Pertumbuhan ekonomi bangsa dapat menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan suatu pemerintahan dalam menjalankan tugas serta kewajibannya, mengelola, dan membangun negara sesuai dengan perencanaan dan strategi dari pemerintahan tersebut.
Hal ini terjadi hampir di setiap negara, khususnya di negara Indonesia. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi dicapai oleh tiga faktor, yakni stabilnya peningkatan persediaan barang, kemajuan teknologi, serta penggunaan teknologi secara efisien dan efektif. Tiga faktor tersebut dikutip oleh seorang peraih Nobel Ekonomi.
Indonesia sendiri dari masa ke masa mengalami berbagai fluktuasi pertumbuhan ekonomi. Mulai dari pemerintahan presiden yang pertama, yakni Soekarno sampai dengan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Angka pertumbuhan Ekonomi Indonesia tertinggi berada pada masa pemerintahan Soeharto (1967-1998) yang sempat meningkat pesat sampai mencapai 10 persen.
Bahkan saat itu Indonesia mendapat pujian dan julukan sebagai “Macan Asia”. Namun dibalik itu, pasang surut perekonomian Indonesia juga paling dirasakan pada saat era masa pemerintahan Soeharto. Perekonomian Indonesia sedang buruk pada saat beliau menjabat sebagai presiden.
Pada 1967, Indonesia membuka lebar pintu bagi investor asing yang ingin menanam modal dikarenakan Soeharto mengeluarkan UU Nomor 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing. Pada 1970, negara Indonesia dapat mencapai angka pertumbuhan ekonomi hingga tembus 10,92 persen dikarenakan Soeharto membuat Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) untuk mendorong swasembada. Namun, pada tahun 1998 pertumbuhan ekonomi menurun drastis hingga mencapai minus 13,13 persen.
Hal itu dikarenakan selama Soeharto memerintah, kegiatan ekonomi terpusat pada pemerintahan dan dikuasai oleh kroni-kroni presiden. Kondisinya semakin keropos. Sehingga saat dunia mengalami gejolak, struktur ekonomi pun tidak dapat menopang perekonomian nasional.
Sebelum era masa pemerintahan Soeharto, yaitu masa pemerintahan Soekarno, pada tahun 1961, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 5,74 persen. Lalu, pada 1963, menurun 2,24 persen dikarenakan biaya politik yang tinggi. Akibatnya, APBN deficit minus dan inflasi naik sampai 600 persen hingga 1965. Namun, pada tahun 1964, angka pertumbuhan pun kembali positif, yaitu sebesar 3,53 persen. Setahun kemudian mengalami penurunan sebanyak 2,45 persen. Pada tahun terakhir, angka pertumbuhan meningkat menjadi 2,79 persen.
Saat pemerintahan Presiden B.J Habibie, Indonesia mengalami pemulihan. Dari tahun 1998 ekonomi Indonesia yang mengalami minus 13,13 persen, pulih menjadi 0,79 persen pada 1999. Habibie menciptakan berbagai kebijakan keuangan yang membuat perekonomian Indonesia bangkit. Khususnya pada kurs rupiah, yang sebelumnya Rp16.650 per dollar AS pada Juni 1998 menjadi Rp7.000 per dollar AS pada November 1998.
Perjuangan Habibie pun diteruskan oleh Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada tahun 2000, ekonomi Indonesia meningkat 4,92 persen. Kebijakan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah digunakan oleh beliau sehingga pemerintah membagi dana antara pusat dan daerah, pajak dan retribusi daerah pun diterapkan. Namun, pada 2001 pertumbuhan melambat menjadi 3,64 persen.
Setelah itu, Megawati Soekarnoputri pun mengambil peran dalam negara ini. Dengan strategi pemerintahannya, membuat pertumbuhan ekonomi meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2002, pertumbuhan dapat mencapai 4,5 persen. Kemudian di tahun berikutnya, naik menjadi 4,78 persen dan di tahun terakhir mencapai 5,03 persen. Selain itu, kemiskinan pun selalu turun setiap tahunnya. Saat itu pemerintah menjaga sektor perbankan lebih ketat hingga surat utang dan obligasi pun diterbitkan secara langsung sehingga perekonomian bangsa terus membaik.
Pada 2005, saat pemerintah dipimpin oleh Soesilo Bambang Yudhoyono, pertumbuhan mencapai 6,35 persen. Tiga tahun berikutnya, menurun hingga 6,01 persen dikarenakan impor dan ekspor Indonesia sedang tinggi. Pada 2009, menurun di angka 4,63 persen dikarenakan krisis finansial global. Pada 2010, ekonomi Indonesia naik mencapai 6,22 persen. Pemerintah pun merancang rencana percepatan pembangunan ekonomi jangka panjang. Pada 2011 tumbuh menjadi 6,49 persen. Namun, di tahun-tahun berikutnya terus mengalami penurunan. Hingga akhirnya pada tahun 2014 mencapai 5,01 persen.
Di masa pemerintahan presiden terakhir, yaitu Jokowi, dari data yang saya ambil, pada tahun 2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2018 hanya sebesar 5,06 persen dengan keseluruhan 5,4 persen. Sementara pada tahun 2017, pertumbuhan ekonomi bangsa Indonesia mencapai 5,17 persen. Untuk tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan hingga kisaran 2,2 persen sampai 1,7 persen. Hal itu kemungkinan dapat terjadi akibat dampak dari pandemi Covid-19.
Kemudian, laporan The Institute of Chartered Accountants in England and Wales (ICAEW) dan Oxford Economics menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia akan pulih pada tahun 2021. Laporan Economic Insight memprediksi bahwa pada tahun tersebut ekonomi Indonesia akan tumbuh 4,7 persen. Fenner menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan tercapai karena Indonesia merupakan salah satu Negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara. Maka dari itu, pada tahun 2021 ini pertumbuhannya akan mengalami kenaikan dibanding tahun sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H