Ende, sebuah kota yang berada di deretan Pulau Flores NTT, menyimpan banyak kisah sejarah. Begitu menyebutkan kata Ende, maka ingatan orang akan langsung tertuju pada sebuah tempat di mana Bung Karno pernah diasingkan.Â
Bung Karno yang kala itu berjuang untuk kemerdekaan RI, pada akhirnya diasingkan ke Ende selama empat tahun, dari tahun 1934 hingga 1938.Â
Beberapa situs sejarah menjadi saksi yang menceritakan banyak hal tentang jejak Bung Karno di Ende pada saat itu. Sebut saja diantaranya adalah situs rumah pengasingan Bung Karno yang terletak di Jalan Perwira Kota Ende.
Situs yang selalu menjadi daya tarik wisatawan ini, dilindungi dan dirawat dengan baik oleh pemerintah setempat hingga tetap terpelihara sampai saat ini.Â
Selasar bercerita
Masih berdekatan dengan lokasi rumah pengasingan Bung Karno, terdapat sebuah taman yang diberi nama Taman Renungan Bung Karno.Â
Taman ini telah mendapat banyak sentuhan, kecuali pohon sukun dengan lima cabang, beberapa beringin besar yang tumbuh di sana dan panggung kayu pada bagian tengah, terbuat dari kayu pilihan yang tahan terhadap perubahan cuaca serta patung Bung Karno yang sedang duduk menghadap laut.Â
Pada pintu masuk sudah ada papan besar berisi informasi hari dan jam berkunjung. Taman ini dibuka untuk umum pada pagi hari dari Senin sampai Sabtu, jam 08.00-12.00 WITA dan siang hari jam 13.00-18.00 WITA. Hari Minggu dibuka dari jam 10 sampai jam enam sore.Â
Karcis masuk dalam lokasi tersebut sangat murah, cukup dengan membayar dua ribu rupiah dan mengisi buku daftar tamu, sudah bisa mengakses dalam taman.Â
Pada bagian depan, terdapat beberapa patung pahlawan daerah yang berderet sepanjang jalan masuk. Ada pahlawan dari Manggarai, Motang Rua, patung pahlawan Baranuri dan Marilonga dari Ende, Izaak Huru Doko dari Sabu Raijua, Teka Iku dari Kabupaten Sikka.Â
Masuk lebih ke dalam lagi, terdapat dinding yang dipenuhi gambar tentang segala hal yang berhubungan dengan Bung Karno selama diasingkan di Ende. Dinding sepanjang kurang lebih 50 meter ini diberi nama Selasar Soekarno. Selasar ini bercerita tentang seribu kisah di dalamnya.Â
Sejarah Bung Karno ketika tiba di Ende sambil dikawal ketat oleh tentara Belanda tergambar di dinding selasar. Demikian halnya dengan tonil yang dimainkan oleh Bung Karno di Gedung Immaculata bersama para sahabatnya, untuk tetap membakar semangat perjuangan.Â
Kedekatan Bung Karno dengan tokoh agama pun terlukis pada dinding. Nampak lukisan Gereja Katedral dan juga Masjid Arabita yang dulu digunakan Bung Karno untuk melakukan ibadah.Â
Serambi Soekarno di Biara Santo Yosef
Salah satu situs bersejarah untuk mengenang Bung Karno adalah Serambi Soekarno yang terletak di Biara Santo Yosef, Jalan Katedral Ende.Â
Selain untuk berdiskusi atau berbincang dengan para biarawan, Bung Karno hadir di tempat ini untuk membaca majalah atau buku yang ada di biara. Teman diskusi Bung Karno adalah dua biarawan berasal dari Belanda yaitu Pater Gerardus Huijtink, SVD dan Pater Joannes Bouma, SVD.
Seperti umumnya biara Katolik, lokasi Serambi Soekarno sangat asri dan dipenuhi bunga aneka jenis. Serambi Soekarno terletak persis di sebelah Gereja Katedral. Lokasinya hening dan memang sangat cocok untuk dijadikan tempat untuk membaca.
Sepanjang area samping menuju serambi, terpajang foto-foto Presiden RI dan pada bagian bawah foto dilengkapi dengan kursi kayu dan rotan dengan model yang sudah usang namun sangat terawat. Ada tulisan peringatan untuk tidak memindahkan kursi simbolis yang ada sepanjang lorong tersebut.Â
Serambi utama diberi latar merah putih pada salah satu sisinya, ada burung garuda dan tulisan Pancasila dengan tinta emas beserta gambar pulau-pulau di Indonesia. Pada bagian kiri dinding terdapat lukisan Bung Karno bersama dua biarawan dari Belanda.
Patung Bung Karno berwarna abu-abu dengan posisi duduk santai namun tetap tegap menghadap laut, berada di tengah serambi. Tulisan berisi informasi tentang Serambi Soekarno, tertuang di atas plakat berwarna hitam di samping lukisan biarawan.Â
Bung Karno sering berdiskusi dengan biarawan terkait rencana pementasan tonil atau sandiwara. Tidak heran, karena pementasan tonil biasanya dilakukan di Gedung Immaculata, milik biara. Di sana, Bung Karno membakar semangat juang untuk merdeka dari penjajahan melalui tonil yang dimainkan.Â
Tonil pertama yang ditulis Bung Karno adalah Dr. Syaitan (dokter Setan) yang dimainkan bersama Kelimoetoe Toneel Club. Tonil ini sarat pesan moral tentang semangat juang bangsa Indonesia yang tetap hidup dalam hati. Kurang lebih ada 17 tonil yang dibuat oleh Bung Karno dan 13 diantaranya dibuat di Ende.
"Berikan aku seribu orangtua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya...Berikan aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia" (Bung Karno)
Kupang, 23 Februari 2024
Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H