Sistem Pendidikan Kita Tidak Mendukung
Sistem kita masih menggunakan hitam di atas putih sebagai tolok ukur. Di mana mana juga perlu hitam di atas putih sebagai bukti capaian seseorang. Yang kemudian menjadi masalah adalah, proses pembelajarannya. Di Indonesia, kebanyakan guru menerangkan Bahasa Inggris di dasari pada grammar dan struktur lainnya. Jelas ini akan menyulitkan para siswa, sebab belajar Bahasa Indonesia saja tak sesulit itu.
Belajar Bahasa Indonesia hanya diawali dengan kata, membaca, menulis dan digunakan sehari hari di dalam kelas. Belajar struktur Bahasa Indonesia baru akan di mulai sejak SMA, itu saja masih sangat sulit. Sangat sulit memahami Bahasa Indonesia jika kemudian belajarnya adalah tata Bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan.
Terlalu berorientasi pada hasil juga menjadi kelemahan tersendiri. Tes yang diselenggarakan sebagai syarat kelulusan hanya sebatas tes tulis dimana ada banyak kemungkinan terjadi. Tidak jarang pula guru yang kemudian memberikan nilai tambah kepada siswa yang nilainya kurang, dengan alasan keaktifan atau yang lain.
Yang jelas mana ada guru yang ingin siswanya banyak yang tidak lulus. Bisa bisa citra dan reputasi sang guru hancur karena dianggap gagal dalam mengajar. Bahkan ada guru yang hobinya tidak masuk kelas, yang tiba tiba nilai siswanya semua di atas delapan. Dari mana dapatnya? Entahlah. Inilah kita, tolok ukur pendidikan di Indonesia ya dari lulusannya itu.
Bahasa Inggris Bukan Sains
Ingat! keterampilan, bukan sains. Bukan pula bakat. Keterampilan itu bisa dipelajari dan di asah, tapi bakat hanya bisa dikembangkan. Bakat itu takdir, tapi keterampilan itu pilihan.
Jika kita sudah mempelajari Bahasa Inggris sejak sekolah dasar, atau sejak masuk sekolah menengah pertama, seharusnya saat SMA sudah memiliki kemampuan yang tinggi. Nyatanya kemampuan Bahasa Inggris kita jalan ditempat, bahkan istirahat di tempat.
Bahasa Inggris juga butuh dilatih, layaknya Bahasa yang lain. Bahasa Inggris juga perlu di ucapkan, tidak hanya didengar. Jadi intinya, Bahasa itu bukan tentang hitam di atas putih dan sesuai dengan rumus, tapi ucapan dan tindakan yang dapat di pahami oleh orang lain Karena Bahasa merupakan media berkomunikasi.
Lima tahun yang lalu, saya memiliki teman yang pengen banget jalan jalan keluar negeri. Setiap ditanya, “mau apa setelah lulus SMK?” jawabannya selalu konsisten dan tidak pernah berubah, “pengen keluar negeri.” Dari keinginan inilah ia mulai belajar. Tapi ia tidak melakukan les privat atau mengisi latihan soal. Yang ia lakukan adalah mencari teman untuk berbicara, dengan aturan harus menggunakan Bahasa Inggris.
“Kenapa ia memilih teman bukan guru Bahasa Inggris?” ia sadar dan tahu betul bahwa Bahasa Inggrisnya amburadul. Jika berbicara dengan guru maka akan jelas terlihat kesalahannya. Namun jika dengan teman sebaya, kesalahan itu tidak akan diperhatikan yang penting apa yang ingin dikomunikasikan tercapai.