Aku berpikir cukup lama sebelum menjawabnya. "Kau benar, Mahmud. Mungkin ini direncanakan."
Kami bertiga akhirnya kembali memasuki ruang dalam untuk membahas kasus. Sebelum kembali masuk, aku melempar pandang kepada benda itu. Di sudut mati, ada tiang peredam petir. Mungkin saja tangan atau kaki Sena terikat pada tiang peredam petir oleh benda itu. Tentu saja, Kilesa. Fungsi dari benda itu adalah untuk mengikat anggota tubuh seseorang. Hanya saja, kali ini benda itu sudah hancur akibat dihantam petir.
Ya, sebuah borgol.
***
Charles merentangkan tangan, "Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin? Sekali lagi kuulangi, bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin seorang pembunuh mengetahui bahwa akan ada petir yang menyambar rumah ini, kuulangi, rumah yang beralamat di jalan Ancoran Megasanjaya nomor 31, antara pukul tujuh dan sembilan malam, tanggal 30 Juni 2035? Bagaimana mungkin ia tahu cuaca akan hujan berangin, berpetir pula? Tidak, Kilesa. Tidak, Mahmud. Ini hanya kebetulan belaka."
Aku merenung dan berpikir, sehingga yang menjawabnya adalah Mahmud. Ia juga merentangkan tangan. "Jelaskanlah borgol itu, Charles."
Tahu bahwa ia tidak punya jawabannya, Charles hanya melenguh. "Huh, sudah kubilang kebetulan saja ada borgol di sana."
"Timku sudah mengecek dan petir yang sama yang menyambar borgol dan yang membunuh Sena adalah petir yang sama. Jenis pembakaran, residunya, dan luka bakarnya sama. Sena Fransiscus sedang diborgol di tiang peredam petir ketika petir menyambarnya."
"Petunjuknya masih kurang, Mahmud. Adakah keterangan lain yang kaudapatkan?"
"Di rumah ini ada seorang penjaganya. Namanya Basri. Ialah yang melaporkan kejadian ini. Tunggu saja, ia sedang diinterogasi oleh timku, sedang ditanya tentang hal -- hal yang trivial. Setelahnya kita bebas untuk mewawancarainya. Selain itu, ada rekaman cctv yang sedang diperiksa oleh tim forensik juga, berasal dari pintu depan. Selebihnya rumah ini kosong. Tidak ada dokumen tersembunyi, tidak ada surat berharga, tidak ada perhiasan dan uang. Tidak ada tanda -- tanda penggeledahan. Mudah -- mudahan dari dua hal itu, ada yang bisa kita dapatkan."
Aku masih merenung dan berpikir. Charles benar. Tidak mungkin Sena diborgol di tiang peredam petir, lalu berharap ada petir yang akan menyambarnya. Atau mungkin penangkapnya hanya ingin mengikatnya di situ, tanpa bermaksud membunuhnya? Untuk apa? Mengapa di tiang peredam petir? Apakah ini semua serba kebetulan? Semua masih belum jelas. Semoga dua petunjuk berikutnya dapat menjelaskan ini semua.