Mohon tunggu...
Theodorus BM
Theodorus BM Mohon Tunggu... Administrasi - Writer

Seorang pemuda yang senang menyusun cerita dan sejarah IG: @theobenhard email: theo_marbun@yahoo.com wattpad: @theobenhard

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Putri yang Bersembunyi [Novel Nusa Antara]

15 April 2020   09:59 Diperbarui: 15 April 2020   09:59 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Udayaditya membelah kain terakhir yang menjadi penutup tubuh Pramodawardhani. Beberapa prajurit berdecak kagum dan bersiul. Sang tuan putri tertunduk, membenamkan wajahnya dibalik rambutnya yang berantakan. Udayaditya membuatnya menengadah dengan ujung pedangnya. Mata Pramoda kini sudah memerah, bercampur dengan air mata.

"Tidak baik ketika semua orang mengagumi keindahanmu, kau malah menyembunyikan diri. Lihatlah ini, wahai tuan putri, perhatikanlah baik -- baik. Ingatlah hari ini ketika seorang putri Kerajaan Medang menjadi tontonan yang memalukan bagi rakyat Sriwijaya. Dan kerajaan itu akan lenyap sebentar lagi!"

Udayaditya kembali memukul -- mukul Pramoda dengan ujung pedangnya yang tumpul, membuat Pramoda terjatuh tersungkur di hadapannya. Ia berbalik dan menghadap prajurit -- prajurit di sekelilingnya.

"Dengarkan aku. Kita langsung menuju Prambanan dengan kecepatan penuh! Tidak ada lagi menunda -- nunda. Kita bumihanguskan kerajaan ini hingga luluh lantak dengan tanah! Jangan sisakan seorang pun. Habisi semua yang menghalangi kita. Baik itu tua maupun anak kecil, jangan biarkan bernapas. Dan satu lagi, jangan ada seorang pun yang menyentuh Pramodawardhani. Biarkan ia menjadi kemaluan di atas tanahnya sendiri! Majuuuu!"

Udayaditya mengambil kuda yang berada di depan pondok dan melaju menuju arah utara. Prajurit -- prajurit yang lain mengikutinya, meninggalkan Pramoda tersungkur sendirian tanpa seutas benang pun menutupi tubuhnya. Derap langkah dan denting senjata menjadi bebunyian di sekitar Pramoda, di samping sorakan dan ejekan para prajurit yang melaluinya. Tidak ada seorang pun yang berhenti untuk menyentuh dan mengganggunya, namun sang putri merasakan dirinya dihinggapi ludah dan makian. Yang bisa ia lakukan hanyalah menutup mata.

***

Langit berwarna hitam ketika Pramoda membuka mata kembali. Bintang -- bintang bertebaran di langit menghiasi kepekatan malam. Deburan ombak terdengar jelas di telinganya. Ia memegang pinggangnya yang masih terasa sakit. Darah telah berhenti mengalir, sebagai gantinya darah yang menghitam terbalur di telapak tangan Pramoda. Pundaknya terasa nyeri, terasa perih seperti dibakar hidup -- hidup. Punggungnya mati rasa. Rasa sakit lain hadir di lehernya, denyutan -- denyutan timbul seakan hendak mencekiknya. Tubuhnya diliputi perasaan menggigil akibat serangan angin malam yang berhembus kencang. Badannya mulai terasa mual. Pramoda menyerah. Ia memejamkan matanya.

Maafkan aku, nenek, Dharanindra.

Maafkan aku, Rakai Pikatan.

Cerita lebih lengkap dapat disaksikan di sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun