Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pit of Fire (Cerpen Rohani)

21 Februari 2023   08:17 Diperbarui: 21 Februari 2023   08:35 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sadrakh, Mesakh, dan Abednego di dapur api (Sumber: sarahjavier.wordpress.com)

THE PIT OF FIRE

Raja itu memang gila. Ya, Nebukadnezar. Baru saja tahun lalu ia mendapatkan mimpi aneh yang menggemparkan seluruh negeri. Kini ia membuat patung yang sangat tinggi, melebihi tinggi pohon palem. Lebarnya sudah setara dengan satu petak rumah. Diletakkan di alun - alun kota, patung itu terpampang jelas bagi seluruh rakyat Babel.

Semua orang harus tunduk dan menyembah patung itu saat patung itu telah diselesaikan. Ya, patung itu memang belum selesai. Nanti raja akan membuat sebuah upacara pentahbisan besar - besaran. Bupati, panitera, hakim dari seluruh negeri akan datang menghadiri. Suasana akan megah karena akan ada tari - tarian, musik, dan pesta pora.

Aku sendiri? Tentu saja sebagai sekretaris raja, aku akan datang dan menghadiri upacara itu. Namaku adalah Umam. Sudah tiga puluh tahun aku menjadi sekretaris raja. Sudah banyak raja Babel yang kulayani. Sekarang adalah raja yang kelima. Nebukadnezar adalah raja yang paling aneh, eksentrik, namun orang - orang menyukainya. Ia juga sering berperang ke tanah asing. Asyur dan Libanon paling sering jadi sasaran.

Kemudian tibalah hari yang ditunggu - tunggu. Rakyat Babilonia sudah berkumpul sejak subuh. Bupati dan panitera raja berbaris di bagian depan. Para pemusik, penari, dan seniman lainnya sudah bersiap dengan alat mereka. Sangkakala pun berkumandang. Gendang riuh bertalu - talu. Seruling dibunyikan. Gambus dan kecapi berdengung nyaring.

Segenap rakyat bersujud di hadapan patung Nebukadnezar yang megah. Patung itu terlihat mengilap, diterpa oleh cahaya mentari pagi. Tingginya 30 hasta, lebarnya 6 hasta. Aku yang berada di baris kedua bahkan tidak bisa melihat wajah patung. Dan aku yakin patung ini bisa terlihat dari jarak ratusan hasta, sebagai lambang kebesaran bangsa Babilonia.

Para penari sudah bersiap untuk masuk ke pelataran di depan patung, tapi aku mendengar ada sedikit kegaduhan. Aku menoleh ke belakang, dan kudapatkan pemandangan yang tidak menyenangkan. Jauh di belakang sana, tiga orang Israel yang kukenal: Misael, Hananya, dan Azarya berdiri, ketika semua orang berlutut dan bersujud. Sosok mereka terlihat menonjol di samping semua rakyat yang bersujud.

Orang -- orang gempar. Beberapa mulai berdesak - desakan dengan ketiga orang itu. Tapi kekhidmatan acara harus tetap dijaga. Dengan segera aku memerintahkan para tentara untuk mengamankan ketiga orang Israel ini. Mereka pun dibawa masuk ke dalam istana. Aku, bersama para petinggi istana dan beberapa bupati menyusul masuk.

Raja Nebukadnezar yang memantau dari balkon istana menjadi gusar dengan tingkah ketiga orang ini. Tiga orang ini: Misael, Hananya, dan Azarya, adalah orang - orang Israel yang dibawa kemari ketika Babel mengalahkan bangsa Israel di barat sana. Mereka memiliki inteligen yang baik dan tingkah yang sopan, maka kami menyukai mereka. Tiga orang ini diberikan nama baru sesuai nama Kasdim: Sadrakh, Mesakh, dan Abednego.

Empat orang berkumpul di ruangan raja sesuai dengan titahnya. Raja sendiri, aku, Yut Amin, sang penasihat, dan hakim Heurelius. Raja mencak - mencak. Ia mengatakan bahwa tingkah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego benar -- benar melukai hatinya. Mereka pantas untuk dihukum mati.

Memang sebelumnya sudah diberikan peringatan kepada seluruh negeri. Bahwa jika sangkakala berbunyi, segenap rakyat dan para petinggi harus bersujud. Mereka yang tidak bersujud akan dicampakkan ke dalam perapian yang menyala - nyala.

Dapur api itu benar - benar ada di bawah istana, dan sesuai dengan reputasi Raja Nebukadnezar yang tidak kenal ampun, maka harusnya orang - orang akan takut dan akan bersujud di depan patung. Lagipula, apa sulitnya bersujud di depan patung, dengan durasi lima menit saja?

Tapi tidak dengan ketiga orang ini. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego ternyata tidak mengindahkan titah raja. Bagi mereka, bersujud adalah hal yang sulit. Yut Amin mengatakan untuk menjaga wibawa raja, mereka harus dimasukkan ke dalam dapur api, atau lubang api, orang - orang militer menyebutnya.

Sementara itu Heurelius juga setuju. Dengan reputasi raja yang kuat, harusnya dengan mudah keputusan diambil. Sadrakh, Mesakh, Abednego harus masuk ke dalam lubang api. Hanya akulah yang menyela. Aku tidak membela mereka. Hanya aku belum mendengar alasan mereka mengapa mereka tidak bersujud di depan patung. Lebih baik mendengar alasan mereka terlebih dahulu.

Raja setuju denganku. Sadrakh, Mesakh, dan Abednego dipanggil masuk. Sejujurnya, aku menyukai mereka. Sebagai orang pintar, aku tahu bahwa kemampuan mereka di atas rata - rata. Di bawah kendali mereka, beberapa urusan kerajaan tertangani dengan baik.

Begitu ketiga orang ini berada di hadapan raja, ia langsung bertanya.

"Apakah benar, hai Sadrakh, Mesakh dan Abednego, bahwa kamu tidak memuja dewaku dan tidak menyembah patung emas yang kudirikan itu? Sekarang, jika kamu bersedia, demi kamu mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai-bagai jenis bunyi-bunyian, sujudlah menyembah patung yang kubuat itu! Tetapi jika kamu tidak menyembah, kamu akan dicampakkan seketika itu juga ke dalam perapian yang menyala-nyala. Dan dewa manakah yang dapat melepaskan kamu dari dalam tanganku?"

Lalu Sadrakh, Mesakh dan Abednego menjawab raja Nebukadnezar: "Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja, tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu."

Raja pun naik pitam. Ia berseru agar para tentara membawa mereka ke luar, ke dapur api, sekarang juga. Tidak ada lagi kata banding. Kematian mereka akan disaksikan oleh seluruh rakyat. Bahkan raja mengatakan untuk meningkatkan tingkat pemanasan hingga tujuh kali dari biasanya.

Mendengar jawaban mereka, hatiku mencelos. Memang sudah tidak bisa dipungkiri bahwa orang - orang Israel ini memang sangat teguh dalam pendirian kepada Allah mereka, dan ada beberapa mukjizat yang terjadi. Tahun lalu, Daniel pun berbuat yang sama. Ia mampu mengartikan mimpi raja. Tapi ini, hanya dalam hal bersujud saja? Ah, sayang sekali, nyawa ketiganya harus melayang.

Jika bisa kuberi nasihat Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, akan kulakukan. Tapi sayang tentara terlalu cepat dan mereka sudah berada di bagian bawah istana. Kami, para petinggi dan beberapa rakyat menyusul untuk menyaksikan hukuman. Termasuk raja Nebukadnezar.

Di situlah lubang api itu. Panas sekali, aku yang berjarak dua puluh hasta saja merasa panas. Bahkan, tentara yang melempar ketiganya ke dalam, terbakar hangus. Luar biasa. Tidak ada orang yang bisa bertahan dengan panasnya dapur api ini. Oh, dewa, semoga Allah yang mereka sembah menyelamatkan mereka.

Kobaran - kobaran api yang menyala - nyala membuat kami tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Lagipula, apa yang mau disaksikan. Toh mereka sudah menjadi tulang - belulang di dasar perapian. Beberapa orang sudah mengundurkan diri dan kembali lagi ke atas.

Tapi, seruan raja sendiri yang mengagetkan kami. Ia bangkit dari kursinya dan setengah memekik.

"Bukankah ada tiga orang yang telah kita campakkan dengan terikat ke dalam api itu?"

"Benar, ya raja!" jawab para tentara.

"Tetapi ada empat orang kulihat berjalan - jalan dengan bebas di tengah - tengah api itu, mereka tidak terluka, dan yang keempat rupanya seperti anak dewa!"

Pandangan kami semua pun tertuju kepada perapian, dan benar saja, kalau diperhatikan dengan baik - baik, ada empat orang yang berada di dalam. Kondisi mereka baik - baik saja, bahkan berjalan mondar - mandir di dalam dapur api. Luar biasa. Apakah kami sedang menyaksikan sebuah mukjizat lagi? Dan ada seorang yang tidak kami kenal berada di dalam.

Dengan segera Raja Nebukadnezar memerintahkan agar perapian dimatikan. Usai panas tidak lagi menyambar, ia sendiri yang membuka pintu. Ketiga orang ini: Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, keluar dengan keadaan tanpa kekurangan. Kondisi mereka baik - baik saja, tanpa cacat sedikit pun. Dan orang keempat sudah tidak ada. Kami tidak menemukannya di mana pun juga.

Berkatalah Nebukadnezar: "Terpujilah Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego! Ia telah mengutus malaikat-Nya dan melepaskan hamba-hamba-Nya, yang telah menaruh percaya kepada-Nya, dan melanggar titah raja, dan yang menyerahkan tubuh mereka, karena mereka tidak mau memuja dan menyembah allah manapun kecuali Allah mereka.

Sebab itu aku mengeluarkan perintah, bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa manapun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal dan rumahnya akan dirobohkan menjadi timbunan puing, karena tidak ada allah lain yang dapat melepaskan secara demikian itu."

Ya, begitulah. Seperti ini cara Allah Israel menyatakan diri kepada kami. Patung raja tidak ada lagi, ia diturunkan dengan segera. Rakyat tidak lagi menyembah raja sebagai dewa, sebagai gantinya rumah peribadatan dibangun di mana - mana. Raja juga memberikan kedudukan tinggi kepada Sadrakh, Mesakh, dan Abednego di wilayah Babel. Babel pun semakin maju dan berkembang di wilayah Mesopotamia.

Suatu kali aku berbincang kepada Sadrakh, Mesakh, dan Abednego, juga Daniel, tentang kejadian lubang api ini. Apakah yang terjadi jika Allah Israel tidak menyelamatkan mereka? Mereka menjawab, apa pun yang terjadi, kami akan berada di hadirat dan kediaman Allah. Aku tersenyum mendengar jawaban itu. Terpujilah Allah dan kebesaran - Nya.

Kisah lain dapat dilihat di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun