Mohon tunggu...
Ragu Theodolfi
Ragu Theodolfi Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat seni, pencinta keindahan

Happiness never decreases by being shared

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Wisata Rohani di Ruteng, Selemparan Batu dari Dapurku

22 November 2023   05:00 Diperbarui: 22 November 2023   15:32 3583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruteng, sebuah kota kecil di Pulau Flores, tepatnya di Kabupaten Manggarai, memiliki landmark kota yang terkenal. Gereja Katedral Lama. Gereja yang kerap disebut sebagai Red Chapel ini terkenal hingga ke luar daerah. 

Ketika Anda mengunjungi kota ini pada musim liburan di bulan Juni hingga Agustus, Anda akan merasa seperti sedang berada di wilayah Eropa. 

Suhunya yang lebih dingin pada bulan-bulan tersebut, ditambah latar belakang deretan pegunungan yang kadang diselimuti kabut, membuat kota yang terletak di kaki gunung ini sungguh memesona.

Sejauh mata memandang, pepohonan hijau, rerumputan dan bunga-bunga nan cantik memikat, terbentang di depan mata. Ruteng dipenuhi bunga aneka warna. 

Bunga terompet aneka warna, bunga dahlia, bunga lili, alamanda, marigold, bunga mawar, kastuba dan beragam jenis bunga lainnya membuat mata tak berhenti memandang dan mengagumi ciptaan Tuhan yang indah ini.

Tak disangka, ternyata selain landmark kota yang terkenal itu, Kota Ruteng juga menyimpan destinasi wisata rohani lainnya yang tidak kalah menarik dan layak untuk dikunjungi.

Destinasi khusus ini hanya berjarak selemparan batu dari dapurku. Ah, kemana saja aku selama puluhan tahun terakhir?

Gua Maria Waeces

Destinasi wisata rohani ini terletak tidak jauh dari pusat kota. Hanya butuh waktu sepuluh menit hingga 15 menit berkendara. Taman doa ini sebenarnya dibangun oleh sebuah keluarga, namun terbuka juga untuk umum. 

Gua Maria Waeces (Foto: Theodolfi)
Gua Maria Waeces (Foto: Theodolfi)

Sebuah taman nan asri dan sejuk menyambut kedatangan kami. Rerumputan hijau dan bunga liar berwarna putih dan merah melambai ramah di tengah suara burung yang bernyanyi riang. 

Taman di depan Gua Waeces (Foto: Theodolfi)
Taman di depan Gua Waeces (Foto: Theodolfi)

Suasana hening dan sepi di taman doa yang terletak di kaki gunung ini, memang sangat tepat untuk merelakskan diri dari berbagai kepenatan. 

Suara gemericik air yang mengalir dari kolam kecil berisi tanaman bunga teratai yang terletak di area gua yang lebih rendah, sungguh menyejukkan hati dan mengalirkan energi positif dalam diri.

Ingin rasanya berdiam di sana lebih lama lagi, namun masih ada beberapa tempat lagi yang perlu dikunjungi hari itu. Setelah menyalakan lilin di sana dan menyampaikan ujud pribadi, akhirnya kami bergegas untuk menelusuri lokasi berikutnya.

Suara cekikikan sekelompok gadis remaja terdengar riang saat mereka mengambil beberapa jepretan di sana, terdengar semakin menjauh di belakang kami.

Jalan masuk menuju gua (Foto: Theodolfi)
Jalan masuk menuju gua (Foto: Theodolfi)

Biara Adorasi Tritunggal Mahakudus

Biara milik suster-suster SSpSAP (Servarum Spiritus Sancti de Adoratione Perpetua) ini terletak di jalur lingkar luar Ruteng. Menuju ke lokasi ini juga hanya butuh waktu tidak sampai 20 menit berkendara. 

Biara ini memiliki sebuah kapela bergaya arsitektur Eropa dengan atap berwarna merah marun. Kapela ini dibuka untuk umum dari jam 5 pagi hingga jam 7 malam waktu setempat.

Umat Katolik yang ingin mengikuti misa harian, bisa mengikutinya pada jam 06.30 pagi, dan misa hari Minggu pada jam 7 pagi. 

Bagian dalam kapela yang teduh (Foto: Theodolfi)
Bagian dalam kapela yang teduh (Foto: Theodolfi)

Bagian dalam kapela adorasi ini dihiasi oleh kaca patri berwarna kuning yang meneruskan cahaya yang hangat ke dalam ruangan. Deretan bangku kayu yang bersih, tertata rapi, senada dengan warna langit-langit coklat di atasnya.

Tempat adorasi ini sangat hening. Bahkan, hembusan nafas saja bisa terdengar. Beberapa orang biarawati berpakaian merah muda, khusyuk dalam doa penyembahan kepada Tuhan.

Saya pun turut hening dalam doa. Cukup lama di sana, menaikkan permohonan pribadi.

Foto : theodolfi
Foto : theodolfi

Biara Maria Bunda Karmel Wae Lengkas

Siapa sangka, di ujung perjalanan melewati hutan dan kabut tipis, tersembunyi sebuah lokasi biara lainnya. Biara Karmel yang sering juga dijadikan rumah retret bagi biarawan atau umat yang ingin mencari pencerahan diri.

Jalanan beraspal yang dikelilingi rumput hijau, pepohonan dan aneka bunga, memenuhi lahan yang sangat luas. Papan penunjuk arah juga tersedia untuk memudahkan pengunjung atau tamu.

Area rumah retret Wae Lengkas (Foto: Theodolfi)
Area rumah retret Wae Lengkas (Foto: Theodolfi)

Lokasi ini sangat sepi, memang sangatlah tepat untuk dijadikan tempat retret atau untuk melakukan meditasi. Beberapa bunga liar berwarna kuning memenuhi halaman yang ditumbuhi rerumputan yang tertata rapi.

Setelah meminta izin pada staf di sana, kami diperbolehkan untuk melihat-lihat lebih jauh, namun ada area terbatas yang tidak boleh dilewati.

Patung Bunda Maria Penolong di Kapela Wae Lengkas (Foto: Theodolfi)
Patung Bunda Maria Penolong di Kapela Wae Lengkas (Foto: Theodolfi)

Di ujung jalanan beraspal, telah menanti sebuah patung Maria Bunda Penolong dengan tinggi sekitar dua meter. Warnanya yang coklat sangat cantik di bawah atap bata coklat muda.

Pemandangan Kota Ruteng di belakangnya terlihat sangat jelas dari sini. Dari kejauhan, suara dentang lonceng gereja terdengar jelas, mengantarkan doa Angelus di siang hari. Setelah mengambil beberapa foto di sana, perjalanan pun dilanjutkan ke destinasi berikutnya. 

Bunga liar yang tumbuh di halaman kapela (Foto: Theodolfi)
Bunga liar yang tumbuh di halaman kapela (Foto: Theodolfi)

Gua Maria Golo Curu

Setelah menyusuri pinggiran Kota Ruteng, akhirnya kami tiba di tempat doa yang sangat kurindukan. Gua Maria Golo Curu. Ini kali kedua menyambangi tempat ini selama tigapuluhan tahun berada di perantauan. 

Gua Maria Golo Curu (Foto: Theodolfi)
Gua Maria Golo Curu (Foto: Theodolfi)

Beberapa lilin masih menyala di sana, pertanda ada yang hadir di sana mendahului kami. 

Gua Maria Golo Curu adalah salah satu gua Maria di Kabupaten Manggarai yang usianya sudah sangat tua. Sudah ada sejak orangtua, bahkan leluhur kami hidup. 

Golo Curu (Foto: Theodolfi)
Golo Curu (Foto: Theodolfi)

Golo Curu sendiri adalah bukit yang letaknya sangat strategis. Dari atas bukit, kita bisa memandang ke segala arah. Ke arah Kota Ruteng, maupun perkampungan lain yang mengelilinginya.

Di bukit ini pula, masyarakat lokal menanam berbagai jenis tanaman, termasuk di antaranya bambu yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat sendiri.

Pemandangan dari Golo Curu (Foto: Theodolfi)
Pemandangan dari Golo Curu (Foto: Theodolfi)

Sebuah patung Bunda Maria Ratu Rosari yang diselimuti selendang Manggarai, berdiri tegak menyambut kedatangan kami. Potongan batu alam, tersusun rapi, mengelilingi patung tersebut. Pada bagian depannya sudah tersedia tempat meletakkan lilin.

Bangunan tambahan di depan gua, sudah direnovasi beberapa kali. Sekarang, umat yang berziarah tidak perlu khawatir kehujanan, karena area sekitar gua telah diberi atap.

Karena langit semakin gelap, akhirnya kami memutuskan untuk meninggalkan Golo Curu. Dengan berbagai harapan akan sesuatu yang lebih baik ke depannya.

Kupang, 22 November 2023

Ragu Theodolfi, untuk Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun