sedangkan pada puncak kedua ini, kenaikan dari titik kasus terendah mencapai 381 persen atau hampir 5 kali lipatnya dan mencapai puncak dalam waktu 6 minggu.
Apalagi setelah masuk jenis virus Covid-19 yang terbaru yaitu varian delta yang sangat mudah menular tersebut, sehingga jumlah orang yang terkonfirmasi positif menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan.Â
Bila gelombang yang kemarin nampaknya hanya beberapa orang yang kena virus berbahaya ini, namun sekarang hampir sebagian besar dari mereka, bahkan teman-teman terdekat kita, saudara-saudara kita, orangtua kita bahkan kita sendiri dan keluarga inti terkonfirmasi positif karena sebegitu menularnya penyakit ini dengan mudahnya. Bahkan tak sedikit dari mereka harus di rawat di ruang ICU rumah sakit karena kondisinya yang kritis.
Keberadaan pasien kritis yang dirawat di ruang perawatan intensif dapat berdampak negatif bagi kondisi fisik dan psikologis keluarganya. Mereka kurang merawat dirinya sendiri, makan tidak teratur, nafsu makan berkurang, susah tidur, kecemasan bahkan depresi.