Tetapi sebaliknya, Sem dan Yafet bersikap benar dan bijaksana. Mereka justru prihatin dengan kondisi ayahnya. Keduanya bertindak dengan penuh belas kasihan, yaitu dengan cara yang sangat mulia: mengambil sehelai kain, membentangkannya pada bahu mereka, berjalan mundur, lalu menutupi aurat ayahnya sambil memalingkan muka (ayat 23). Dengan demikian, Sem dan Yafet menyatakan kasih dan penghormatan kepada ayahnya yang pada saat itu berlaku tidak patut, yaitu mabuk anggur.
Sikap Sem dan Yafet yang dibenarkan yaitu: pertama, mereka bersepakat untuk menolong sang ayah. Kedua, mereka memalingkan muka supaya tidak melihat sehingga tidak ada yang dapat diceritakan tentang aib tersebut.
Itulah sebabnya, Sem dan Yafet kemudian mendapatkan berkat dari Nuh, ayahnya. Ironis bagi Ham dan Kanaan, anaknya, yang mendapatkan kutuk akibat sikap mereka.
Pelajarannnya bagi Kompasianer pada hari ini adalah jangan pernah menceritakan aib yang ada di dalam keluarga anda, baik itu antara orangtua dengan anak, suami dan istri, kakak dan adik, dan lain sebagainya.Â
Apalagi di jaman now, segala sesuatu yang terjadi bisa diceritakan di berbagai media sosial. Saya sering membaca di berbagai media sosial, aib keluarga atau rumah tangga seringkali diumbar di depan publik. Itu sama dengan sikap Ham dan Kanaan!
Tetapi, sebagai orang beriman, marilah Kompasianer menyikapi masalah yang ada di dalam keluarga atau rumah tangga seperti Sem dan Yafet, itu lebih tepat dan lebih etis. Bawa saja masalah tersebut di dalam doa dan permohonan kepada Tuhan. Kiranya Tuhan memberikan solusi dan pemulihan bagi keluarga masing-masing.
Demikianlah pelajaran Alkitab dan renungan pada hari ini, sampai jumpa lagi pada tulisan berikutnya. Tuhan Yesus memberkati Kompasianer sekalian, haleluya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H