Korean wave atau Hallyu merujuk pada popularitas produk budaya Korea, seperti dalam bentuk drama, film, dan juga musik (K-pop). Korean wave sendiri menjadi salah satu aspek globalisasi budaya karena berhasil diterima di berbagai negara dan juga berhasil mendominasi pasar global. Korean wave mengemas budaya pop Barat bercampur dengan budaya Asia yang dikemas dengan modern.
Yu Lim Lee dalam risetnya berjudul "Cross-national Study on the Perception of the Korean Wave and Cultural Hybridity in Indonesia and Malaysia Using Discourse on Social Media" menunjukkan bahwa pengemasan yang menarik dari budaya Korea telah berhasil mempengaruhi dan memperkaya budaya negara-negara penerima (Yu Lim Lee, et al, 2020).
 Budaya Korea seakan-akan menjadi terintegrasi ke dalam kehidupan budaya negara penerima. Misalnya saja di Indonesia sendiri, industri musik mulai memproduksi boyband dan girlband yang meniru K-pop, dan melahirkan budaya baru yaitu I-pop.Â
Selain bidang musik, pengaruh budaya Korea juga telah merambah ke fashion, hingga makanan. Hal ini menunjukkan adanya reproduksi budaya antara budaya Korea dan Indonesia.
Cultural Studies
Cultural studies atau kajian budaya sendiri lahir ditengah semangat Neo-Marxisme. Cultural studies berupaya sebagai perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni budaya, yang dimana pada saat itu didominasi oleh budaya elitis yang adalah orang-orang dengan pendidikan tinggi.Â
Mereka seringkali menganggap budaya mereka adalah budaya adihulung, sedangkan budaya lain dianggap sebagai budaya jelata yang tidak serata bahkan lebih rendah, sehingga berambisi untuk membudayakan dan menggantikan budaya pihak lain.
Berasal dari Centre for Contemporary Studies (CCCS) di Universitas Birmingham, para pendiri cultural studies adalah orang-orang dengan latar pendidikan sastra.Â
Cultural studies atau kajian budaya ini tidak bermaksud untuk menyeragamkan dua budaya, tetapi justru ingin memandang budaya lain sebagai pembentukan konsep budayanya sendiri yang harus dihormati dengan segala keunikan yang dipunya.Â
Cultural studies memandang bahwa perbedaan harus dipahami bukan diseragamkan, dan beranggapan bahwa semua budaya berhak memiliki kesempatan yang sama untuk menetap di dunia. (Astuti, 2003: 56)