"Persembahkanlah syukur sebagai korban kepada Allah dan bayarlah nazarmu kepada Yang Mahatinggi! Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari Allah akan Kuperlihatkan kepadanya" (Mazmur 50:14, 23).
Kompasianer yang terkasih, bani Asaf mengajar bangsa Israel bagaimana ibadah yang sejati itu. Ibadah yang dituliskan di sini menjadi refleksi ibadah kita semua yang sedang menghadapi masa-masa yang sukar. Persembahan syukur menjadi pusat daripada ibadah yang dimaksud oleh bani Asaf yaitu persembahan syukur sebagai korban kepada Allah. Oleh karena sebagai korban, maka tentu saja kematian menjadi ukuran syukur persembahan yang memuliakan Allah.
Persembahan syukur tersebut diparalelkan dengan dua hal berikut: pertama, membayar nazar (ayat 14). Apa sih nazar itu? Yuk, kita baca Bilangan 30:2, "Apabila seorang laki-laki bernazar atau bersumpah kepada TUHAN, sehingga ia mengikat dirinya kepada suatu janji, maka janganlah ia melanggar perkataannya itu; haruslah ia berbuat tepat seperti yang diucapkannya".
Menariknya, korban nazar selalu berpasangan dengan korban sukarela yang tidak bercela (Im. 7:16; 22:18,21; 23:38; Bil. 15:3; 29:39; Ul. 12:6,17). Kemudian disimpulkan Ulangan 23:23, "Apa yang keluar dari bibirmu haruslah kau lakukan dengan setia, sebab dengan sukarela kau nazarkan kepada TUHAN, Allahmu, sesuatu yang kau katakan dengan mulutmu sendiri." Jadi, pembayaran nazar kepada Tuhan merupakan perbuatan yang berasal dari kerelaan hati.
Kedua, jujur jalannya (ayat 23). Maksudnya apa ya? Yuk, baca Amsal 14:2, "Siapa berjalan dengan jujur, takut akan TUHAN, tetapi orang sesat jalannya, menghina Dia". Perhatikan, orang yang sesat jalannya, menghina Allah adalah kebalikan dari orang jujur yang memuliakan Allah. Dengan demikian, orang yang mempersembahkan syukur adalah seorang yang berintegritas, baik perkataan maupun perbuatannya di hadapan TUHAN!
Kompasianer, mungkin selama ini yang kita ketahui mengenai persembahan syukur adalah ucapan terima kasih karena Allah telah menjawab doa atau telah memberkati kita, paling tidak mengucap syukur atas kesehatan dan kekuatan hari ini. Akan tetapi, mazmur ini mengajarkan yang lebih dalam yaitu persembahan syukur merupakan bagian dari ibadah yang kudus di mana kita yang beribadah harus memiliki yang namanya integritas seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Penting untuk dicamkan adalah bahwa Yang Mahakuasa, TUHAN, Allah, menilai ibadah kita dengan keadilan-Nya, sebab Dia sendirilah Hakim (ayat 1-6) atas benar atau tidaknya kita yang mempersembahkan syukur sebagai korban kepada Allah. Dua hal sederhana yang Allah sukai yaitu:
Pertama, hati kita. Ingat, ibadah itu harus dengan kerelaan hati, bukan dengan keterpaksaan, dengan kerendahan hati, bukan dengan kesombongan. Tuhan tidak peduli dengan jenis persembahan atau sedikit banyaknya persembahan kita (ayat 8-13). Yang Tuhan inginkan hanyalah pengenalan kita akan Dia sebagai Allah yang Mahakuasa (ayat 7). Dia yang harus dihormati, di mana kita memberikan persembahan itu tanpa berniat mengatur Dia, tetapi yang menyerah di dalam kehendak dan kekuasaan-Nya. Jadi, penyerahan diri kita secara total itulah persembahan syukur yang terbaik kepada Allah. Akibatnya, ketika kita berseru kepada Tuhan pada waktu kesesakan, Dia akan meluputkan kita (ayat 15).
Kedua, kejujuran kita. Kehidupan kita yang apa adanya seturut firman Tuhan dalam keseharian dengan menjauhi pola hidup orang fasik atau orang-orang yang mengaku beriman, tetapi yang berjalan dalam kejahatan (ayat 16-20). Jikalau kita terpengaruh dan mengikuti pola hidup orang fasik dan menikmati kehidupan seperti itu, maka ibadah kita tidak berkenan di hadapan Allah dan justru berbahaya bagi kita (ayat 21-22).
Solusinya ialah mengaku dosa, bertobat dan mengikuti firman Tuhan; Dia Allah yang adil dan benar. Allah telah menanggungkan dosa Kompasianer dan saya di dalam Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, di kayu salib. Inilah persembahan syukur kita karena telah diampuni Tuhan dari dosa. Dengan demikian, kita yang telah menerima pembenaran-Nya, berhak menerima keselamatan yang dari Allah (ayat 23).