Country Image, menurut Evans (1999) :
 "... is defined as a representation of collective identities that refer to a set of narratives describing a nation."
Berbeda dengan Korea Selatan yang sukses membawa industri musik (K-pop) dan Film (K-drama) menjadi komersial bagi publik internasional, hampir kalangan tua maupun muda menerima dan mengandrungi budaya korea -- yang dikenal Hallyu.Â
Mulai dari standar fashion dan kecantikan, sudah banyak negara yang kini menjadikan negara ginseng ini sebagai kiblat utama.Â
Membahas Culture Imagines ini, citra sebuah negara tidak hanya ditunjukan untuk ruang internasional, pun domestik. (States produce country-images for domestic and international consumption)[1].Â
Â
Perkembangan 'Cultural Diplomacy'
Diawal perkembangan Hubungan Internasional, bahasan hanya berfokus kepada bahasan realisme, yang menitikberatkan pada pembahasan negara harus dapat survive dan cara negara mengapai kemenangan dalam perang, serta liberalisme yang dominan membahas faktor ekonomi sebagai bagian fundamental dari power sebuah negara.Â
Hal ini menimbulkan neglated terhadap perkembangan Cultural Diplomacy, namun sesudah perang dingin -- Budaya mulai mendapat perhatian dalam diskursus hubungan internasional, karena dinilai memiliki urgensi sebagai a tools of diplomatic.Â
Budaya menurut seorang Polish culture historian, Stefan Czarnowski, berpendapat 'the shared heritage, the fruit of the creative and processed effort of countless generations'.[2]
 Bagian Penting dari 'Culture Diplomacy'
Untuk membawa sebuah Culture, tidak semata-mata disampaikan tanpa perantara, sehingga komunikasi dan kebijakan politik dalam mentransfer sebuah Culture menjadi disiplin hubungan internasional tersendiri.Â
Bagian terpenting dari Cultural Diplomacy, ialah mutual understanding, promote culture, and national heritage of different regions[3].Â