Hari ini adalah satu hari dari sekian hari saya merasa tidak enak hati. Pribadi yang asing. Mimpi semalam yang melelahkan. Topeng yang harus dikenakan. Mungkin hanya lelah saja. Mungkin hanya butuh menerima rasa tidak enaknya saja. Tetapi aku berada di ambang semangat, hendak ke luar mencari udara segar, kala seorang tamu datang dan berbisik kepadaku. Wujudnya ialah angin malam.
Aku segera mengambil posisi duduk; siaga dan bertanya-tanya "mimpi-mimpi kaukah itu?" tanyaku. Bukan, kau sudah tinggalkan aku waktu kau bangun tidur, jawabnya. "Titik jenuh, kaukah itu?" aku menebak-nebak. Bukan, jawabnya lagi, titik jenuh bukan tamu, ia ada di sampingmu. "Lalu kau siapa?" aku masih kebingungan. Tutup matamu, pintanya menyuruh. Aku menarik napas dalam, merenungkan laju detak jantungku, lalu menatap mata. Si tamu mewujudkan diri justru saat temaram dan gelap. Ia adalah keyakinan, cahaya, dan wujud harapan. "Kau masa depan yang cerah" kataku akhirnya. Bukan, ujarnya aku lebih baik dari itu.
Selesai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H