Hatiku gelisah, kengerian maut telah menimpa aku. Aku dirundung takut dan gentar, perasaan seram meliputi aku. Pikirku: "Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang, bahkan aku akan lari jauh-jauh dan bermalam di padang gurun. Aku akan segera mencari tempat perlindungan terhadap angin ribut dan badai" (Mazmur 55:5-9).
Kompasianer yang terkasih, menjadi orang yang dekat dengan Tuhan tidak berarti semuanya akan baik-baik saja dan hidup tanpa masalah. Tetapi, setelah kejatuhan Adam kualitas hidup manusia berubah dan sangat mempengaruhi keadaan di sekitar manusia itu hidup.
Ketidakharmonisan manusia dengan Allah berakibat buruk dalam hubungannya dengan sesama manusia dan alam di mana masalah kehidupan kemudian datang silih berganti. Jadi, selama manusia hidup di dunia sekalipun ia beriman dan setia kepada Tuhan pasti akan mengalami juga masalah dalam hidupnya.
Kompasianer, dari pembacaan kita, maka terlihat jelas Daud yang sangat intim dengan Tuhan merasakan suatu beban yang tidak sanggup untuk ditanggungnya sehingga ia mengalami: hati yang gelisah, kengerian maut (ayat 5), takut dan gentar serta perasaan seram (ayat 6). Akibatnya, Daud berpikir seandainya ia memiliki sayap seperti merpati, ia ingin melarikan diri atau menjauh dari masalah; ia ingin kehidupan yang tenang, teduh dan aman tanpa masalah (ayat 7-9).
Mungkinkah Daud bisa lari dari masalah? Tentu tidak mungkin! Jika mazmur ini benar berlatar belakang pemberontakan Absalom, maka masalah yang datang pada Daud terjadi ketika ia berusia lanjut. Tentu tidak mudah mengalami hal yang demikian.
Mungkin Daud teringat pada waktu ia muda dan menjadi buronan Saul yang membuat ia harus melarikan diri ke berbagai tempat termasuk gua dan padang gurun di mana ia terlindungi dari kejaran musuh sehingga ia ingin lari ke sana lagi.
Daud menyatakan keluh kesahnya di dalam doa, permohonan dan tangisan yang ia panjatkan kepada Allah karena ia merasa kembali sebagai pengembara yang tidak punya tempat persembunyian yang aman dari incaran musuh yang kejam (ayat 2-4).
Daud hanya bisa mengadukan persoalannya kepada Allah untuk menolongnya dari tempat ia mengungsi (ayat 10-16). Kompasianer, ada saatnya Daud tidak merasa takut, tetapi di waktu yang lain ia sangat ketakutan seperti pembahasan di beberapa blog saya sebelumnya.
Ini bukti bahwa Daud adalah manusia biasa seperti Kompasianer dan saya, yang hanya dengan Allah saja kita menjadi tidak takut dan menjadi kuat kembali ketika menghadapi masalah.
Akhirnya, keputusan Daud jelas, memilih lari kepada Allah daripada lari dari masalah yang sedang ia hadapi yaitu dengan berseru yang disertai tangisan kepada Allah di waktu petang, pagi dan tengah hari.
Di dalam doanya Daud sangat yakin Tuhan mendengar keluhannya, Dia akan menyelamatkan dan membebaskannya (ayat 17-19) serta mengalahkan semua musuh yang menjadi pokok persoalannya (ayat 20-22, 24) karena iman kepada Tuhan (ayat 24 di kalimat terakhir).
Kemudian Daud menghimbau kepada pembaca termasuk Kompasianer dan saya untuk melakukan ini ketika kita dilanda kekuatiran di ayat 23, “Serahkanlah kuatirmu kepada TUHAN, maka ia akan memelihara engkau! Tidak untuk selama-lamanya dibiarkan-Nya orang benar itu goyah.” Nah, kuncinya ialah kita dalam posisi sebagai orang benar ketika masalah datang, bukan kita yang mendatangkan masalah.
Kompasianer yang terkasih, apakah anda pernah mengalami masalah yang kemudian membuat anda berharap ada tempat yang bisa didatangi untuk menjadi tempat perlindungan anda baik secara fisik, mental maupun keuangan?
Tuhan memang bisa memakai seseorang untuk menjadi alat pertolongan-Nya bagi anda, tetapi bagaimana kalau orang tersebut tidak bisa membantu karena berbagai alasan, bukankah anda akan kecewa dan beban terasa lebih berat? Di situasi yang terjepit, apakah anda ingin lari dari masalah atau bagaimana? Kompasianer, mari belajar dari Daud. Apa yang dia imani bahwa Allah pasti menolongnya sungguh terbukti.
Ada saatnya iman saya begitu kuat, tidak ada rasa takut ketika menghadapi suatu persoalan, namun ada kalanya entah mengapa saya dilanda ketakutan. Jadi, saya sadar bahwa tidak bisa saya mengklaim akan selalu kuat, ini di luar kendali saya sebagai manusia biasa.
Itu sebabnya, saya sangat memahami posisi jemaat yang saya kenal sangat rohani dan tekun melayani, tetapi tiba-tiba dia bisa sangat lemah menghadapi masalahnya. Bersyukur ada firman Allah yang menunjukkan sisi lemah para tokoh iman, termasuk Daud, yang hanya bebas dari masalah ketika dia ada di dalam Tuhan sehingga kita bisa belajar dari padanya.
Demikian pelajaran Alkitab yang menjadi renungan pada hari ini. Sampai jumpa pada tulisan berikutnya, Tuhan Yesus memberkati Kompasianer sekalian. Haleluya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H