Mohon tunggu...
Khoiril Basyar
Khoiril Basyar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Terus belajar untuk memberi manfaat kepada sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saya dan Islam

31 Januari 2016   12:56 Diperbarui: 31 Januari 2016   13:37 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="i am proud to be a moeslim | Sumber: http://twicsy.com/i/Sof9vd"][/caption]Saya ingin melakukan sebuah perjalanan, perjalanan entah kemana. Yang jelas saya ingin mencari sebuah jatidiri, jatidiri sebagai seorang muslim. Saya memanglah seorang muslim sejak lahir, dan mugkin saya beruntung. Saya tidak harus bersusah payah untuk mengenal islam, dan saya sudah ada di dalamnya. Namun apakah identitas muslim saya hanya sebuah identitas formal.?

Mungkin ini yang harus saya cari tahu, memang keluarga saya seorang muslim. Bapak, ibu, kakek, nenek, tante, om sampai saudara saudara saya semuanya tercatat sebagai seorang muslim. Tapi saya tidak merasa seperti hidup di lingkungan muslim, saya sendiri masih sering solat tidak tepat waktu. Kadang malah yang lebih mengherankan orang orang yang ada di sekitar saya sulit sekali untuk di ajak solat. Apakah begitu tingkah laku seorang muslim? Apakah dahulu saat zaman para wali di pulau jawa menggunakan KTP sebagai identitas muslim?

Saya lahir dan tumbuh besar di lingkungan yang semuanya muslim dengan masih ada sisa sisa hindu di dalam kehidupan masyarakatnya. Sesajen masih saja di anggap sebagai alat yang mampu mengusir hal hal buruk. Ini sebenarnya sangat bertentangan dengan islam. Ketika saya menanyakan hal ini kepada mereka mereka yang melakukannya, saya malah dimarahi. Entah mengapa kebudayaan tersebut masih tumbuh subur di masyarakat.

Islam saya anggap juga bukan hanya kehidupan Vertical. Karena Tuhan meminta kita agar hidup di dunia dengan sebaik baiknya. Kehidupan Horizontal ini yang sering di abaikan, Horizontal kehidupan kita sebagai sesama manusia. Lalu bagaimanakah seharusnya sikap seorang muslim terhadap sesamanya maupun dengan yang bukan muslim? Sebenarnya ini yang masih sulit saya terima. Kehidupan bermasyarakat dan beragama yang tidak mencerminkan jatidiri sebagai seorang muslim juga masih sangat terlihat jelas di Indonesia.

Kehidupan yang harmonis dan penuh kasih sayang adalah sejatinya cerminan seorang muslim. Namun semua kasus terorisme dan perpecahan umat semuanya selalu di anggap dilakukan oleh kaum muslim. Aliran sesat dan hal hal yang menimbulkan konflik selalu di kaitkan dengan agama islam. Media, selalu memperlihatkan sesuatu yang entahlah. Itu semua adalah cara pandang umum atau hanya pandangan suatu kelompok yang dipaksakan untuk di jadikan pandangan umum.

Hidup di negara yang katanya memiliki penduduk muslim terbesar didunia tidaklah terlalu terasa. Karena wanita wanita disini sangat jauh untuk layak dikatakan sebagai seorang muslimah. Banyak sekali wanita yang tidak Berhijab, dan apabila berhijabpun masih tidak sesuai dengan aturan islam. Banyak diantara mereka yang selalu berdalih “saya masih belajar”. Butuh waktu berapa puluh tahun lagi untuk belajar mengenakan hijab yang sesuai syariat. Saya rasa mereka semua adalah seorang muslimah sejak lahir, karena saya yakin agama mereka didapat karena diwarisi oleh orang tuanya.

Saya masih sangat heran dan bingung, model hijab yang sekarang di masyarakat sangatlah beragam. Namun diantara semua model model itu hanya di jadikan sebagai fashion, penunjang penampilan agar terlihat trendi. Tak jarang pula mereka mengenakan Jilboobs yang pada hakikatnya sangat jauh dari kata syar’i. sesungguhnya hijab atau jilbab atau kerudung adalah identitas yang tuhan berikan kepada umat islam. Tujuan hijab sendiri adalah selain sebagai identitas juga menjadi sebuah pakaian yang dalam melindungi dari hal hal buruk.

Hidup di lingkungan yang menganggap pacaran adalah sebuah keharusan. Sebuah proses kehidupan dimana setiap manusia dianggap wajar jika mengalami masa pacaran. Masa alamiah sebagai seorang manusia yang memang memiliki rasa kasih sayang. Hingga tak jarang mereka memberikan kasih sayang yang terlalu berlebihan kepada mereka yang seharusnya tidak mendapatkan.

Bahkan kata “Jomblo” adalah status yang paling dihindari oleh para manusia di tempat ini. Bukankah mereka yang katanya jomblo lebih bisa menjaga diri dari godaan godaan dunia? Saya juga heran pada mereka mereka yang tidak mau mendapat status jomblo. Sepertinya pacaran juga dijadikan sebagai ajang pamer, gengsi apabila tidak memiliki pacar. Padahal dibalik kata pacaran terdapat sebuah larangan keras dari aturan islam.

Saya sekarang juga paham betul mengapa islam sangat melarang pacaran. Akibat yang ditimbulkan pada saat pacaran memang selalu mengarah pada perbuatan zina. Jika mereka berteman saja maka masih bisa menjaga diri, namun apabila sudah mendapat status pacar maka seolah olah para wanita ini menyerahkan segalanya untuk laki laki yang masih haram baginya. Sungguh ini menjadi kesalahan besar. Sebenarnya negara muslim terbesar tidak pantas disematkan pada negeri ini.

Hidup dilingkungan dimana keramaian dipenuhi wanita wanita bertutup kepala dan bermesraan dengan teman kencannya. Sepertinya hakikat islam sudah tidak lagi hidup di tempat ini, negeri dengan ratusan juta penduduk. Negeri yang memiliki muslim sebagai kaum mayoritas namun tidak pernah menerapkan syariat islam di dalam kahidupan bermasyarakatnya.

Ditempat ini, dinegeri ini, diwilayah ini, sungguh aku tak pernah mendapatkan arti dari hakikat islam. Apakah aku harus mencari tahu islam di luar sana? Jauh disana dimana islam bisa dirasakan dalam kehidupan sehari hari. Mungkin jauh disana, jauh diluar sana, ditempat islam berada dan Ditempat islam yang seharusnya berada. Mungkin aku bisa menemukan jawaban atas segala pertanyaan yang ada dalam pikiranku. Atau mungkin aku harus berada dimana islam menjadi sebuah minoritas yang harus selalu dipertahankan oleh setiap muslim didalamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun