Mohon tunggu...
Ragu Theodolfi
Ragu Theodolfi Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat seni, pencinta keindahan

Happiness never decreases by being shared

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Yungga, Tandikap dan Tenunan dari Kapas, Indah Tak Lekang oleh Waktu

29 November 2023   13:24 Diperbarui: 30 November 2023   13:19 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Yungga, alat musik tradisional Sumba (Foto: Theodolfi)

"Penerbangan dengan nomor XX1234 dari Tambolaka menuju Kupang ditunda karena alasan operasional hingga pukul 12 waktu setempat. Kami mohon maaf atas keterlambatan ini". 

 Suara petugas bandara terdengar dari pengeras suara, setelah kami menunggu dua setengah jam di ruang tunggu bandara. 

Beberapa penumpang menggerutu, menanyakan kompensasi yang ditawarkan oleh maskapai selama masa tunggu yang cukup lama, kurang lebih hampir lima jam.   

Rasanya kesal juga sih sebenarnya, menunggu selama itu di bandara. Saya tidak berani kemana-mana. Mau menyusuri pantai wisata di SBD, tapi kok takut waktunya tidak cukup, karena jaraknya lumayan jauh. Akhirnya keputusan untuk menunggu adalah pilihan yang paling tepat saat itu.

Pernak pernik dari kayu dan tulang hiu (Foto:Theodolfi)
Pernak pernik dari kayu dan tulang hiu (Foto:Theodolfi)

Kondisi ruang tunggu yang tidak terlalu dingin, membuat Saya memilih untuk menyusuri etalase di dalam ruang tunggu. Ngobrol dengan para penjaga etalase dan juga pemilik etalase sambil menyesap  kopi Sumba yang nikmat.

Kue kering dari bahan kacang mete dan taburan wijen yang gurih (Foto: Theodolfi)
Kue kering dari bahan kacang mete dan taburan wijen yang gurih (Foto: Theodolfi)

Beberapa etalase menawarkan produk lokal yang khas. Beberapa lainnya menjual makanan khas SBD, kacang mete, kue pia serta minuman seperti kopi maupun teh juga telur rebus. 

Yungga, alat musik nan unik

Saya berhenti pada sebuah etalase yang menarik. Membuka obrolan dengan pemilik etalase. Sebut saja Pak Sipri. Cerita pun mengalir dari mulut seorang mantan guru yang akhirnya memutuskan untuk fokus pada penjualan tenun beserta pernak-pernik pelengkapnya.

Pandangan Saya terhenti pada sebuah alat musik yang unik. Sekilas mirip Sape, alat musik khas dari Kalimantan. Dua buah alat musik yang dipajang di etalase Pak Sipri,  memiliki bentuk yang berbeda. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun