1 Juli 2016 merupakan awal wajah baru dari kebijakan perpajakan di Indonesia. Pada tanggal ini resmi disahkan Undang Undang Amnesti Pajak. Rancangannya sendiri sudah bolak-balik masuk ke meja DPR. Sebenarnya rencana Undang Undang Amnesti Pajak ini sudah sejak tahun 2015, namun karena perdebatan alot di meja Dewan maka baru sekarang terealisasi.
Ada banyak harapan yang tersemat dalam kebijakan ini. Presiden sendiri mengaku akan mengawal langsung proses pelaksanaan Amnesti Pajak. Kebijakan Amnesti Pajak sendiri hanya berlaku selama tiga kuartal, yakni dari 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017.
Tak tanggung tanggung, pemerintah menargetkan dapat meraup dana 165 Triliun dari kebijakan ini. Jelas angka ini begitu fantastis mengingat tarif yang dikenakan begitu rendah. Disisi lain, sebenarnya dalam rencana strategis Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sudah tidak lagi mendukung keputusan ini sebab kebijakan Amnesti Pajak seharusnya sudah terlaksana sejak tahun lalu.
Perlu kita ketahui bersama, dalam lima tahun kedepan (2015 s.d. 2019) DJP telah menyiapkan rencana strategis arah kebijakan dibidang Perpajakan. Kebijakan tersebut antara lain:
2015 (Tahun Pembinaan Wajib Pajak)
2016 (Tahun Penegakan Hukum)
2017 (Tahun Rekonsiliasi)
2018 (Tahun Sinergi Instansi, Lembaga, Asosiasi, Pihak Lain)
2019 (Tahun Kemandirian APBN)
Kebijakan Amnesti Pajak seharusnya masuk didalam tahun 2015. Pasalnya pada tahun tersebut memang ada pembinaan Wajib Pajak dan ada pula kebijakan penghapusan sanksi. Jelas ini akan sejalan jika kemudian Amnesti pajak dimasukkan kedalamnya.
Sayangnya, kebijakan Amnesti Pajak sendiri baru terealisasi pada tahun ini. Jelas ini akan menjadi kontra kebijakan dibidang perpajakan. Rencana strategis dari DJP menyebutkan bahwa tahun 2016 adalah Tahun Penegakan Hukum namun disisi lain pengesahan Undang Undang Amnesti Pajak membubarkan arah kebijakan tersebut.