Mohon tunggu...
Khoiril Basyar
Khoiril Basyar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Terus belajar untuk memberi manfaat kepada sesama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saat Tetangga Tak Lagi Dianggap (ada)

8 Januari 2016   17:55 Diperbarui: 8 Januari 2016   18:08 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="tetangga terdekat"][/sumber: netnesia.com]

Indonesia adalah negara yang dikenal akan keramahannya. Mungkin ini ada benarnya, tapi itu dulu jauh sebelum globalisasi masuk dengan derasnya dinegeri ini. Mungkin pengaruh teknologi yang benar benar terasa adalah dimana tiap orang sekarang lebih banyak sibuk dengan Gadgetnya. Hal ini mempengaruhi kebiasaan baik yang telah diajarkan oleh bapak ibu kita maupun kakek nenek kita. Ketidakpedulian terhadap sesama akan mempengaruhi hakikat manusia, dimana manusia adalah makhluk sosial dan bermasyarakat. Jika dengan tetangga saja kita tidak saling kenal maka bagaimana bisa kita dianggap makhluk bermasyarakat? Padahal hakikatnya tetangga adalah orang yang paling dekat dan pertama kali mengetahui keadaan kita.

Dikota kota besar atau mungkin tidak usah kota besar, dikawasan yang di anggap kota disuatu daerah pasti akan ada perilaku semacam ini. Perilaku yang tidak lagi mengenal tetangga. Tetangga benar benar menjadi orang asing di kehidupan kita, bahkan mungkin selama kita bertempat disitu belum sekalipun menyapanya. Ini bukan hal yang mustahil, kehidupan dikota memang akan lebih sibuk dari pada kehidupan orang orang didesa. Mobilitas yang tinggi orang kota mengakibatkan mereka lupa pada tetangga. Kehidupan rukun dan gotong royongpun tidak terlihat bahkan yang lebih parah ketika kita sudah jarang bersosialisasi dengan tetangga.

Ini jelas suatu kebiasaan buruk yang musti dihentikan, namun apakah kita bisa mengkampayekan sikap kepedulian ini? Ini adalah tantangan bagi kita bersama dimana arus globalisasi yang sangat deras harus kita hadapi dan tidak semua orang siap dalam menghadapinya. Lalu mengapa sikap ketidakpedulian ini bisa terjadi?

Terlalu Sibuk Bekerja

Terkadang kita lupa waktu dalam bekerja, karena kita terlalu ambisius dalam mengejarnya. Kita seakan akan seperti dikendalikan oleh pekerjaan dimana pekerjaan adalah segalanya untuk kita. Seorang motivator pernah mengatakan bahwa dinamika kehidupan masyarakat saat ini adalah “Sibuk Sibuk Sibuk… Mati”. Saya akui ini adalah ungkapan yang cukup ekstrim namun ada benarnya. Kadang pekerjaan mengontrol hampir dari keseluruhan hidup kita. Banyak hal yang telah kita lewatkan karena kita terlalu sibuk dengan pekerjaan, bagaimana kita mau peduli dengan tetangga jika anak istri yang dirumah saja jarang mendapatkan waktu.

Kita selalu mengatakan bahwa “saya bekerja keras untuk menghidupi keluarga”. Namun apa yang terjadi? Apakah kita harus merelakan semua waktu kita untuk selalu mengejar pekerjaan kita tanpa lagi memikirkan keluarga? Sekarang banyak sekali keluarga yang tidak tinggal satu rumah. Istrinya bekerja dikota A dan sang suami bekerja dikota B. waktu bertemu mereka sangatlah sedikit, keduanya hanya sibuk dengan pekerjaan masing masing. Apakah jalan hidup seperti ini yang dianggap bahagia?

Oleh karenanya kita harus bisa meluangkan waktu untuk keluarga tercinta, ingat pekerjaan bukanlah segalanya. Kita hidup untuk mencari kebahagiaan yang sejati, maka mulai dari sekarang kita harus mulai peduli dengan keluarga agar kita bisa kembali lagi peduli dengan tetangga.

Gadget Adalah Segalanya

Jangan sampai kita memperTuhan gadget. Memang kecanggihannya tidak dapat kita pungkiri, namun itu bukan segalanya. Ada orang yang bisa berjam jam di depan HP, Laptop atau Gadget mereka. Namun ini akan berdampak sangat buruk bagi kesehatan, mata mereka akan lelah, dunia mereka juga hanya sebatas maya. Ada yang bilang “Gadget itu mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat”. Ini memang benar adanya, disaat kita menggunakan Gadget sebagai alat komunikasi utama, mau ngobrol dengan sebelahnya menggunakan Gadget, mau bertamu bukan mengetuk pintu malah di Chat, mau bertanya bukan pada manusia malah pada Gadget, seolah olah Gadget adalah segalanya.

Beberapa orang tidak bisa lepas dari Gadgetnya, jangankan untuk waktu satu hari, mungkin satu jam saja tidak bisa. Jika kita terlalu sibuk dengan Gadget maka seolah olah kita sudah punya teman, padahal komunikasi secara langsung adalah cara terbaik. Tak jarang orang sekarang lebih suka bertanya pada Google Maps dari pada bertanya langsung pada orang. Jelas hakikat kita sebagai makhluk sosial dan makhluk yang bermasyarakat telah hilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun