Mohon tunggu...
Theresa Kristalis Chandra
Theresa Kristalis Chandra Mohon Tunggu... Lainnya - Ilmu Komunikasi 2020

UAJY

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengulik Hibriditas Budaya Indonesia dan Korea dalam Perspektif Kajian Budaya

6 Maret 2022   14:39 Diperbarui: 6 Maret 2022   14:43 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika melihat masuknya Korean wave dan melihatnya dari segi kajian budaya, dapat terlihat bahwa masyarakat Indonesia mempunyai sifat terbuka akan masuknya budaya-budaya baru. 

Dengan menerima budaya luar, menggambarkan bahwa orang Indonesia banyak menerima reproduksi kultural dimana dua kebudayaan saling bertemu dan membentuk budaya baru. 

Hal ini juga selaras dengan teori cultural studies yang tidak bermaksud untuk menyeragamkan dua budaya, tetapi justru ingin memandang budaya lain sebagai pembentukan konsep budayanya sendiri yang harus dihormati dengan segala keunikan yang dipunya (Astuti, 2003: 56). 

Negara Indonesia menerima dan mengadaptasi budaya Korea dengan budaya Indonesia sendiri, sehingga menciptakan budaya baru itu sendiri, contohnya I-pop, dan lainnya.

Konsumen Indonesia secara positif menerima drama Korea, K-pop, fashion, dan juga makanan Korea karena mereka mengakui adanya banyak kesamaan antara Indonesia dan Korea. 

Terdapat tiga faktor yang mendorong hibriditas budaya yaitu, identitas Asia, kebijakan yang menekankan kesatuan dan keragaman etnis, dan xenosentrisme konsumen lokal. 

Namun, seiring dengan meningkatnya kegemaran terhadap Korea, timbul pula emosi negatif karena munculnya budaya sepihak dan tidak seimbang sehingga menimbulkan sentimen anti-Korea. Hal ini juga didorong dengan dua faktor penghambat hibriditas budaya yakni konservatif agama dan diskriminasi antar kelompok etnis.

Keterbukaan akan budaya asing memang diperlukan agar bisa mempelajari hal-hal positif baru dan untuk mengembangkan budaya sendiri. Namun, perlu juga adanya kesadaran akan batasan-batasan budaya baru yang harus diterima. 

Jangan sampai kita terlalu terjerumus akan budaya luar dan lahir sifat xenosentris yang dapat membahayakan budaya bangsa kita sendiri. Adopsi budaya asing harus disikapi secara kritis agar tidak menjadi plagiarisme atau imperialisme budaya. 

Oleh karena itu, perlu diadakan acara pertukaran budaya interaktif antar negara. Sehingga meredakan adanya anggapan munculnya budaya sepihak dan tidak seimbang. Oleh karena itu dapatlah tercapai citra positif dan saling menguntungkan antara kedua belah pihak negara yang bersangkutan.

Daftar Pustaka: 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun