Konsumsi air minum dalam kemasan sekali pakai sudah menjadi rutinitas. Terlebih pada masa libur lebaran baru-baru ini, perjalanan ke dan dari kampung halaman membutuhkan asupan cairan supaya tubuh tidak terdehidrasi. Praktis dan bersih menjadi alasan sebagian orang untuk menjadikan air minum dalam kemasan sebagai pilihan.
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Net Zero Waste Management Consortium, yang telah dipublikasikan pada 22 November 2023, sampah plastik yang bersumber dari air mineral masuk ke dalam kategori 10 besar penyumbang timbulan sampah di daerah Medan, Jakarta, Surabaya, Samarinda, Bali, dan Makassar. Selain dampak buruknya bagi lingkungan, penggunaan air minum dalam kemasan yang kurang bijak juga bisa mengakibatkan kesehatan tubuh terganggu. Lalu, seperti apa sebaiknya langkah yang dilakukan guna meminimalkan efek negatif pemanfaatan air minum dalam kemasan?
Terlebih dahulu yang perlu kita pahami adalah mengapa plastik air minum dalam kemasan menjadi berbahaya? Apabila dicermati, pada botol air minum dalam kemasan kita bisa melihat kode angka 1 di bagian bawah botol. Kode angka 1 tersebut mengindikasikan bahwa botol terbuat dari plastik PET atau PETE (polyethylene terephthalate). Pada dasarnya, plastik PET atau PETE ini aman untuk produk makanan maupun minuman. Akan tetapi, yang perlu menjadi perhatian adalah apabila plastik tersebut digunakan berulang atau lebih dari sekali pakai, maka dikhawatirkan kandungan zat PET atau PETE ini akan ikut larut pada makanan atau minuman yang memanfaatkan kemasan tersebut.
PET atau PETE merupakan zat yang berbahaya bagi tubuh dikarenakan dapat menyebabkan gangguan pada organ hati. Kemasan plastik PET atau PETE yang terpapar suhu tinggi dapat mengakibatkan senyawa antimon trioksida dan ftalat menjadi larut. Senyawa antimon ini bersifat karsinogenik (dapat memicu pertumbuhan sel kanker), sedangkan ftalat dapat berdampak buruk bagi tubuh sebab mengganggu sistem kelenjar endokrin dan meningkatkan resistensi insulin. Selain itu, ftalat juga memicu obesitas pada anak, menghambat kerja hormon testosteron, dan sering kali dikaitkan dengan peningkatan risiko keguguran pada ibu hamil.
Penggunaan plastik sekali pakai secara berulang juga meningkatkan potensi kontaminasi bakteri. Lapisan kemasan plastik PET atau PETE yang dipakai berulang akan semakin menipis dan memudahkan bakteri untuk masuk ke dalam botol. Kondisi mulut botol yang digunakan berulang tanpa dicuci juga dapat memperbesar risiko menyebarnya mikroba dari mulut ke dalam air di dalam botol. Kontaminasi bakteri bisa mengakibatkan gejala keracunan makanan, seperti muntah, mual, maupun diare.
Melihat dampak negatif dari penggunaan air minum dalam kemasan tersebut, tidak ada salahnya kita lebih aware dalam memperhatikan kemasan yang akan digunakan untuk makanan dan minuman yang kita konsumsi. Beberapa tips di bawah ini diharapkan bisa membantu Anda.
a. Sebaiknya gunakan botol minum atau tempat makan yang lebih aman yang telah memiliki label “BPA Free” atau bebas BPA. Hindari kemasan dengan kode angka 3 atau 7, sebab mengandung BPA. Apabila ingin memasukkan air panas, gunakan kemasan yang berbahan stainless maupun kaca.
b. Silakan dipilih juga kemasan yang dikategorikan produk food grade dengan kode angka 2 (HDPE), 4 (LDPE), maupun 5 (PP).
c. Apabila memang terpaksa harus mengonsumsi air minum dalam kemasan, maka pastikan bahwa kemasan yang digunakan tidak dipakai berulang.
d. Hindari meletakkan kemasan pada tempat dengan suhu tinggi, seperti meninggalkannya di dalam mobil.