Terlebih lagi, dengan maraknya isu toxic masculinity saat ini, karakter Dick dan Julian juga mendapat banyak kritikan. Salah satu poin dari anti toxic masculinity adalah menebas keyakinan bahwa laki-laki tidak boleh menunjukkan sisi emosional, seperti menangis.Â
Dick yang tampak sangat malu kalau ketahuan menangis menuai banyak protes. Tetapi, kembali lagi, sentimen boys don't cry sangat melekat di masa Enid Blyton dulu.
Semua Tergantung Perspektif
Nyatanya, kedua sisi ini tidak sepenuhnya salah. Memang, untuk standar sekarang, seksisme yang ditunjukkan pada 'Lima Sekawan' tidak lagi relevan. Anak-anak perempuan sekarang tidak harus terlihat seperti laki-laki untuk merasa sepadan.Â
Tetapi, pada masa Enid Blyton, posisi wanita masih jauh dibawah pria. Pada saat itu juga, pria harus terlihat kuat sebagai pelindung sehingga kedewasaan diukur berdasarkan pengendalian emosi.
Tentang cocok atau tidaknya seri ini untuk dibaca, semuanya tergantung pada pemahaman kita masing-masing. Kita masih bisa, kok, mengkritik 'Lima Sekawan' tapi tetap bernostalgia karenanya. Nah, untuk anak-anak, ada baiknya kita jelaskan kepada mereka bahwa latar seri ini sudah puluhan tahun yang lalu.Â
Terangkan pada mereka bahwa wanita sekarang dapat menempuh pendidikan tinggi tanpa halangan, menjadi wanita karier, menjadi ibu yang baik, dan menjadi apapun yang mereka inginkan. Ingatkan juga bahwa laki-laki berhak menunjukkan perasaannya tanpa harus dicap tidak jantan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H