Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara luar biasa, namun selalu berkekurangan (Amsal 11:24)
Kompasianer yang terkasih, dari judulnya, mungkin Anda berpikir saya akan membahas tentang teologi kemakmuran, yaitu teologi Gerakan Kharismatik yang mengajarkan bahwa kemakmuran dan sukses (kaya, berhasil, dan sehat sempurna) adalah tanda-tanda eksternal dari Allah untuk orang-orang yang dikasihi-Nya. Tidak, saya bukan penganut teologi tersebut. Ayat pokok di atas jika dibaca tanpa meneliti lebih jauh memang terkesan memotivasi orang beriman untuk menyebar atau membagi harta duniawinya kepada orang lain supaya ia bertambah kaya harta lebih dari sebelumnya. Tentu tidak demikian, karena kekayaan harta adalah anugerah Tuhan semata: "Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya" (Amsal 10:22), dan: "Tetapi haruslah engkau ingat kepada TUHAN, Allahmu, sebab Dialah yang memberikan kepadamu kekuatan untuk memperoleh kekayaan ..." (Ulangan 8:18).
Tuhan tentu sangat senang memberkati umat-Nya termasuk dengan kekayaan harta duniawi, namun Dia selalu menyertakan juga peringatan agar umat tidak jatuh karena dirinya terikat dengan kekayaan itu: "Siapa mempercayakan diri kepada kekayaannya akan jatuh; tetapi orang benar akan tumbuh seperti daun muda" (Amsal 11:27). Tuhan tidak ingin berkat-Nya justru menjadi berhala yang membuat umat mempercayakan hidupnya pada kekayaan dan bukan kepada Tuhan. Dalam konteks orang beriman, hal apa pun tidak boleh ada ilah lain yang dianggap setara dengan Tuhan: "Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku" (Keluaran 20:3). Di Perjanjian Baru, Yesus menegaskan soal ini: "Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan ... Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon" (Matius 6:24). Mamon dari bahasa Kasdim yang artinya kekayaan. Jelaslah, bahwa umat harus melayani Tuhan, bukan menghamba pada kekayaan.
Dari pemahaman tersebut, umat disadarkan bahwa Tuhanlah sumber berkat dan kekayaan dari-Nya dapat dipakai untuk melayani sesama. Dan umat tidak perlu kuatir akan menderita kekurangan atau menjadi miskin, karena menyebar atau menabur dari hartanya kepada orang lain justru membuatnya semakin kaya. Namun, sekali lagi hati-hati dalam memahami ayat pokok tersebut, karena bisa memancing keserakahan dan ketidaktulusan umat dalam menabur harta. Perhatikan kembali frasa pembuka Amsal 11:24 di atas: "Ada yang menyebar harta ...", dari terjemahan New International Version: "One person gives freely ..." Kata freely menunjukkan motif dari si pemberi, bahwa ketika ia memberi dari hartanya, ia tidak memiliki niat untuk mengharapkan kekayaan sebagai balasannya, ia hanya memberi dengan bebas: bebas dari kekuatiran, bebas dari keterpaksaan, dan bahkan bebas dari keinginan untuk menjadi kaya.
Keikhlasan dan ketulusan dalam memberi berkat kepada orang lain terjelaskan di ayat 25: "Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum." Frasa "Siapa banyak memberi berkat ..." dari terjemahan Berean Study Bible: "A generous soul ..." yang sesuai dengan teks Ibraninya : nepes berakah. Ternyata, umat mampu memberi berkat kepada sesamanya karena memiliki jiwa yang murah hati. Menariknya, berkat yang dibagi itu dari konteks bahasa Ibraninya ialah sebuah hadiah. Jadi, pemberian umat kepada sesamanya merupakan sebuah hadiah yang diberikan dengan sukacita yang sifatnya cuma-cuma, tidak menganggapnya sebagai utang yang wajib dikembalikan oleh si penerima. Umat yang memiliki jiwa yang murah hati menunjukkan bahwa ia memiliki karakter dan sifat Tuhan yang ia imani dan teladani. Iman dan perbuatan yang benar adalah bukti kehidupan umat Kristen (Yakobus 2:14-26).
Sederhananya, siapa yang menabur kebaikan pasti akan menuai kebaikan juga (ayat 27a); sebaliknya, siapa yang menabur kejahatan pasti akan menuai kejahatan pula (ayat 26, 27b, 29). Intinya ialah tuaian merupakan akibat dari taburan. Untuk itu, marilah kita menabur kebaikan dari jiwa yang murah hati, dari kekayaan manusia rohani kita. Dan marilah kita menolong orang lain dengan kasih yang tulus, jangan mengharap balas jasa, lakukanlah dengan sukacita dan jangan dengan terpaksa. Kebahagiaan kita bukan karena akan menerima balasan kekayaan harta, tetapi karena kita adalah umat yang kaya dengan kemurahan yang melakukan firman Tuhan Yesus: "Adalah lebih berbahagia memberi daripada menerima"Â (Kisah Para Rasul 20:35). Selamat berbagi berkat dengan sesama, Tuhan Yesus memberkati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H