Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sariwanadhira, Sang Putri Raja

27 Mei 2020   10:00 Diperbarui: 27 Mei 2020   09:58 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalian jangan ada yang mencampuri urusan kami. Jangan ada yang melangkah masuk pertempuran! Ia adalah bagianku!" teriak Vijayasastra yang disambut dengan sebuah seringai mengejek dari Rahwana.

Sementara itu, tiga orang prajurit yang membawa Sariwanadhira telah memasuki ruang perawatan tempat raja berada. Sambil menahan sakit yang dideritanya, raja melangkah menuju Sariwanadhira yang telah dibaringkan di atas kasur jerami seperti miliknya. Dayang -- dayang terlihat sibuk menyiapkan perawatan. Raja memandang wajah sang putri. Pada hitungan berikutnya ia mengetahui bahwa nyawa Sariwanadhira telah berpindah menuju kahyangan.

Ia berlutut di samping kasur, menerawang, dan tidak berkata apa -- apa. Orang - orang mulai menangis, namun raja masih tidak percaya. Kejadian berikutnya ialah sang raja membenamkan wajahnya di kasur tempat Sariwanadhira berada. 

Tidak mungkin.

Dari luar terdengar sorak sorai prajurit -- prajurit yang membahana. Semua yang berada di ruang perawatan bergegas menuju teras kecuali raja yang masih membenamkan mukanya di atas kasur jerami. Tidak sampai beberapa hitungan, Vijayasastra membawa kepala Rahwana masuk ruang perawatan dengan muka sumringah. Namun Vijayasastra tahu bahwa tindakannya tidak tepat. Ia melihat raja bertelungkup di samping tubuh Sariwanadhira yang sudah ditutupi kain kuning, kain kebesaran Kerajaan Sriwijaya. Ia membuang kepala Rahwana, mendekati raja, secara pelan ia berkata:

"Yang mulia, pembunuh anakmu sudah dibunuh. Aku menyampaikan simpatiku yang terdalam. Tuan putri tidak seharusnya tewas di tangan seorang bandit. Hamba mohon maaf karena hamba lalai melaksanakan tugas hamba. Sekarang hamba mohon raja jangan bersedih lagi." Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Sebuah kerajaan bernama Sriwijaya menanti."

Raja tidak bersuara. Tatapan matanya kosong, namun ia masih bisa mendengar suara Vijayasastra. Di dalam hatinya, yang paling terdengar jelas adalah frasa "kerajaan bernama Sriwijaya".

Benar, ini adalah kerajaan terkuat di bumi nusantara. Kematian satu orang, walaupun itu anaknya, tidak akan mengubah fakta bahwa Sriwijaya adalah yang termegah di antara kerajaan -- kerajaan lain. Seiring berjalannya waktu, kematian Sariwanadhira akan dilupakan orang, begitu juga dengan tawanan istana yang membunuhnya, namun apa yang dapat memastikan Kerajaan Sriwijaya masih ada dua ratus tahun lagi? Aku, dan hanya aku, yang akan melakukannya.

Raja kemudian bangkit. Ia menatap Vijayasastra, prajurit -- prajuritnya dan dayang -- dayangnya, dan terakhir ia menatap Sariwanadhira yang sudah tidak bernyawa. Aku harap kau mendapatkan kehidupan selanjutnya yang layak, nak.

Dharanindra berjalan pelan, ia melangkah menuju teras ruang perawatan. Matanya kering, ia sama sekali tidak menangis. Barulah ketika ia melihat pemandangan di teras istana, air matanya mengalir deras. Lembayung ungu menyambut, disertai pemandangan keemasan halaman istana. Petak -- petak pemukiman berbentuk kotak - kotak memantulkan sinar mentari sore, mengisi dataran di luar kompleks istana. Dan lukisan terindah berada di paling belakang, Sungai Musi membentang dari barat ke timur sejauh mata memandang. Aku akan menjaga kerajaan ini. Sampai akhir hayatku.

Sayang, raja tahu bahwa waktunya tidak lama lagi. Penyakit yang menggerogoti membuat dirinya bahkan terasa sakit ketika berjalan. Ketika raja meneriakkan nama anaknya, ia hampir kehilangan kesadaran. Ia melangkah masuk dan menyuruh kepala dayang serta Vijayasastra menghadap. Pada waktu ini patih kerajaan, Sanggabuana, telah hadir di ruangan perawatan setelah berkelana dari Hutan Anggrek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun