Proses ngaben hari ini lebih dari sekedar ritual keagamaan.  Ada hal yang lebih dalam dari itu, tentang rapuhnya hidup ini. Ketika api suci mulai dinyalakan, ada perasaan sedih di dalam hati, seperti sesuatu yang hilang... dari ada, menjadi tiada.
Ada pelajaran yang Saya dapatkan dari peristiwa ini.Â
Setiap peristiwa kematian selalu mengingatkan kita bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Kematian sahabat kami , dan proses ngaben yang dilalui, menjadi pengingat betapa singkatnya hidup ini. Pada akhirnya, semua akan memudar.
Apakah yang sesungguhnya kita kejar dalam hidup? Harta, jabatan, atau kebahagiaan sesaat? Kita hidup seolah tak ada lagi hari esok, mengejar mimpi dan ambisi yang tiada pernah habis.Â
Pada saatnya, kita akan sampai pada titik ini. Tubuh fisik yang dibanggakan tak lagi bersisa. Karena yang tersisa kemudian hanyalah kenangan, cinta, dan apa yang ditinggalkan di hati orang lain. Bila meninggalkan kebaikan, bersyukurlah.Â
Lalu, ketika abu sahabat kami dilarung ke laut Namosain, Saya pun belajar dari gelombang lautan yang sebentar datang, kemudian pergi menghilang.Â
Hidup tak ubahnya seperti gelombang lautan, kadang besar, kadang kecil, hanya butuh kesabaran dan ketekunan menghadapinya. Setiap gelombang pasti akan membawa perubahan, karenanya harus lebih fleksibel dan adaptif menyikapi perubahan.Â
Dan, karena setiap perubahan tidak selalu indah, belajarlah untuk selalu bersyukur untuk dapat menikmati setiap perubahan tersebut tanpa mengeluh atau bersungut-sungut.
Dari ada menjadi tiada... begitulah siklus ini berjalan. Ciptakan makna, sebelum waktunya tiba.
Kupang, 29 September 2024