Mohon tunggu...
Khoiril Basyar
Khoiril Basyar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Terus belajar untuk memberi manfaat kepada sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Full Day School, Serius?

10 Agustus 2016   12:52 Diperbarui: 10 Agustus 2016   13:39 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar www.brilio.net

Reshuffle cabinet yang di lakukan oleh Presiden Jokowi membuat beberapa menteri tergeser bahkan lengser. Salah satunya adalah menteri pendidikan dan kebudayaan, Anies Baswedan. Pak Anies digantikan oleh Muhadjir Effendy. Beliau merupakan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang.

Ganti menteri, ganti pula kebijakan. Sebelum beliau di ganti, beliau mengkampanyekan Gerakan Mengantar Anak di Hari Pertama Sekolah. Kampanye ini kemudian meluas dan di dukung oleh banyak pihak. Gerakan ini menjadi kampanye terakhir dari Pak Anies.

Pengganti beliau, Pak Muhadjir, tidak mau kalah untuk membuat sebuah gebrakan. Belum genap dua minggu menjabat, pak Muhadjir membuat kebijakan Full Day School bagi siswa SD dan SMP. Sontak kebijakan ini menuai banyak pro dan kontra dari masyarakat.

Latar belakang dari kebijakan ini yaitu, beliau ingin menjaga anak untuk tetap di sekolah dari pada mereka sendiri di rumah karena orang tua bekerja. "Dengan sistem full day school ini secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi liar di luar sekolah ketika orangtua mereka masih belum pulang dari kerja," kata Mendikbud di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Minggu (7/8/2016), dikutip dari laman www.kompas.com

Namun, di balik niat baik dari mendikbud, perlu kita luruskan dan kaji ulang. Pasalnya, apakah semua siswa SD dan SMP mengalami keadaan seperti yang beliau sampaikan? Berapa banyak presentasenya? Apa dampak kebijakan ini untuk anak?


Bermain. Masa masa SD dan SMP adalah masa terbaik anak untuk bersenang senang. Bermain dan berkumpul dengan teman sebaya. Tertawa dan melupakan pelajaran di sekolah yang memusingkan.

Jangan renggut masa yang bahagia ini. Pada dasarnya memang anak SD itu ya bermain, sebab masa kecil ini tidak akan terulang saat mereka beranjak dewasa. Permainan tradisional dan banyak bergerak lebih asyik dan menyenangkan di banding dengan bermain gadget. Lebih sehat juga.

Saya rasa anak sekarang yang tidak pernah bergaul sangat mendukung kebijakan pak menteri ini. Tidak dapat di pungkiri, anak yang selalu di rumah, tidak pernah bermain dengan teman komplek, dan selalu bersama orang tuanya, akan lebih senang jika berdiam diri sambil memainkan gadget. Namun disisi lain, anak anak yang memang suka bermain dengan teman sebaya akan sangat menolak jika harus seharian di sekolah. Mereka jenuh.

Kecapekan. Seharian di sekolah dapat membuat anak menjadi tidak bisa istirahat siang. Bukan hanya tidak dapat istirahat siang, mereka di sekolah juga harus belajar seharian. Meskipun pak Muhadjir menekankan bahwa jam pelajaran sekolah tidak di tambah, namun kegiatan mereka di sekolah juga tetap saja menuntut ilmu.

Pendidikan karakter lebih di tekankan disini. Hal ini berarti memang para siswa di wajibkan untuk terus belajar selama seharian. Tak dapat di pungkiri, banyak guru yang ada sekarang hanya mengajar dan banyak yang kurang memiliki kemampuan untuk mendidik, apalagi untuk mendidik anak kecil.

Para guru juga di tuntut untuk membuat hari hari siswa menyenangkan. Ini jelas tidak akan mudah. Apalagi untuk siswa SMP yang masih sangat labil dan haus akan keingintahuan, sulit untuk menahan mereka seharian di sekolah dan membuat hari harinya menyenangkan. Bahkan ironinya lagi, sudah banyak kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum guru pada siswa SD maupun SMP.

Keluarga.Siapa yang suka di marahin orang tua? Pasti para siswa SD dan SMP sering mengalami ini. Entah karena bandel, tidak mau mendengarkan orang tua, ataupun karena hal lain. Tidak ada jaminan jika kemudian di sekolah juga akan berlangsung baik baik saja, pasti akan ada masalah dan tidak jarang guru juga marah.

Ketika sudah tiba di rumah kemudian orang tua juga marah marah, bisa di bayangkan bagaimana tertekannya psikis sang anak. Permasalahan rumah memang lebih kompleks. Kadang pertengkaran orang tua juga akan di lampiaskan pada anak. Bagaimana nasib sang anak?

sumber gambar www.brilio.net
sumber gambar www.brilio.net

Ekonomi. Rata rata anak yang memiliki orang tua karir pastilah memiliki keadaan ekonomi yang cukup, bahkan tidak jarang lebih. Lalu bagaimana nasib anak yang orang tuanya tidak mampu? Hidup masih kekurangan. Masyarakat miskin di Indonesia juga masih terbilang banyak.

Tak jarang banyak anak bekerja untuk membantu orang tuanya. Entah hanya pekerjaan ringan, serabutan, atau berjualan. Bahkan banyak pula anak yang mencari barang bekas atau rongsok. Lalu apa jadinya jika mereka seharian di sekolah?

Memang kebijakan ini menimbulkan banyak reaksi dari masyarakat. Bisa saja sang menteri berubah pikiran karena kebijakan ini baru dalam tahap sosialisasi, belum ada dasar hukumnya.

Mungkin bapak menteri perlu Tour de Indonesia agar melihat kondisi sekolah sekolah di daerah terutama untuk SD dan SMP. Biasanya SD itu ada di setiap desa, dan SMP ada di setiap kecamatan. Namun apakah kualitasnya sama? Jelas tidak.

Saya juga punya masa kecil, dimana masa kecil saya lebih banyak di habiskan untuk bermain. Saat SD, sepulang sekolah saya selalu bermain bersama teman teman. Bermain layang layang, bermain bola, memancing, atau bermain permainan tradisional. Begitu pula yang saya lihat dari adik saya, ia senang sekali bermain.

Saat SMP, sudah mulai di sibukkan dengan kegiatan sekolah. Organisasi, Ekstra kurikuler, dan tugas tugas sekolah juga mulai banyak. Apalagi sudah mulai banyak tugas kelompok, jarak rumah yang berjauhan juga menjadi cerita tersendiri.

Lahir dan besar di daerah desa pinggiran kota membuat saya menikmati benar masa kecil itu. Saya juga pernah tinggal di kota, dimana mayoritas anak anak di sana lebih banyak di rumah. Namun saya juga pernah tinggal di sebuah komplek di kota, dimana anak anak disana tetap bermain meskipun terdapat keterbatasan lahan disana.

Kita tunggu saja pertimbangan dari pak menteri. Apakah akan benar benar melakukan kebijakan ini atau tidak. Yang jelas setiap masukan dan saran dari masyarakat harus di dengar agar tidak banyak menimbulkan masalah nantinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun