Mungkin anda akan berpikir bahwa tulisan ini lebay. Pohon yang sudah tua dan lapuk jatuh atau rubuh sudah biasa. Di Jakarta, satu kali hujan satu pohon rubuh menutup jalan. Itu sudah biasa. Di desa-desa, pohon besar rebah menimpa rumah juga tidak istimewa. Tapi akan lain cerita kalau peristiwanya terjadi di Kapernaum, di tepi Danau Galilea, Israel.
Kapernaum adalah situs penting dalam sejarah Kekristenan. Di tempat ini dua ribu tahun yang lalu, jemaat Kristen perdana berkumpul, memecah roti, dan mendengarkan pengajaran para rasul. Kita masih bisa melihat sisa tembok rumah santo Petrus, sisa struktur gereja dari zaman bizantin, sisa sinagoga dari abad pertama dan keempat, serta sisa-sisa rumah-rumah para pencari ikan di Galilea.
Gereja modern di Kapernaum, dibangun di atas sisa rumah santo Petrus.
Petrus adalah salah satu pencari ikan yang hidup dua milenium yang lalu. Sewaktu Yesus memanggil Petrus di tepi danau untuk menjadi rasul-Nya, Petrus tersungkur di kaki Yesus sambil berkata, “Tuhan, pergilah dari padaku sebab aku ini orang berdosa!”. Dan kemarin sore, 2 September 2016, pukul 16.16 waktu setempat, pohon pinus kami rubuh, tersungkur di kaki patung Petrus. Entah apa yang dia katakan kepada Petrus, saya tidak bisa mendengarnya.
Pagi kemarin kami sudah tahu bahwa pohon pinus itu akan rubuh. Akarnya sudah terangkat. Dia sudah sekarat. Sebentar lagi tamat. Entah berapa usianya, dugaan saya sekitar seratus tahun. Barangkali ia sudah merasa cukup menjadi saksi beberapa penemuan penting di Kapernaum.
Akar pohon sudah mulai terangkat.
Kapernaum dulunya kota penting. Letaknya di perbatasan antara kerajaan Herodes Antipas dan kerajaan Herodes Filipus, membuat Kapernaum dijaga oleh banyak serdadu. Jalur
Via Maris yang melewati Kapernaum adalah jalur perdagangan penting yang menghubungkan Tirus, Sidon dan Damaskus di utara dengan Bet Shean sampai Arab di sebelah selatan. Selain itu
Via Maris juga menghubungkan wilayah Galilea dengan Laut Mediterania di sebelah barat. Kapernaum juga terletak di perbatasan antara tanah suku Zebulon dan tanah suku Naftali.
Yesus melakukan banyak mukjizat dan memberikan banyak pengajaran di tempat yang selalu ramai pada masanya ini. Yesus juga sering mengunjungi sinagoga Kapernaum yang sisa temboknya masih bisa kita lihat sekarang.
Sisa sinagoga abad keempat dari batu kapur putih, dan sisa sinagoga abad pertama dari batu basalt hitam (di bagian bawah).
Selain memanggil Petrus menjadi rasul-Nya, di tempat ini Yesus juga memanggil beberapa rasul yang lain: Andreas, Yakobus, Yohanes dan Matius. Selain Matius, empat rasul dari Kapernaum adalah nelayan. Matius sendiri seorang pemungut pajak di Kapernaum, di jalur perdagangan yang ramai ini. Sewaktu menjadi tukang pajak, ia bernama Lewi. Karena itulah injil Matius memberikan lebih banyak cerita tentang Kapernaum dibandingkan tiga injil yang lain. Bagaimana tidak, Matius menyaksikan sendiri sejak awal mula Yesus berkarya di Kapernaum. Demikian Matius mengutip kitab Nabi Yesaya untuk menggambarkan Kapernaum, “
Tanah Zebulon dan Naftali, jalan ke laut (Via Maris
), daerah seberang sungai Yordan, Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain, bangsa yang diam dalam kegelapan telah melihat Terang yang besar; dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.”(Mat.4:15-16)
Zaman Yesus berlalu, para murid pun tersebar untuk mewartakan injil. Kapernaum tetap menjadi tempat berkumpul jemaat. Mereka mendirikan Domus Ecclesia yang berarti Rumah-Gereja. Pada abad kelima, era Bizantin, sebuah gereja didirikan satu setengah meter di atas bekas tembok rumah Petrus dan Rumah-Gereja, dengan menyisakan tembok-tembok dua bangunan sebelumnya. Sinagoga yang sudah ada sejak zaman Yesus juga dibangun kembali pada abad keempat di atas sinagoga yang lama.
Setelah sekian banyak mukjizat dan pengajaran yang dibuat oleh Yesus di Kapernaum, banyak orang tetap tidak percaya bahwa Dia-lah mesias yang sudah dinantikan berabad-abad oleh orang-orang Yahudi. Yesus pun mengecam Kapernaum, mengecam kedegilan hati para penduduknya. Matius menuliskan kata-kata Yesus demikian, “Dan engkau Kapernaum, apakah engkau akan dinaikkan sampai ke langit? Tidak, engkau akan diturunkan sampai ke dunia orang mati! Karena jika di Sodom terjadi mukjizat-mukjizat yang telah terjadi di tengah-tengah kamu, kota itu tentu masih berdiri sampai hari ini.”(Mat.11:23)
Benarlah kata-kata Yesus itu. Kapernaum ditunggangbalikkan oleh gempa bumi besar pada abad ketujuh, dan tidak pernah dibangun kembali sejak saat itu. Kota yang penting dua ribu tahun lalu itu terkubur di bawah tanah, di dunia orang mati, berabad-abad lamanya. Bahkan beberapa keluarga suku Bedouin, yang notabene nomaden, pernah tinggal di atas tanah Kapernaum tapi mereka tidak mengetahui bahwa ada situs penting di tanah ini.
Sisa rumah-rumah penduduk Kapernaum dengan latar belakang sinagoga.
Sampai kemudian pada tahun 1894, tanah ini dibeli oleh para biarawan Katolik Fransiskan karena mereka melihat beberapa puing bangunan yang dalam perkiraan mereka adalah sisa-sisa bangunan penting di wilayah ini. Singkat cerita, sejak saat itu sisa sinagoga zaman Yesus dan sinagoga zaman romawi ditemukan, bekas gereja zaman Bizantin lengkap dengan tembok rumah Petrus dan tembok Rumah-Gereja juga ditemukan, begitu pula dengan reruntuhan rumah-rumah penduduk Kapernaum.
Biara Fransiskan setelah rubuhnya pohon pinus.
Percaya atau tidak, pohon pinus yang kemarin tumbang menyaksikan semua penemuan itu dalam kurun waktu seratus tahun terakhir. Dia sudah lelah menaungi para arkeolog yang menggali tanah. Dia merasa sudah cukup mengenang kejayaan Kapernaum di masa lalu bersama bukti-bukti
arkeologi yang terus dicari.
Ribuan peziarah datang mengunjungi Kapernaum setiap hari.
Maka pada akhir hidupnya, dia merunduk pelan-pelan, lalu rebah tanpa memakan korban. Ribuan peziarah datang mengunjungi Kapernaum setiap hari sepanjang tahun dan mereka biasa berfoto di depan patung Petrus. Tetapi kemarin tak ada seorang pun di sana. Dia memilih waktu yang tepat untuk mengakhiri hidupnya. Posisi rubuhnya pun sudah dia hitung dengan matang. Dia tidak merusakkan apa pun. Dua hal yang kemarin kami takutkan akan rusak kalau pinus itu rubuh adalah patung Petrus dan replika mosaik zaman Bizantin. Pada kenyataannya, dia tidak merusakkan apa-apa.
Sepertinya ia hanya ingin menghormati Petrus untuk terakhir kalinya.
NB: Semua foto diambil dari dokumen pribadi penulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya