Mohon tunggu...
Devina Susanto
Devina Susanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Adakah Harapan bagi Eritroblastosis Fetalis?

24 November 2017   17:07 Diperbarui: 24 November 2017   17:15 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Pada esai saya yang keempat, saya akan membahas mengenai eritroblastosis fetalis, dan apabila kelainan ini bisa disembuhkan atau tidak.

Seperti yang sudah bisa dilihat dari namanya, yang merupakan gabungan dari kata 'eritrosit' yang berarti sel darah merah dan 'fetus' yaitu janin, eritroblastosis fetalis adalah suatu kelainan pada darah yang berkembang pada janin. Eritroblastosis fetalis berpotensi mengancam nyawa janin tersebut.

Kelainan ini biasanya disebabkan karena ketidakcocokan rhesus antara janin dengan ibu, biasanya terjadi saat ibu yang berdarah rhesus negatif mengandung janin yang memiliki rhesus positif. Rhesus positif tersebut diwarisi dari sang ayah yang juga memiliki darah rhesus positif. Namun, jika ibu memiliki darah rhesus positif sementara janin memiliki darah rhesus negatif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah.

Selain rhesus, penyebab kedua adalah adanya perbedaan golongan darah, namun eritroblastosis fetalis yang disebabkan oleh perbedaan golongan darah lebih tidak mengancam nyawa bayi, tidak seperti jika disebabkan oleh rhesus. Contohnya apabila ibu memiliki golongan darah O sementara janin bergolongan darah A.

Akibat dari adanya baik perbedaan rhesus maupun golongan darah adalah terjadinya hemolisis, yaitu pecahnya membran eritrosis sehingga hemoglobin masuk ke plasma. Hal ini bisa berujung pada kematian janin, atau apabila lahir, bayi yang terkena eritroblastosis fetalis dapat mengalami pembengkakan pada hati dan limpa, anemia, penyakit kuning/hepatitis (jaundice), hingga gagal jantung.

Salah satu penyebab eritroblastosis fetalis adalah perbedaan rhesus. Sebenarnya, ada berapa macam rhesus?

Ada dua jenis rhesus: rhesus positif (Rh+) dan rhesus negatif (Rh-). Keduanya dibedakan berdasarkan ada tidaknya aglutinogen. Darah rhesus positif berarti darah memiliki aglutinogen (antigen RhD), sementara jika darah rhesus negatif berarti darah tidak memiliki aglutinogen. Hal ini berarti darah rhesus negatif tidak memiliki antibodi. Jika darah rhesus positif masuk ke tubuh yang memiliki rhesus negatif, maka tubuh melawan sehingga terbentuk antibodi.

Meski begitu, ketidakcocokan rhesus sejatinya bukan merupakan suatu masalah -- yang menjadi masalah adalah apabila darah rhesus positif milik janin bercampur dengan darah rhesus negatif milik ibu. Hal ini bisa terjadi pada saat proses kelahiran, aborsi, keguguran, atau apabila ibu mengalami cedera yang serius pada bagian perut ketika hamil, karena ada kemungkinan sejumlah kecil darah janin melintas melewati plasenta (yang bertugas sebagai penghalang antara sel darah merah ibu dengan sel darah merah janin) kemudian masuk ke dalam pembuluh darah ibu.

Ketika darah janin yang memiliki rhesus positif bercampur dengan darah ibu yang memiliki rhesus negatif, maka tubuh ibu akan secara alamiah bereaksi melawan benda asing yaitu darah rhesus positif tersebut dengan cara merangsang eritrosit berupa zat antibodi/antirhesus untuk melindungi diri.

Jika hal tersebut terjadi, maka sistem ketahanan tubuh dari ibu membentuk antibodi untuk melawan dan antibodi tersebut kemudian masuk ke janin dan merusak darah rhesus positif milik janin. Hal inilah yang menimbulkan hemolisis.

Ketidakcocokan rhesus tidak akan berpengaruh apapun pada kehamilan pertama sang ibu, karena tubuh ibu tidak akan membentuk antibodi hingga ketika melahirkan atau mengalami keguguran. 

Pada kehamilan kedua dan seterusnya, jika ibu telah membentuk antibodi dan bayi yang dikandung juga memiliki darah rhesus positif, hal ini baru akan menjadi masalah, karena antibodi dari ibu akan merusak eritrosit janin dan mengakibatkan janin mengalami anemia, penyakit kuning, kerusakan pada otak, hingga kematian dalam kandungan, atau disebut juga keguguran. Semakin banyak antibodi yang dimiliki sang ibu, akan semakin parah pula dampak yang akan terjadi pada kehamilan-kehamilan selanjutnya.

Di seluruh dunia, orang yang memiliki rhesus negatif ternyata relatif sedikit. Pada orang kulit putih, orang yang memiliki darah rhesus negatif sekitar 15% dan 8% pada orang berkulit hitam, sementara hampir seluruh orang Asia (berarti termasuk Indonesia juga) memiliki rhesus positif. 

Ternyata, di Indonesia kasus kehamilan dengan rhesus negatif cukup banyak dijumpai, biasanya pada orang-orang yang memiliki garis keturunan asing seperti Eropa atau Arab, baik langsung maupun tidak langsung, dan -- meskipun lebih jarang ditemui -- pada orang yang tidak memiliki riwayat keturunan asing sama sekali.

Jadi, apakah karena adanya resiko bahwa bayi kita nanti kemungkinan memiliki eritroblastosis fetalis kita jadi tidak bisa menikahi orang asing atau siapapun tanpa memandang rhesus yang ia miliki, ataupun golongan darahnya?

Memang hingga saat ini belum ditemukan cara untuk menyembuhkan eritroblastosis fetalis, namun sudah diketahui cara pencegahan atau penanggulangan terjadinya eritroblastosis fetalis pada bayi kita kelak.

Penanganan terhadap kehamilan dimana tubuh ibu belum memproduksi antibodi

Apabila pada kehamilan pertama sudah diketahui bahwa ibu memiliki rhesus negatif dan ayah memiliki rhesus positif, maka akan dilakukan tindak pencegahan yaitu dengan cara disuntikkan RhoGAM atau anti-D (Rh) immunoglobulin. Suntikan RhoGAM ini akan dilakukan beberapa kali, yang pertama akan diberikan pada minggu ke-28 masa kehamilan dan yang kedua adalah dalam kurun waktu 72 jam sejak melahirkan.

Dengan diberikan suntikan RhoGAM, resiko terkena eritroblastosis fetalis akan dikurangi hingga 1%, jika sebelumnya peluang untuk selamat hanya 5%. Apabila digunakan dengan tepat, resiko akan bisa dikurangi sampai 0.07% - yang artinya peluang untuk selamat meningkat menjadi 99.93%.  

Selain kedua kondisi itu, injeksi RhoGAM juga sebaiknya diberikan apabila ibu mengalami keguguran, aborsi, atau pendarahan. Perlu disuntikkan juga apabila ibu melakukan tes darah dimana ada kemungkinan darah ibu bercampur dengan darah si bayi.

RhoGAM akan mengurangi kepekaan reaksi dari tubuh ibu terhadap darah rhesus positif milik janin apabila tercampur. RhoGAM juga akan menghancurkan sel darah merah janin yang telah beredar dalam darah ibu sebelum darah rhesus positif memicu pembentukan antibodi dari tubuh ibu yang dapat masuk ke sirkulasi darah janin. Dengan demikian maka janin akan terlindung dari serangan yang mungkin terjadi apabila tidak disuntikkan RhoGAM.

Disebutkan diatas bahwa suntikan RhoGAM akan diberikan kepada sang ibu setidaknya 72 jam setelah persalinan. Sebenarnya, apa fungsi dari suntikan tersebut padahal bayi sudah lahir (atau meninggal, apabila ibu mengalami keguguran atau memilih menjalani aborsi)? Suntikan RhoGAM ini ditujukan kepada sang ibu untuk mencegah terjadinya reaksi yang merugikan terhadap tubuh ibu apabila ternyata ada plasenta yang masih tertinggal di dalam rahim ibu.

RhoGAM tidak akan bertahan seumur hidup layaknya antibodi, karena RhoGAM akan habis dalam hitungan minggu saja. Karenanya, RhoGAM cukup aman bagi janin.

Pada kehamilan-kehamilan berikutnya, dokter akan memantau secara rutin apabila terjadi kebocoran darah janin ke dalam sirkulasi darah ibu karena akan memicu terbentuknya antibodi. Untuk menghindari hal tersebutlah RhoGAM akan terus diulang pada setiap kehamilan.

Ayah Rh+

Ayah Rh-

Ibu Rh+

Janin Rh+

Tidak bermasalah

Janin Rh+

Tidak bermasalah

Ibu Rh-

Janin Rh+

Bermasalah karena rhesus beda dengan ibu

Janin Rh-

Tidak bermasalah

Injeksi RhoGAM tidak diperlukan apabila:

  • Kehamilan tergolong muda yaitu dibawah usia 7 minggu, kecuali ada kondisi tertentu dimana suntikan RhoGAM memang diperlukan.
  • Janin juga memiliki rhesus negatif -- yaitu sama seperti ayah dan ibunya.
  • Tubuh ibu sudah memproduksi antibodi.
  • Ibu telah dipastikan tidak akan hamil atau melahirkan lagi.

Bagaimana dengan kehamilan dimana tubuh ibu telah memproduksi antibodi?

Apabila dalam kandungan bayi sudah terkena eritroblastosis fetalis, atau pada kehamilan dimana tubuh ibu sudah membentuk antibodi (seperti pada kehamilan kedua dan seterusnya), akan dilakukan penanganan khusus terhadap janin.

Pertama, akan dicek apabila ibu memproduksi terlalu banyak antibodi. Jika tidak, maka baik ibu dan janin tidak akan membutuhkan penanganan apapun karena dianggap sedikitnya antibodi yang diproduksi tidak akan membahayakan janin. Jika ternyata jumlah antibodi banyak, akan dilakukan tes lanjutan untuk mengetahui apabila janin memiliki anemia (kekurangan sel darah merah). Pengecekan untuk mengetahui level anemia dalam darah bayi yang dilakukan secara berkala ini disebut amniosentesis. Jika janin memiliki anemia, maka akan dilakukan transfusi darah pada janin ketika masih di dalam kandungan, dan bisa juga ditransfusi lagi ketika sudah lahir.

Penanganan lainnya adalah dengan melakukan scanultrasonografi secara rutin. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengecek apabila ada masalah pada pernafasan dan peredaran darah, apabila ada cairan pada paru-paru atau pembesaran hati -- dimana semuanya itu merupakan gejala bahwa sel darah merah janin tergolong rendah.

Cara yang ketiga adalah melakukan persalinan lebih dini. Tidak jarang pula disebut premature, persalinan lebih dini terhadap janin akan membuatnya tidak terkena eritroblastosis fetalis. Namun, efek dari persalinan lebih dini adalah bayi nantinya lebih rentan terkena penyakit. Tindakan ini kemudian segera diikuti dengan penggantian darah bayi. Penanganan yang ini baru bisa dilakukan apabila usia janin dianggap sudah cukup kuat untuk dibesarkan di luar rahim.

Apabila janin ternyata belum cukup kuat untuk dibesarkan di luar kandungan, maka akan dilakukan transfusi darah terhadap janin. Umumnya, transfusi darah ini dilakukan ketika usia kandungan masih kurang dari 30 minggu.

Bagaimana gejala dari eritroblastosis fetalis?

Bayi yang terkena eritroblastosis fetalis kemungkinan terlihat pucat, membengkak pada bagian tertentu, dan/atau memiliki penyakit kuning setelah dilahirkan. Selain itu, bayi juga bisa saja memiliki peradangan pada hati atau limpa, dimana hati atau limpa akan terlihat lebih besar daripada seharusnya, atau anemia yang diketahui lewat tes darah.

Gejala lain adalah terjadi peradangan di bawah permukaan kulit yang disebut edema, atau bayi terkena hidrops fetalis. Hidrops fetalis adalah masuknya cairan ke dalam ruang pada jaringan tubuh, umumnya pada area perut, paru-paru, dan jantung. Hidrops fetalis bisa menjadi fatal karena cairan tersebut akan menekan jantung dan mengganggu jantung dalam memompa darah.

Dari penjelasan diatas, saya menarik kesimpulan bahwa eritroblastosis fetalis tidak bisa disembuhkan, dimana eritroblastosis fetalis merupakan kelainan pada darah janin yang sangat mengancam nyawa janin tersebut. Penyebabnya adalah perbedaan rhesus atau perbedaan golongan darah antara ibu dengan janin. Namun, eritroblastosis fetalis bisa ditangani, antara lain dengan penyuntikan RhoGAM kepada ibu, transfusi darah terhadap janin, dan dengan persalinan dini.

Perbedaan rhesus dan golongan darah sangat penting, maka sebaiknya kita mengetahui rhesus yang kita miliki, apakah itu rhesus positif atau negatif, dan golongan darah kita, apakah kita memiliki golongan darah A, B, O, atau AB, karena hal tersebut berguna bagi masa depan kita.

Demikian pembahasan saya mengenai eritroblastosis fetalis. Diharapkan informasi yang ada di dalam esai ini bisa bermanfaat bagi kita semua, dan mohon maaf apabila ada kesalahan kata. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun