Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya (Pengkhotbah 3:1).
Kompasianer yang terkasih, apa sih bedanya masa dan waktu yang dimaksud ayat tersebut? Mari kita lihat dari King James Version: "To every thing there is a season, and a time to every purpose under the heaven." Mayoritas Alkitab berbahasa Inggris juga menerjemahkan demikian: a season (musim) and a time (waktu). Kata season dari teks Ibrani zeman yang artinya waktu yang ditentukan, sedangkan kata time dari teks Ibrani eth yang artinya waktu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata musim artinya masa; waktu (ketika ada suatu peristiwa). Sedangkan kata waktu artinya seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung. Dengan demikian, masa menunjuk pada suatu peristiwa yang telah ditentukan dan waktu menunjuk pada proses terjadinya peristiwa tersebut. Itu berarti, masa adalah ketetapan Allah dan waktu adalah bagian manusia untuk menjalani apa yang telah ditetapkan Allah bagi dirinya.
Untuk itulah, kemudian dipaparkan 14 peristiwa yang berkontradiksi di dalam waktu yang harus dijalani manusia di ayat 2-8 (silakan dibaca sendiri ayat-ayatnya). Dimulai dengan "Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal..." (ayat 2) dan diakhiri dengan "...ada waktu untuk perang, ada waktu untuk damai" (ayat 8). Manusia lahir dalam kelemahan dan ketidakberdayaan serta menjalaninya dalam kesesakan dan kesengsaraan, namun akhirnya ia akan mengalami damai. Kata damai dari teks Ibrani shalom yang artinya damai sejahtera yang paripurna. Dan mengalami damai sejahtera Allah itulah tujuan (purpose) manusia yang diproses dengan berbagai peristiwa yang dialaminya dalam waktu. Dari sinilah kita memahami dan bersyukur bahwa Allah hadir dalam setiap waktu pada saat kita mengalami berbagai peristiwa di dunia ini.
Dari perjalanan hidup sebagai orang beriman kita akhirnya mengerti akan apa yang telah kita alami di dalam aneka peristiwa yang tadinya sangat sukar untuk diterima. Mengapa demikian? Yang pertama, supaya kita menyadari bahwa pikiran kita terbatas untuk memahami hikmat Allah (ayat 11). Yang kedua, supaya kita menyadari bahwa semua yang diperoleh dari kerja keras kita hanyalah pemberian Allah (ayat 10, 12-13). Dan yang ketiga, supaya kita menyadari bahwa takut akan Allah itulah yang menjaga jalan kita tetap ada di dalam kehendak-Nya (ayat 14). Dalam kekekalan Allah telah menetapkan rencana-Nya yang indah bagi manusia, dan dalam waktu manusia harus diproses dengan peristiwa-peristiwa yang berkontradiksi sehingga ia belajar percaya dan bergantung sepenuhnya kepada Allah meskipun untuk itu ia harus menderita, kecewa dan putus asa, namun dalam kasih setia Allah menyertai dan menolongnya tepat pada waktunya. Amin, Tuhan Yesus Kristus memberkati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H