Mohon tunggu...
Theodorus Tjatradiningrat
Theodorus Tjatradiningrat Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendeta dan Gembala Jemaat di GPdI House Of Blessing Jakarta

Saya seorang yang suka membaca, menonton film (sendiri atau bersama keluarga) dan ngopi bareng teman-teman di kala senggang. Saya senang bergaul dengan semua orang dari berbagai kalangan karena saya dapat belajar banyak hal dari mereka.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kesombongan Religius (Pelajaran dari Orang Farisi dan Pemungut Cukai)

27 Februari 2023   20:38 Diperbarui: 27 Februari 2023   20:39 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi adalah dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Lukas 18:9-14)

Kompasianer yang terkasih, ada dua hal yang menjadi perhatian Yesus yang telah mengkristal di kalangan orang Yahudi yang beriman sehingga pada akhirnya menjadi kesombongan religius yaitu orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain (ayat 9).

Hal tersebut disampaikan Yesus melalui perumpamaan tentang dua orang yang pergi ke Bait Allah yaitu orang Farisi dan pemungut cukai (ayat 10). Berdoa di Bait Allah biasa dilakukan secara personal maupun secara komunal. Jam doanya fleksibel, bisa jam 9 pagi atau jam 3 sore.

Sangat jelas, Yesus menunjuk kepada orang Farisi sebagai orang yang menganggap dirinya benar dan yang memandang rendah semua orang lain. Sedangkan si pemungut cukai tentu saja di posisi orang lain yang dianggap tidak benar dan dipandang rendah.

Yah, kalau melihat status sosial sih wajarlah, bahwa si orang Farisi sebagai kaum religius yang terpandang, sedangkan si pemungut cukai sebagai kaum marginal dan terhina. Hmmm, rasanya yang model begini masih ada di masa kini ya?

Frasa "menganggap dirinya benar" dari teks Yunani kemudian diterjemahkan oleh sebagian besar versi bahasa Inggris dengan "mengandalkan." Dari bentuk kata kerjanya, jelas orang Farisi tersebut memegahkan apa yang dia yakini sebelumnya dengan mempraktikkannnya sekarang di hadapan Allah dan orang lain sebagai kebenaran yang berlaku bagi dirinya.

Inilah yang dimaksud dengan kesombongan religius dalam aktivitas religius (ketika sedang berdoa). Ucapan syukur orang Farisi di ayat 11-12 adalah sebuah manipulasi belaka karena ucapan syukur itu tentu seharusnya ditujukan kepada Allah semata, tetapi dia justru menonjolkan prestasi religiusnya yaitu hal-hal yang menekankan pada "aku" dalam bentuk yang negatif.

Bahkan orang Farisi tersebut melakukan beberapa hal yang melampaui apa yang ditetapkan oleh Hukum Taurat. Berbanding terbalik di ayat 13, si pemungut cukai justru berdiri jauh-jauh (mungkin jauh dari ruang kudus atau ruang maha kudus). Yang jelas, ia merasa tidak layak berdiri di hadapan Allah yang Mahakudus.

Ia bahkan memukul dirinya yang menyiratkan kepedihan yang mendalam. Dari hati yang merasa tidak layak dan pedih itulah lahir doa yang tulus dan sederhana saja: "Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini."

Hasil akhirnya adalah di ayat 14. Yesus menegaskan bahwa si pemungut cukai itulah yang dibenarkan Allah dan si orang Farisi tidak dibenarkan Allah. Di hadapan Allah, orang yang meninggikan diri akan direndahkan, dan orang yang merendahkan diri akan ditinggikan.

Dalam konteks di masa kini, sepatutnyalah kita menunjukkan sikap yang sama seperti si pemungut cukai ketika berdoa kepada Allah. Kebenaran yang kita miliki adalah anugerah Allah di dalam Kristus, bukan sebagai upah karena kita telah melakukan kebenaran.

Dan anugerah kita terima melalui iman, di mana kita menyadari bahwa ketidaklayakan, kehinaan dan ketidakmampuan diri sendiri untuk membenarkan diri di hadapan Allah itulah yang membuat kita memandang orang berdosa lainnya dengan belas kasihan.

Demikian pelajaran Alkitab pada hari ini, kiranya menjadi perenungan kita bersama. Sampai jumpa pada tulisan berikutnya, Tuhan Yesus memberkati. Haleluyah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun