Kawasan TNK sendiri memiliki luas lebih dari 5 Ha, dan terbagi menjadi enam zona penting yaitu zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, zona rehabilitasi, zona budaya dan zona khusus.
Zona budaya merupakan situs-situs budaya Masyarakat Adat Suku Lio dalam kawasan TNK; dan zona khusus berupa akses jalan yang melintasi TNK bagi masyarakat sekitar. Danau Kelimutu sendiri termasuk dalam zona inti kawasan ini.
Pembagian kawasan dalam berbagai zona ini memudahkan pengelola untuk lebih fokus pada area tertentu. Selain untuk tujuan konservasi dan perlindungan ekosistem, rehabilitasi maupun pembatasan akses untuk menjaga kemananan, juga untuk kepentingan pendidikan maupun penelitian.
Kawasan TNK ini selain dibagi menjadi beberapa zona, juga didukung oleh kawasan penyangga di sekitarnya. Ada lima kecamatan yang menjadi penyangga kawasan TNK yaitu Kecamatan Wolojita, Kelimutu, Ndona, Ndona Timur, dan Kecamatan Detusoko. Kehadiran kawasan penyangga ini turut mendukung pengelolaan dan pelestarian TNK.
Fauna endemik
Perjalanan pagi itu dari tempat parkir menuju Danau Kelimutu, diselingi dengan suara burung yang indah. Saya benar-benar menikmatinya. Matahari pagi yang menyehatkan, menyembul diantara pepohonan.Â
Kawasan TNK memang kaya akan berbagai jenis burung, baik itu jenis pemangsa, pemakan biji-bijian, pemakan serangga, maupun burung penghisap madu. Data Balai TNK menyebutkan bahwa kawasan ini juga menjadi rumah bagi burung pemangsa paling terancam punah di dunia, Elang Flores (Nisaetus floris).Â
Terdapat tiga jenis mamalia yang merupakan hewan endemik Flores yang juga ada di sini, yaitu Tikus lawo (Rattus hainaldi ), Deke (Papagomys armandvillei) dan dan babi hutan Flores/wawi ndua (Sus heureni ).
Beberapa hewan endemik yang terancam punah lainnya adalah Tikus lawo dan Otomop alor (Otomops johnstonei).Â
Arboretum dan koleksi floraÂ
Menyusuri lintasan menuju puncak Danau Kelimutu, Saya menemukan beberapa kotak batu yang ditutupi kaca, berisi informasi tentang flora dalam kawasan TNK.Â