Mohon tunggu...
MIss Opti
MIss Opti Mohon Tunggu... -

mari membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menteri Celana Dalam

15 September 2011   05:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:57 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca artikel Kompas.com (14/07/11) tentang terpidana kasus mafia pajak Gayus Tambunan yang tertipu 4 miliar oleh sesama tahanan tidak mengherankan atau membuat saya peduli. Sebelumnya juga ‘kan Gayus bisa ‘cuti tahanan’ dan melancong ke Bali? Lalu ada kamar-kamar VIP di tempat bernama Lembaga Pemasyarakatan. Jadi kejadian tersebut biasa - biasa saja di sana. Yang janggal, - kejanggalan yang lumrah di negeri ini – adalah reaksi dan jawaban Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar ketika menjawab pertanyaan tentang uang dolar Singapura sebanyak itu bisa lolos masuk LP, dengan: “Kami belum tahu siapa yang bawa” dan “Enggak ada larangan juga, kan uang itu di kantong dia, di kantong keluarganya, di kantong kawannya. Masak kita bisa ke celana dalam orang diperiksa.”

Jawaban Menteri Hukum dan HAM - pengemban amanat dan tanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung mengenai segala sesuatu di bawah kementeriannya, termasuk LP Cipinang yang berada di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM - tersebut bisa betul namun bukan sesuatu yang benar, tidak pantas keluar dari mulut seorang menteri. Kalau saya menteri, saya akan ucapkan kalimat seperti, “Saat ini kami tengah mengecek siapa yang membawa masuk uang ke LP, prosedur LP tidak memungkinkan pemeriksaan lebih dari...dst.,” atau ucapan lain yang menampilkan sikap lebih bertanggung jawab dan peduli.

Perilaku Menteri Patrialis Akbar merugikan dirinya karena mengundang reaksi antipati. Bukan sekali ini saja sang menteri berucap arogan dengan sikap mengundang rasa sebal. Berulang kali terjadi preseden yang mencoreng nama instansinya tapi tanggapan sang menteri sering menunjukkan pembelaan diri, terkesan meremehkan dan bersikap seolah-olah kejadian tersebut adalah takdir yang tidak mungkin dihindari. Menyisakan tanya yang sudah jadi pertanyaan umum: Kompeten kah menteri tersebut dalam pekerjaannya? Horor. Sang menteri dan lembaga pemerintah secara umum menjadi cermin buram yang meredupkan harapan rakyat akan terciptanya negeri adil yang gemah ripah loh jinawi dalam waktu dekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun